Pada Semester I 2025 ini, Indonesia dihadapkan dengan beragam tantangan serius akibat bencana alam. Berdasarkan data resmi yang tercatat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari Januari hingga Juni 2025, terdapat 1.685 kejadian bencana alam telah melanda berbagai wilayah di tanah air. Angka ini menjadi pengingat akan kerentanan geografis Indonesia dan urgensi untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan serta mitigasi bencana.
Banjir mendominasi kejadian bencana alam dari Januari hingga Juni 2025, mencapai 1.048 kejadian. Selanjutnya terdapat 360 kejadian cuaca ekstrem, disusul 143 kejadian tanah longsor, dan 110 kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Adapun untuk gelombang pasang dan abrasi mencapai 11 kejadian, gempa bumi terjadi sebanyak tujuh kali, sedangkan kekeringan dan erupsi gunung api sama-sama terjadi sebanyak tiga kali.
Data tersebut menunjukkan bahwa bencana alam hidrometeorologi menjadi penyumbang terbanyak dari total kejadian. Banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor menjadi tiga besar kasus bencana alam paling banyak terjadi pada Semester I 2025.
Kemarau basah menjadi salah satu pendorong tingginya bencana banjir di Indonesia. Fenomena ini terjadi saat hujan masih turun bahkan di musim kemarau, dengan intensitas yang tinggi meskipun frekuensinya menurun.
Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap data curah hujan di seluruh Indonesia pada Dasarian I (sepuluh hari pertama) Juni 2025, diketahui bahwa sifat hujan di berbagai wilayah mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran menuju kondisi kemarau. Sebanyak 72% wilayah berada dalam kategori normal, 23% dalam kategori bawah normal (lebih kering dari biasanya), dan hanya sekitar 5% wilayah yang masih mengalami curah hujan atas normal.
Hal ini menunjukkan tren pengurangan curah hujan yang mulai dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun secara spasial belum merata. Dwikorita selaku kepala BMKG menjelaskan bahwa wilayah Sumatra dan Kalimantan justru telah mengalami curah hujan yang lebih rendah dari normal dalam beberapa minggu terakhir, sehingga indikasi awal musim kemarau lebih cepat terlihat di wilayah tersebut dibanding wilayah selatan Indonesia.
Menyikapi hal tersebut Dwikorita juga menegaskan pentingnya kesiapsiagaan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, untuk merespons dinamika iklim yang semakin tidak menentu.
“Kita tidak bisa lagi berpaku pada pola iklim lama. Perubahan iklim global menyebabkan anomali-anomali yang harus kita waspadai dan adaptasi harus dilakukan secara cepat dan tepat,” ujarnya pada Sabtu (21/6/2025), melansir dari laman BMKG.
Selaras dengan upaya mitigasi yang dilakukan oleh BNPB, merefleksikan kejadian setengah tahun 2025, bencana hidrometeorologi masih mendominasi hingga berdampak luas terhadap masyarakat dan pembangunan. Hal ini dapat dihindari dengan upaya pengarusutamaan pencegahan dan mitigasi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan (Menko PMK) Pratikno, menyikapi bencana hidrometeorologi, seperti banjir yang terjadi di Bekasi, perlu dimitigasi pada sisi hulu, tengah, dan hilir.
“Hulu harus dijaga, misalnya daerah resapan,” jelasnya dalam puncak acara Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2025 pada Kamis (20/3/2025). Ia juga menambahkan perlu penguatan pada bagian tengah, misalnya dengan memperhatikan kebutuhan infrastruktur maupun kondisi sungai. Selanjutnya bagian hilir yang terkait dengan tata ruang seperti kawasan pemukiman seharusnya dapat menjadi tempat ‘parkir’ aliran sungai.
Baca Juga: Catatan Bencana Alam di Indonesia pada 2025, Banjir Mendominasi
Sumber:
https://www.bnpb.go.id/infografis/infografis-bencana-tahun-2025
https://www.bmkg.go.id/siaran-pers/musim-kemarau-2025-mundur-dan-berdurasi-lebih-pendek-bmkg-perubahan-pola-iklim-harus-disikapi-dengan-adaptasi-bijakv
https://gaw-bariri.bmkg.go.id/index.php/karya-tulis-dan-artikel/artikel/265-musim-kemarau-basah-fenomena-penyebab-dan-dampaknya-di-indonesia
https://bnpb.go.id/storage/app/media/uploaded-files/draft%20RESILIENSI%20APRIL%202025%20(7%20Juni).pdf
Penulis: Silmi Hakiki
Editor: Editor