Survei Ipsos: Generasi Muda Lebih Melek Terhadap Isu Kesetaraan Dibanding Generasi Tua

Isu kesetaraan gender dinilai lebih banyak dikhawatirkan oleh kelompok usia muda dengan proporsi sebanyak 45% pada gen Z dan 44% pada milenial.

Survei Ipsos: Generasi Muda Lebih Melek Terhadap Isu Kesetaraan Dibanding Generasi Tua Ilustrasi kesetaraan gender | Christian Chan/Shutterstock

Kesetaraan gender adalah keadaan di mana tiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama tanpa memandang gender. Sementara, ketidaksetaraan/ketimpangan gender dimaknai sebagai bentuk penolakan terhadap hak asasi manusia.

Berdasarkan survei global Ipsos, mayoritas masyarakat dari semua generasi secara global setuju bahwa ketidaksetaraan gender masih banyak ditemukan dan upaya untuk memperbaiki ini membutuhkan kesadaran dari masing-masing pihak, baik laki-laki maupun perempuan.

Sebanyak 68% responden global menganggap bahwa ketidaksetaraan gender tersebut sering dijumpai dalam hal hak sosial, politik, hingga ekonomi. Kemudian, ada pula responden (64%) yang beranggapan bahwa perempuan tidak akan bisa mendapatkan kesetaraan kecuali laki-laki memiliki peran untuk mendukung hak-hak perempuan.

Sementara, lebih dari setengah responden lainnya (55%) yang meyakini bahwa kesetaraan gender akan tercapai. Ini berhubungan dengan lebih banyak responden yang juga mempercayai bahwa wanita generasi muda akan memiliki kehidupan yang lebih baik daripada generasi yang lebih tua.

Sayangnya, menurut Antonio Guterres selaku Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesetaraan gender diperkirakaan baru akan bisa tercapai sekitar 300 tahun lagi jika dilakukan pada kondisi yang ada di masa kini.

“Kesetaraan gender semakin menjauh. Dengan kondisi seperti ini, UN Women memperkirakannya akan tercapai 300 tahun lagi,” ucapnya.

Lantas, bagaimana persepsi masyarakat global terhadap isu kesetaraan gender ini?

Generasi muda disebut lebih prihatin terhadap isu kesetaraan

Berdasarkan kelompok usia, generasi yang lebih muda, seperti generasi Z (gen Z) dan milenial dianggap lebih menunjukkan kepedulian terhadap isu kesetaraan gender daripada generasi yang lebih tua.

Menurut laporan Ipsos, gen Z (45%) dan milenial (44%) lebih cenderung mengidentifikasi diri mereka sebagai feminis. Sedangkan, kelompok usia gen X dan boomer mencatatkan persentase yang lebih rendah dengan nilai masing-masing 37% responden dan 36% responden.

Kelompok usia gen Z dan milenial secara global juga lebih meyakini bahwa ada tindakan yang dapat diambil untuk mencapai tingkat kesetaraan gender, dengan persentase sebesar 65%. Sementara, gen X dan boomer masing-masing mendapatkan persentase 61% dan 52% responden.

Demikian pula, generasi muda lebih cenderung mempercayai bahwa kesetaraan gender akan tercapai dalam hidup mereka, dengan sekitar 60% dari kelompok usia gen Z dan 61% berasal dari kelompok usia milenial.

Gen Z juga disebut menjadi generasi yang paling memungkinkan untuk mengambil setidaknya satu dari delapan aksi untuk mendukung kesetaraan gender dengan persentase mencapai 68% secara global. Sedangkan, boomer dikatakan menjadi generasi yang paling tidak mungkin untuk mengambil tindakan terhadap isu kesetaraan dengan persentase 41% dalam lingkup global.

Ipsos dalam laporannya menunjukkan beberapa aksi yang dilakukan masyarakat dunia untuk memerangi ketidaksetaraan gender. Hasilnya, sekitar 56% responden mengaku telah mengambil sedikitnya satu tindakan untuk mendukung kesetaraan gender, sedangkan sisanya (37%) tidak melakukan aksi apapun.

Dari sejumlah aksi tersebut, berbicara atau vokal mengenai isu kesetaraan dengan teman sebaya ataupun keluarga menjadi tindakan yang paling banyak dilakukan dengan persentase mencapai 32% responden.

Proporsi aksi responden untuk mendukung isu kesetaraan | Goodstats

Disusul oleh aksi menegur komentar seksis oleh teman atau keluarga (21%), bicara mengenai isu kesetaraan di kantor (21%), menandatangani petisi yang mendukung kesetaraan (21%), bicara mengenai diskriminasi gender di kantor (12%), bersikap tegas terhadap segala bentuk pelecehan seksual (12%), berpartisipasi dalam kegiatan demonstrasi gender (8%), dan mengaku feminis (7%).

Laporan tersebut berasal dari hasil survei terhadap 32 negara di dunia yang dilakukan oleh Ipsos melalui platform daringnya. Ipsos mewawancarai sebanyak 22.508 responden dalam rentang periode 22 Desember 2022 – 6 Januari 2023.

Indeks ketimpangan gender di Indonesia

Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) dalam Global Gender Gap Report 2022, Indonesia mendapatkan skor indeks ketimpangan gender 0,697 dan berada di peringkat ke-92 dari total 146 negara.

Laporan tersebut mengkaji mengenai indeks kesenjangan gender yang dianalisa berdasarkan empat bidang, yaitu pemberdayaan politik, pencapaian pendidikan, partisipasi dan peluang ekonomi, serta kesehatan dan keberlangsungan hidup.

Adapun, indeks ketimpangan gender WEF memiliki sistem penilaian dengan rentang skala 0 sampai 1. Skor 0 berarti adanya kesenjangan gender yang lebar, sedangkan skor 1 menunjukkan kondisi kesetaraan gender.

Indeks ketimpangan gender di Indonesia berdasarkan bidang penilaian | Goodstats

Dalam bidang partisipasi dan peluang ekonomi, Indonesia mendapatkan skor 0,674 atau berada pada kisaran rata-rata global. Menurut laporan, Indonesia mengalami pengurangan partisipasi angkatan kerja, di mana jumlah perempuan yang meninggalkan dunia kerja mencapai 2,3% pada tahun 2022.

Pada bidang pendidikan dan kesehatan, Indonesia mendapatkan skor tinggi mencapai 0,97. Namun, nilai ini juga masih berada pada kisaran rata-rata global. Skor untuk pencapaian literasi dan pendidikan dasar di Indonesia terlihat sedikit meningkat 0,002 dari tahun lalu.

Sementara itu, skor pemberdayaan perempuan di bidang politik di Indonesia merupakan yang paling rendah jika dirinci berdasarkan sub indeks. Skornya sebesar 0,169 atau berada di bawah kisaran rata-rata global.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Work From Home Ternyata Tidak Selamanya Baik Untuk Kesehatan

Metode bekerja dari rumah ternyata memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Lantas, bagaimana cara mengatasi masalah ini?

Pasca Lebaran 2024, Jakarta Diprediksi Bakal Sepi Pendatang

Tahun ini, Dukcapil DKI Jakarta memperkirakan jumlah pendatang baru di Jakarta usai Lebaran hanya mencapai 15 ribu hingga 20 ribu orang.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook
Student Diplomat Mobile
X