Penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia kerap terasa seperti perjalanan panjang tanpa akhir. Berbagai peristiwa telah diungkap, diselidiki, bahkan direkomendasikan untuk diproses secara hukum, namun ujungnya sering buntu. Berkas dikembalikan, pengadilan ad hoc tak kunjung terbentuk, hingga proses berhenti di meja koordinasi.
Situasi ini menumbuhkan rasa lelah di kalangan masyarakat, terutama bagi para penyintas dan keluarga korban, serta menimbulkan pertanyaan mendasar: di mana hambatannya?
Akar masalahnya masih berlapis. Di ranah politik, ada tarik menarik kepentingan yang membuat keputusan kunci tak mudah diambil. Di ranah hukum, kerumitan standar pembuktian, usia peristiwa yang sudah lama, minimnya perlindungan saksi dan korban, hingga tumpang tindih kewenangan antar lembaga melemahkan proses penegakan. Di ranah kelembagaan, kapasitas investigasi, koordinasi antar penegak hukum, serta independensi dan daya dorong lembaga pengawas sering kali tidak memadai.
Sejalan dengan itu, survei Kawula17 menyebutkan deretan alasan utama mengapa kasus pelanggaran HAM belum juga tuntas hingga saat ini menurut pandangan anak muda. Uang dan kekuasaan tercatat jadi jawaban utama.
Pengaruh besar uang dalam proses penegakan hukum menjadi alasan utama anak muda meyakini bahwa isu HAM masih menjadi tantangan di Indonesia, dengan capaian 47%. Adapun jumlah responden yang memilih hal ini naik 39% poin dibanding Semester II 2024.
Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat paham betul akan permainan uang dan kekuasaan di balik layar, membungkam mereka yang hendak bicara dan menegakkan HAM.
Penegakan hukum yang tidak tegas juga jadi sorotan bagi 40% responden. Banyak yang menilai hukum dan penegak hukum belum tegas mengawal kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Sebanyak 34% responden turut menyayangkan tingginya kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang tak kunjung menemukan titik terang dan 28% menilai kasus pelanggaran HAM saat ini juga sudah menumpuk.
Lebih lanjut, 27% responden menilai kebijakan terkait pelanggaran HAM saat ini belum sepenuhnya efektif, baik dari pelaksanaan maupun penetapannya. Terdapat 21% responden yang menilai koordinasi lembaga masih kurang baik dan 20% responden menyayangkan kasus HAM belum menjadi isu prioritas nasional. Terakhir, 19% responden merasa sinergi antara seluruh pemangku kepentingan masih bisa ditingkatkan.
Adapun survei dari Kawula17 ini melibatkan 1.342 responden berusia 17-35 tahun pada 10-17 Juli 2025. Pengumpulan data dilakukan secara daring melalui metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI).
Baca Juga: Polisi Jadi Aktor Utama Kasus Pelanggaran Kebebasan Sipil 2025
Sumber:
https://kawula17.id/publikasi
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor