Sejak dulu, buah kelapa terkenal memiliki beragam fungsi dan manfaat. Orang-orang biasa menggunakannya untuk berbagai keperluan, mulai dari pengobatan, bahan campuran makanan, alat perabotan, dan yang lainnya, sehingga permintaannya di pasaran cenderung stabil atau bahkan meningkat.
Selaras dengan hal itu, harga kelapa di pasar domestik saat ini kian meroket. Penyebabnya diketahui adalah karena tingginya volume ekspor buah kelapa sehingga stok atau pasokan untuk dalam negeri lebih terbatas. Situasi ini tentunya berdampak besar pada kehidupan sehari-sehari masyarakat.
Di antara banyaknya masyarakat terdampak. salah satu golongan yang paling merasakan kenaikan harga ini adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Buah kelapa yang lazim digunakan masyarakat untuk berjualan pastinya memiliki sensitivitas tersendiri terhadap perubahan harga. Lantas, dampak apa yang paling dirasakan pelaku UMKM atas kenaikan harga ini?
Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) telah melakukan survei terhadap 130 UMKM yang mengalami kenaikan harga kelapa pada 24 November - 1 Desember 2025.
Terdapat beberapa kriteria responden, di antaranya adalah berada di pusat keramaian yang sudah ditentukan, beroperasi minimal lima hari dalam seminggu, masuk ke dalam kriteria UMKM yang dicari yaitu rumah makan padang, warteg, penjual santan segar, penjual minuman kelapa, dan usaha catering.
Lebih lanjut, pengumpulan data dilakukan melalui tatap muka dengan metode penentuan responden menggunakan stratified random sampling di enam kota.
Baca Juga: Harga Kelapa Naik, Ini yang Diharapkan dari Pemerintah
Kenaikan Biaya Modal Jadi Dampak Utama
Menurut hasil survei, dampak yang paling dirasakan oleh UMKM adalah adanya kenaikan biaya modal untuk pembelian kelapa beserta produk olahannya, dirasakan oleh 74,6% publik. Peningkatan harga yang terjadi memaksa para pelaku UMKM harus mengeluarkan biaya lebih untuk tetap menjalankan usahanya.
Selanjutnya, tak hanya biaya modal, 40% responden juga mengaku mengalami kenaikan pada biaya operasional. Seperti dijelaskan sebelumnya, keterbatasan stok membuat kelapa jadi lebih sulit didapat sehingga secara otomatis UMKM harus mencari pemasok lain yang kemudian berdampak pada naiknya biaya transportasi.
Di sisi lain, kenaikan biaya untuk modal dan operasional lantas membuat 25,4% publik terpaksa harus menaikkan harga jual dari kelapa atau produk olahannya. Kenaikan harga sekecil apapun akan selalu menghasilkan efek domino seperti yang tergambar dalam rantai pembiayaan usaha ini.
Setelahnya, 23,8% responden lebih memilih mengurangi pembelian kelapa dan beragam produk olahannya, membuktikan bahwa lonjakan harga berefek pada pengurangan kuantitas modal.
Lalu, 20% lainnya berusaha mengganti kelapa parut dengan bahan yang lain, menandakan bahwa kenaikan harga berdampak besar terhadap perubahan perilaku pengusaha.
Sementara itu, 16,9% publik menerima keuntungan yang lebih kecil akibat peningkatan harga ini. Keputusan ini dilakukan agar harga jual di pasaran tidak terlalu tinggi sehingga pelanggan bisa tetap setia.
Kemudian, dampak lainnya adalah penjual harus mencari bahan pengganti (15,4%) dan pengurangan frekuensi pembelian kelapa (13,1%). Adapun 0,8% sisanya menjawab tidak tahu.
Baca Juga: 45% Publik Merasa Harga Kelapa Naik Signifikan
Sumber:
https://kedaikopi.co/flipbook/riset-ekonomi-survei-kondisi-kebutuhan-kelapa-di-indonesia/
Penulis: NAUFAL ALBARI
Editor: Editor