Ketahanan energi menjadi salah satu faktor strategis yang menentukan arah pembangunan Indonesia. Di tengah meningkatnya kebutuhan energi, kemampuan negara dalam memastikan pasokan yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan menjadi tantangan utama.
Ketahanan energi tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan sumber daya, tetapi juga mencakup efisiensi penggunaan, diversifikasi sumber, serta kesiapan infrastruktur untuk mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan indeks ketahanan energi (IKE) yang mengukur nilai ketahanan energi Indonesia. Skor ini diukur dari empat aspek yakni availability (ketersediaan), accessibility (akses), affordability (keterjangkauan), dan acceptability (penerimaan). Penilaian dilakukan oleh para pakar energi di seluruh Indonesia.
Skor IKE kemudian dikelompokkan ke dalam lima bagian, dengan rincian:
- Skor 8-10 masuk kategori sangat tahan
- Skor 6-7,99 masuk kategori tahan
- Skor 4-5,99 masuk kategori kurang tahan
- Skot 2-3,99 masuk kategori rentan
- Skor 0-1,99 masuk kategori sangat rentan
Pada 2025, skor IKE Indonesia mencapai 6,69, yang berarti Indonesia masuk kategori sangat tahan.
Dari tahun ke tahun, skor indeks Indonesia terus meningkat. Pada 2015, IKE Indonesia mencapai 6,16, yang kemudian naik menjadi 6,38 pada tahun berikutnya. Setelah stabil selama beberapa tahun, IKE kembali melonjak pada 2019 dengan skor mencapai 6,57. Skornya terus meningkat hingga mencapai angka tertinggi pada 2024.
Meski membaik, nilai ketahanan energi Indonesia konsisten berada di kategori tahan.
"Kita belum di angka 7, baru 6. Jadi kita baru masuk tahan, belum sangat tahan. Katerogi tahan juga permulaan karena di PP 79 ada 4 variabel untuk hitung angka indeks ini berdasarkan hierarki proses dari beberapa kuesioner dari para ahli. Karena kita masih ada impor 3 jenis, jadi ada aspek availability, accessibility, affordability dan acceptability," tutur mantan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto.
Lebih lanjut, BPS mencatat bahwa bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2024 sudah meningkat, namun belum mencapai target. Target EBT 2024 adalah sebesar 19,49%, sedangkan realisasinya masih di angka 14,68%, naik 1,39% dibanding 2023.
Produksi biodiesel tercatat nanik 6% pada 2024. Pencampuran biodiesel dalam biogas oil mencapai 35% dan pemanfaatan biomassa di sektor industri saja sudah mencapai 20,73 juta ton.
Ke depannya, guna meningkatkan ketahanan energi, pemerintah berupaya mencari peluang hilirasi batu bara menjadi gas, mengingat cadangan batu bara di Indonesia cukup besar. Selain itu, pemanfaatan EBT juga terus diupayakan karena Indonesia tidak bisa terus bergantung pada energi fosil saja.
"Untuk ketersediaan energi ke depan, itu tidak hanya berasal dari energi fosil, tapi kita juga akan memakai EBT, termasuk yang berasal dari bahan bakar nabati, itu berupa biosolar, bioetanol, dan biodiesel," ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung (30/10/2024).
Baca Juga: Pembangkit EBT Akan Dominasi Indonesia Tahun 2034
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/publication/2025/09/26/89069c5f3f244aae3b7fd913/statistik-80-tahun-indonesia-merdeka.html
https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/indeks-ketahanan-energi-indonesia-masuk-kategori-tahan
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/ini-upaya-pemerintah-penuhi-ketersediaan-energi-nasional-
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor