Banjir masih menjadi bencana alam yang paling dominan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat sebanyak 1.005 kejadian banjir telah melanda tanah air sepanjang Januari-September 2025, menjadikan banjir sebagai bencana yang paling sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia pada periode ini.
Jumlah ini jauh melampaui kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang tercatat terjadi sebanyak 457 kali, serta cuaca ekstrem mencakup angin kencang dan hujan deras yang mencapai 373 kejadian.
Sementara itu, bencana hidrometeorologi berupa tanah longsor turut menjadi bencana yang cukup sering terjadi dengan jumlah 161 kejadian, diikuti bencana kekeringan yang telah terjadi sebanyak 29 kali per September 2025.
Kemudian, bencana tektonik gempa bumi terjadi dengan frekuensi 19 kali, disusul gelombang pasang serta abrasi sebanyak 10 kejadian. Adapun bencana vulkanik erupsi gunung api juga telah terjadi di Indonesia pada tahun 2025, yaitu dengan angka 2 kejadian.
Tsunami menjadi jenis bencana dengan jumlah kejadian paling sedikit sepanjang tahun berjalan, yaitu hanya 1 kali yang terjadi di wilayah timur Indonesia akibat dampak dari gempa bumi yang terjadi di Rusia.
Dominasi banjir, karhutla, dan cuaca ekstrem dalam daftar bencana nasional ini menegaskan bahwa sebagian besar kejadian di Indonesia masih dipicu oleh faktor hidrometeorologi. Apalagi dengan kemunculan tanah longsor dan kekeringan, menunjukkan bahwa cuaca dan perubahan iklim membawa dampak besar terhadap risiko bencana di Indonesia.
Tren Banjir Menurun Sejak Pertengahan Tahun
Meski banjir menjadi bencana paling sering terjadi sepanjang 2025, tren kejadiannya menunjukkan penurunan signifikan sejak pertengahan tahun, yaitu Juni 2025.
Berdasarkan data BNPB, puncak tertinggi kejadian banjir tercatat pada awal tahun, yaitu Januari dengan 244 kejadian, kemudian menurun tajam pada Februari sebanyak 113 kali dan sempat naik kembali pada Maret sejumlah 189 kejadian.
Setelah itu, tren terus melandai hingga berkurang setengahnya, yaitu mencapai 60 kali kejadian setiap bulannya pada periode Juni-Agustus 2025. September menjadi bulan dengan jumlah kejadian banjir yang paling jarang sepanjang tahun, yaitu dengan angka 59 kejadian.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan akan kembali meningkat memasuki akhir tahun, seiring datangnya puncak musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini menandakan perlunya kewaspadaan baru terhadap potensi bencana meteorologi di penghujung tahun agar masyarakat dapat beradaptasi lebih dini terhadap perubahan iklim yang dinamis.
Peluang untuk Pertanian
Memasuki fase puncak musim hujan, potensi peningkatan curah hujan tak hanya membawa risiko bencana, tetapi juga peluang produktif bagi sektor pertanian. Berdasarkan pemantauan iklim terkini oleh BMKG, puncak musim hujan akan terjadi secara bervariasi pada wilayah Indonesia.
Sumatra dan Kalimantan disebut akan mengalami puncak musim hujan pada November-Desember 2025, sedangkan Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua pada Januari-Februari 2026.
Selain itu, suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia akan lebih hangat dari rata-rata klimatologis, sehingga memicu pembentukan awan hujan lebih intensif. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan tata kelola lahan dan waktu tanam pada sektor pertanian.
“Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan,” ucap Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan dalam Konferensi Pers Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Dengan ini, petani dapat melakukan penyesuaian jadwal tanam, penggunaan varietas tahan genangan, serta perbaikan irigasi dan drainase agar produksi tetap lancar dan tidak terganggu. Di sektor perkebunan pula, kelembapan tinggi perlu diantisipasi melalui pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan drainase yang baik, serta penyesuaian pemupukan.
Selain itu, sektor kebencanaan dan kesehatan juga harus lebih waspada. Potensi banjir, longsor, dan genangan di wilayah berintensitas hujan tinggi dapat diminimalkan melalui edukasi masyarakat, pembersihan saluran air, dan kesiapan evakuasi.
Baca Juga: Bencana Banjir Indonesia 10 Tahun Terakhir, Terparah di 2021
Sumber:
https://bnpb.go.id/informasi-bencana
https://www.bmkg.go.id/siaran-pers/musim-hujan-datang-lebih-cepat-ada-ancaman-bahaya-hidrometeorologi-sekaligus-peluang-untuk-pertanian
Penulis: Shahibah A
Editor: Editor