Hanya 70 Ribu per Hari: Upah Petani Masih Rendah, Risiko Leptospirosis Meningkat

Upah tani hanya mencapai 70 ribu per hari, risiko penyakit menular justru semakin meningkat. Kapan buruh tani bisa sejahtera?

Hanya 70 Ribu per Hari: Upah Petani Masih Rendah, Risiko Leptospirosis Meningkat Ilustrasi Sumber Penyakit Leptospirosis | Kompas

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Adanya keragaman tersebut memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Namun, kemudahan tersebut tidak menjamin kesejahteraan para buruh tani. Mereka yang membanting tulang bekerja demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat ini sering kali terjangkit penyakit menular, salah satunya adalah leptospirosis.

Menurut situs Sehat Negeriku dari Kementerian Kesehatan, leptospirosis adalah penyakit akut yang berasal dari bakteri hewan Leptospira. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung dengan air atau tanah yang terkontaminasi oleh urin hewan, seperti tikus.

Penyakit ini memiliki beberapa gejala yang bervariasi, mulai dari gejala ringan seperti demam, nyeri otot, dan sakit kepala, hingga gejala berat seperti gangguan fungsi hati dan ginjal, atau bahkan pendarahan. Jika tidak ditangani dengan cepat, leptospirosis dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius dan berpotensi mengancam nyawa.

Umumnya, leptospirosis muncul di area dengan sanitasi yang buruk, seperti di genangan air ketika musim hujan. Selain itu, penyakit ini juga rawan menyerang para petani karena mereka sering terpapar air atau tanah yang terkontaminasi bakteri. Namun, dibalik besarnya risiko kesehatan yang dihadapi, para petani masih tidak mendapatkan upah yang setimpal.

Upah Buruh Tani dan Aktivitas Pertanian

Dibalik risiko tinggi yang dihadapinya, upah buruh tani di Indonesia masih jauh dari kata layak | GoodStats
Dibalik risiko tinggi yang dihadapinya, upah buruh tani di Indonesia masih jauh dari kata layak | GoodStats

Berdasarkan data di atas, upah buruh tani antara Januari dan Juni 2022 memang mengalami kenaikan. Meskipun begitu, upah tersebut masih termasuk ke dalam golongan upaya berskala rendah.

  • Penjemuran: Upah buruh untuk penjemuran sedikit meningkat dari Rp59.872 menjadi Rp61.472.
  • Pemupukan: Upah buruh untuk pemupukan naik dari Rp64.921 menjadi Rp69.012.
  • Penyemprotan: Upah buruh untuk penyemprotan meningkat dari Rp67.316 menjadi Rp70.216.
  • Menanam: Upah buruh untuk menanam meningkat dari Rp67.610 menjadi Rp71.400.
  • Merambat: Upah buruh untuk merambat naik dari Rp64.839 menjadi Rp71.402.
  • Pembibitan: Upah buruh untuk pembibitan naik dari Rp70.728 menjadi Rp71.900.
  • Memanen: Upah buruh untuk memanen meningkat dari Rp67.504 menjadi Rp72.444.
  • Mencangkul: Upah buruh untuk mencangkul meningkat dari Rp70.703 pada Januari menjadi Rp74.824 pada Juni.

Baca Juga: Besar Kandungan Gula dalam Minuman Kemasan, Hati-hati Diabetes

Upah Buruh Tani Tidak Sebanding dengan Risiko yang Dihadapi

Berdasarkan data di atas, upah yang didapatkan oleh buruh tani jelas tidak sebanding dengan risiko dan tantangan yang dihadapinya. Dengan upah yang tidak seberapa, para petani harus berjuang demi perut para penguasa.

Ironisnya, para penguasa pun jarang memerhatikan keselamatan dan keamanan para buruh tani. Hal ini dapat dilihat dari munculnya risiko leptospirosis melalui beberapa aktivitas petani, seperti mencangkul, menanam, dan pemupukan yang kebanyakan dilakukan di tanah lembab yang dapat terkontaminasi oleh urin hewan.

Selain itu, tidak adanya perlindungan kesehatan dan edukasi yang maksimal terkait risiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan membuat para petani Indonesia semakin terpuruk.

Rekomendasi untuk Mengurangi Risiko

Untuk mengurangi risiko leptospirosis di kalangan buruh tani dengan upah rendah, beberapa langkah penting perlu diambil, antara lain:

  • Memberikan edukasi tentang pencegahan leptospirosis, termasuk penggunaan pelindung diri dan praktik kebersihan yang baik.
  • Menyediakan alat pelindung seperti sepatu karet dan sarung tangan kepada buruh tani untuk melindungi mereka dari kontak langsung dengan tanah dan air yang terkontaminasi.
  • Meningkatkan fasilitas sanitasi di area kerja, seperti sistem drainase yang baik dan pengelolaan limbah.
  • Memperluas akses ke layanan kesehatan dan perawatan preventif bagi buruh tani dengan upah rendah untuk memastikan deteksi dan pengobatan dini.

Buruh tani dengan upah rendah menghadapi risiko leptospirosis yang tinggi karena kondisi kerja yang kurang ideal, keterbatasan sumber daya, dan kurangnya akses ke perawatan kesehatan yang memadai.

Dalam melindungi kesehatan para petani, penting untuk mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan yang efektif dan memastikan akses yang lebih baik ke perlindungan dan layanan kesehatan. Peningkatan kesadaran dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan organisasi terkait, sangat penting untuk mengurangi dampak leptospirosis di kalangan buruh tani.

Peningkatan upah buruh tani berpotensi memengaruhi pola kerja dan menurunkan risiko paparan leptospirosis. Dengan meningkatkan pemahaman dan penerapan langkah-langkah pencegahan, risiko kesehatan ini dapat dikelola dengan lebih baik.

Penting bagi semua pihak terkait, termasuk pemerintah dan organisasi pertanian, untuk bekerja sama dalam mengedukasi petani dan meningkatkan praktik perlindungan guna menjaga kesejahteraan di sektor pertanian.

Baca Juga: Penduduk Indonesia yang Mengeluh Sakit Terus Menurun dalam 5 Tahun Terakhir

Penulis: Zakiah machfir
Editor: Editor

Konten Terkait

Universitas Lokal Masih Jadi Favorit Anak Muda di Tengah Minat Studi ke Luar Negeri

Simak preferensi wilayah dan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan anak muda Indonesia dalam memilih tempat studi untuk pendidikan tinggi.

Simak Pertimbangan Anak Muda dalam Memilih Calon Gubernur 2024

Survei mengungkap 83,4% anak muda akan menggunakan hak pilihnya pada Pilkada 2024.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook