Akses Internet Makin Luas, Waspadai Bahaya Narkolema

Akses konten pornografi dapat menyebabkan kerusakan otak, terlebih pada anak di mana strukturnya belum berkembang sempurna.

Akses Internet Makin Luas, Waspadai Bahaya Narkolema Ilustrasi Akses Internet | Pexels

Perkembangan teknologi digital kini semakin tak terelakan. Optimalisasi teknologi digital tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, namun juga menciptakan peluang dalam berbagai aspek kehidupan.

Bagai dua sisi mata uang, teknologi ini juga dapat memberi peluang kepada mereka yang ingin mencari celah keuntungan. Namun, penggunaan yang tidak bijak oleh sejumlah pihak membuat setiap user harus waspada. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah penyebaran pornografi melalui internet.

Dahulu, konten pornografi hanya dapat ditemukan pada majalah-majalah orang dewasa, berbeda dengan sekarang yang bisa dengan mudahnya didistribusikan melalui teknologi digital. Perangkap mouse menjadi trik jahat yang digunakan penyedia pornografi untuk mengekspos siapa pun yang naif melalui internet.

Mark B. Kastleman dalam bukunya "The Drug of the New Millenium" menyatakan bahwa pornografi di internet akan menciptakan epidemi obsesi, kompulsi, dan kecanduan yang akan menyapu sebuah negara seperti gelombang pasang. Pornografi menghancurkan pernikahan, keluarga, dan kehidupan pribadi banyak orang. Pornografi yang dengan mudahnya terakses melalui internet menjadi narkoba versi baru yang mengintai generasi bangsa.

Narkolema adalah singkatan dari Narkoba Lewat Mata. Pengaruh buruk akibat adiksi pornografi yang didapatkan melalui konten visual kini bukan lagi sekedar dianggap sebuah aktivitas biasa. Kemudahan mengakses internet telah mengubah kecanduan pornografi menjadi pandemi. Konten pornografi kini tidak lagi dipromosikan secara terselubung namun secara terang-terangan melalui video, gambar, film ataupun animasi.

Pengguna Internet Didominasi Kalangan Usia Produktif

Pengguna internet kini tidak hanya mereka yang berusia dewasa, namun mereka yang berusia remaja bahkan anak-anak. Tidak hanya sebagai sumber pembelajaran, internet juga digunakan untuk pengembangan keterampilan pada anak dan membentuk koneksi sosial. Akses internet bagi anak-anak dapat membawa manfaat besar, namun juga berisiko jika tidak diawasi atau diarahkan dengan baik.

Internet Paling Banyak Diakses oleh Penduduk Usia 25-49 Tahun | GoodStats

Berikut rincian persentase penduduk yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir pada tahun 2019-2023:

Tahun/Umur 5-12 13-15 16-18 19-24 25-49 50+
2019 8,26% 6,99% 8,46% 17,40% 49,68% 9,21%
2020 9,64% 6,71% 7,79% 16,00% 49,25% 10,61%
2021 13,00% 6,49% 7,31% 14,48% 47,19% 11,52%
2022 12,19% 6,30% 6,83% 13,64% 47,79% 13,25%
2023 11,77% 5,97% 6,75% 13,36% 47,02% 14,12%

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat internet paling banyak diakses oleh mereka yang berumur 25-49 tahun. Selama 5 tahun terakhir, persentasenya mencapai hampir 50% pengguna. Kelompok berikutnya adalah mereka yang berumur 19-24 tahun, selama 5 tahun terakhir persentasenya berkisar 13-17%. Mereka yang berada dalam rentang umur ini sebagian besar adalah para pekerja dan ibu rumah tangga.

Akses Internet Tertinggi pada Anak-Anak Terjadi pada Tahun 2021 | GoodStats

Begitu mudahnya internet diakses anak-anak. Menurut data BPS, mereka yang berumur 5-18 tahun juga turut mengakses internet baik untuk mencari bahan pembelajaran atau hanya untuk hiburan. Selama 5 tahun terakhir, persentase pengguna pada umur ini mencapai 25-29%.

Pada tahun 2021, persentase akses internet pada umur 5-18 tahun mencapai 28,67% dan merupakan akses tertinggi selama 5 tahun terakhir. Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung kala itu mendorong pembelajaran dilakukan secara daring, sehingga persentasenya melonjak naik.

Sebagian Besar Digunakan untuk Hiburan

Penggunaan internet secara tepat dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi dalam kegiatan sehari-hari. Internet membantu memudahkan dalam mengakses informasi, menyediakan bahan pembelajaran, membuka peluang bisnis, hingga menyediakan sarana hiburan.

Sebagian Akses Internet untuk Hiburan | GoodStats

Pada tahun 2023, 80,26% penduduk mengakses internet untuk sarana hiburan, seperti bermain game online. Selanjutnya, 76% lebih penduduk mengakses internet untuk mendapatkan informasi berita dan media sosial. Browser dari beberapa platform pencarian seperti google.com hingga tools AI seperti chatgpt, tentunya dengan mudah diakses melalui internet. Jejaring sosial seperti WhatsApp juga menjadi sangat familiar di masyarakat berkat internet.

Hanya 2% penduduk yang memanfaatkan internet untuk bekerja dari rumah. Belajar dari sistem daring yang dipandang cukup efektif pada saat pandemi, sistem WFA mulai dilirik sebagai alternatif untuk efisiensi pekerjaan. Meski pandemi dinyatakan berakhir, sistem daring masih digunakan di beberapa lini pekerjaan formal.

Akses Konten Porno, Sebabkan Kerusakan Otak

Dengan begitu banyak manfaat internet, diperlukan regulasi yang tepat supaya tidak menimbulkan efek negatif di kemudian hari. Pakar Psikologi Elly Risman menyatakan, mengakses konten pornografi dapat menyebabkan kerusakan otak, terutama pada anak-anak karena struktur otaknya yang belum terbentuk sempurna sehingga berisiko lebih besar daripada orang dewasa.

Risiko kecanduan, terganggunya konsentrasi, hingga gangguan kognitif seperti speech delay dapat terjadi pada anak yang terlalu banyak menggunakan internet. Efek candu pornografi ini dipandang sama dengan efek candu NAPZA. Oleh karena itu, pornografi sering disebut sebagai narkolema, alias Narkoba Lewat Mata.

Akibatnya, laporan kejahatan dengan latar belakang seksual kian hari semakin meningkat, seiring dengan semakin mudah dan meratanya akses internet pada berbagai kalangan usia.

Tren Kasus Kekerasan Seksual Terus Meningkat | GoodStats

Berdasarkan laporan Kemenpppa RI, jumlah kasus kekerasan seksual dari 2019 ke 2023 menunjukan tren yang meningkat. Peningkatan kasus terjadi pada semua umur baik dewasa ataupun anak-anak. Terdapat kesenjangan yang sangat tinggi antara kasus yang terjadi pada umur dewasa dengan kasus yang terjadi pada anak-anak. Kasus yang menimpa anak-anak menunjukan proporsi yang lebih tinggi dibandingkan kasus pada umur dewasa.

Kasus paling tinggi terjadi pada 2023 sejumlah 12.343 kasus. Sebanyak 80% lebih kasus terjadi pada anak-anak, yaitu sekitar 10.178 kasus. Sedangkan kasus yang terjadi pada orang dewasa hanya 2.166 kasus.

Kenaikan kasus kekerasan merupakan isu mendalam yang masih memerlukan penanganan serius, mengingat dipundak anak-anaklah terpikul masa depan bangsa. Banyaknya kasus kekerasan berbasis seksual pada anak-anak tidak hanya menyebabkan luka secara fisik tetapi juga pemicu trauma mendalam pada diri anak.

Tentunya tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan otak merupakan upaya yang lebih bijak daripada tindakan kuratif yang cenderung lebih sulit dilakukan. Salah satu di antaranya adanya regulasi penggunaan akses internet terutama pada usia anak-anak.

Meningkatkan resiliensi digital pada anak-anak menjadi krusial, tidak hanya dalam hal penggunaan teknologi secara bijak, tetapi juga dalam kemampuan untuk mengenali serta menghadapi berbagai ancaman yang mungkin terjadi di dunia maya, seperti yang diungkapkan Pribudiarta Nur Sitepu, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada saat webinar Resiliensi Digital dan Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak Secara Online, Rabu (3/7).

Baca Juga: Masyarakat Indonesia Rentan Terpapar Iklan Judi Online di Internet

Penulis: Luxia Fajarati
Editor: Editor

Konten Terkait

Gen Z Paling Rajin Konsumsi Media, Daya Fokus Paling Rendah

Gen Z jadi generasi dengan daya fokus terendah dibanding generasi sebelumnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh waktu penggunaan dan format konten yang dikonsumsi.

Fenomena 'Indonesia' Dijadikan Clickbait oleh Konten Creator Mancanegara

Di era digital ini, konten kreator mancanegara kerap membahas Indonesia di platform seperti YouTube sebagai bahan clickbait konten mereka.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook