Celios Tawarkan Solusi Berkelanjutan Soal Defisit Fiskal Indonesia

Celios beberkan bahwa Indonesia miliki potensi penerimaan alternatif hingga mencapai Rp524 triliun setiap tahunnya.

Celios Tawarkan Solusi Berkelanjutan Soal Defisit Fiskal Indonesia Ilustrasi Pajak | Jakub Żerdzicki/Unsplash
Ukuran Fon:

Saat ini Indonesia tengah melakukan efisiensi anggaran dengan target penghematan mencapai Rp750 triliun. Target tersebut dikejar melalui tiga putaran dan putaran pertama menargetkan Rp300 triliun pada tahun ini. Celios menilai kebijakan tersebut adalah respons reaktif fiskal akibat beban utang yang harus dibayarkan pada 2025 ini.

Efisiensi tersebut diejawantahkan melalui pemangkasan belanja operasional di kementerian dan lembaga, penundaan atau pembatalan proyek non prioritas, hingga penyesuaian target belanja modal. 

Meskipun pemerintah berkeyakinan bahwa efisiensi tidak akan berdampak kepada pelayanan publik, Celios berpendapat sebaliknya. Secara tidak langsung, kebijakan efisiensi akan berdampak perekonomian rakyat. Uang yang berputar di rakyat kecil akan melemah karena Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) yang mestinya disasar ke sana malah dialihkan ke program strategis nasional ambisius yang belum tampak dampak positifnya terhadap masyarakat kecil. Sebut saja, program makan bergizi gratis, koperasi desa merah putih, dan penyertaan modal Danantara.

Dengan kata lain, APBN yang mengalir ke pemerintah daerah dipotong habis-habisan. Kondisi tersebut membuat pemerintah daerah harus memutar otak untuk meningkatkan pendapatan daerah. Salah satunya tindakan ekstrem yang dilakukan Bupati Pati Sudewo dengan kebijakan menaikkan Pajak Bumi Bangunan (PBB) hingga 250% yang memicu aksi demonstrasi pada 13 Agustus 2025 lalu.

Celios menilai pemerintah, baik daerah maupun pusat, yang berusaha meningkatkan pendapatan dengan menaikan pajak kepada target rentan perlu dievaluasi. Hal ini digambarkan sebagai kegiatan berburu hewan di kebun binatang.

Dalam dunia perpajakan, istilah berburu di kebun binatang merujuk pada strategi yang hanya menargetkan wajib pajak yang mudah ditemukan, memiliki catatan jelas, dan sudah taat aturan, seperti pegawai, guru, dosen, karyawan swasta, buruh, perusahaan, maupun UMKM formal. Pendekatan ini justru mengabaikan upaya mengejar kelompok kaya, korporasi besar, atau entitas yang menyembunyikan kekayaan dan menghindari pajak melalui skema kompleks, misalnya transfer pricing atau pemanfaatan tax haven.

Berdasarkan hal tersebut, Celios menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi penerimaan pajak alternatif mencapai Rp469 triliun hingga Rp524 triliun setiap tahunnya.

Setidaknya Indonesia memiliki 12 potensi sumber pendapatan alternatif | Goodstasts

1. Pengakhiran Insentif Pajak Pro Konglomerat – Rp137,4 Triliun

Pajak ini merujuk pada upaya reformasi kebijakan perpajakan yang selama ini memberi pengecualian, penangguhan, pengurangan, bahkan pembebasan pajak kepada korporasi besar tanpa justifikasi manfaat ekonomi yang jelas bagi masyarakat.

2. Pajak Kekayaan – Rp81,6 Triliun

Salah satu pajak progresif yang dikenakan atas total kekayaan bersih milik individu, meliputi aset tanah, properti, saham, kendaraan, karya seni, dan simpanan rekening. Pajak ini menjadi kontribusi dari mereka yang paling diuntungkan oleh sistem ekonomi kepada masyarakat luas.

3. Pajak Karbon – Rp76,4 Triliun

Pajak berikutnya berupa pungutan yang dikenakan terhadap emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO₂), yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi seperti industri, pembangkitan listrik, dan transportasi. Tujuannya adalah memberi tarif pada polusi, mendorong pengurangan emisi, serta transisi menuju energi bersih.

4. Pajak Produksi Batubara – Rp34,3-66,5 Triliun

Instrumen fiskal yang dikenakan atas aktivitas ekstraksi dalam bentuk pungutan khusus berbasis kelebihan volume atau nilai produksi.

5. Pajak Windfall Profit sektor Ekstraktif – Rp.49,9 Triliun

Pajak ini merupakan tambahan yang dikenakan atas keuntungan perusahaan akibat lonjakan harga pasar yang tidak disebabkan oleh kinerja sendiri, melainkan faktor eksternal atau dinamika pasar.

6. Pajak Penghilangan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Loss Tax) –Rp48,6 Triliun

Instrumen pajak ini dikenakan kepada pelaku usaha, industri, dan proyek pembangunan yang terbukti mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati, seperti deforestasi, konversi lahan, eksploitasi bentang alam, kepunahan spesies, dan kerusakan degradasi lainnya.

7. Pajak Digital – Rp22,5-29,5 Triliun

Berikutnya adalah pajak digital, instrumen pemajakan atas aktivitas ekonomi yang berlangsung di ranah digital, seperti penjualan barang dan jasa digital, iklan online, layanan streaming, dan platform digital lintas negara. Pajak ini memastikan bisnis digital yang memanfaatkan pasar lokal juga berkontribusi pada penerimaan negara.

8. Pajak Warisan – Rp6-20 Triliun

Pajak warisan adalah pungutan atas kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang kepada ahli warisnya, baik berupa tanah, rumah, saham, deposito, bisnis, atau aset lainnya.

9. Pajak Capital Gain – Rp7 Triliun

Pajak ini menyasar keuntungan dari kenaikan nilai aset yang dijual atau dialihkan lebih tinggi dari harga beli, dengan memperhatikan ambang batas tertentu. Umumnya berlaku pada aset investasi seperti properti, saham, dan obligasi.

10. Pajak Kepemilikan Rumah Ketiga – Rp2,8-4,7 Triliun

Pajak kepemilikan rumah ketiga adalah pungutan fiskal atas kepemilikan properti bernilai sangat tinggi, seperti rumah elit, apartemen premium, vila eksklusif, dan bangunan komersial berstandar tinggi.

11. Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan – Rp3,9 Triliun

Cukai ini adalah pungutan khusus atas minuman kemasan yang mengandung tambahan gula, baik dalam bentuk cair seperti sirup, teh manis kemasan, minuman berkarbonasi, maupun serbuk.

12. Penurunan tarif PPN dari 11% ke 8% – Rp1 Triliun

Kebijakan fiskal dengan mengurangi persentase pungutan PPN atas konsumsi barang dan jasa. PPN adalah pajak tidak langsung yang dibebankan kepada konsumen akhir pada setiap tahap produksi dan distribusi.

Baca Juga: Data Target dan Realisasi Penerimaan Pajak 5 Tahun Terakhir

Sumber: 

https://celios.co.id/dengan-hormat-pejabat-negara-jangan-menarik-pajak-seperti-berburu-di-kebun-binatang/

Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor

Konten Terkait

Negara-negara Ini Juga Merdeka di Bulan Agustus, Mana Saja?

Kurang lebih 22 negara di dunia menyatakan kemerdekaannya pasca berakhirnya Perang Dunia II, beberapa di bulan Agustus.

Intip Biaya Produksi Film Demon Slayer: Infinity Castle vs Mugen Train

Film Demon Slayer the Movie hadir dengan produksi fantastis, dari Mugen Train hingga Infinity Castle. Berikut perbanding biaya produksinya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook