Ramai Kafe Tanpa Musik karena Isu Royalti, Ternyata Begini Datanya

Isu royalti musik tengah jadi sorotan, memicu perdebatan panas di media sosial antara musisi hingga keresahan pelaku usaha kafe dan UMKM.

Ramai Kafe Tanpa Musik karena Isu Royalti, Ternyata Begini Datanya Ilustrasi Musisi | EyeEm/Freepik
Ukuran Fon:

Persoalan hak cipta dan sistem royalti musik di Indonesia kembali menjadi bahan pembicaraan hangat akhir-akhir ini. Perdebatan yang sempat mencuat di media sosial antar musisi mengenai siapa yang seharusnya mendapat bagian tertentu serta pelaku usaha yang kebingungan terkait aturan pembayaran royalti, membuat masyarakat semakin memperhatikan tata kelola royalti di tanah air.

Situasi inilah yang kemudian membawa perhatian publik pada data dan kinerja lembaga resmi yang menyalurkan royalti setiap tahunnya. Isu ini sebenarnya bukan sekadar soal nominal rupiah yang diterima oleh para pelaku musik, melainkan juga menyangkut keadilan dan pengakuan atas karya seni. Di banyak negara, pembagian royalti sering menjadi tolak ukur profesionalitas industri musik, tak terkecuali di Indonesia. Semakin baik tata kelola dan transparansi distribusi royalti, semakin tinggi pula kepercayaan publik terhadap sistem perlindungan hak cipta. Dengan kata lain, data distribusi bukan hanya angka, tetapi juga cerminan kesehatan ekosistem musik nasional.

Industri musik Indonesia sendiri terus mengalami pertumbuhan, baik dari segi jumlah karya maupun pengelolaan hak cipta. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai institusi resmi yang menyalurkan royalti, setiap tahun melaporkan jumlah distribusi yang berhasil dibagikan kepada para pemegang hak.

Distribusi Royalti Meningkat Setiap Tahun

Terjadi peningkatan distribusi royalti di Indonesia tiga tahun terakhir | GoodStats

Data terbaru menunjukkan adanya peningkatan distribusi royalti yang konsisten, menggambarkan sistem distribusi yang semakin mapan sekaligus memberi dampak nyata bagi pencipta, produser, maupun musisi.

Jika menilik tiga tahun terakhir berdasarkan grafik di atas, total distribusi royalti yang disalurkan LMKN selalu meningkat. Pada 2022 jumlahnya mencapai Rp27,81 miliar, lalu naik signifikan menjadi Rp40,79 miliar di 2023, hingga akhirnya tembus Rp54,24 miliar pada 2024, hampir dua kali lipat dari jumlah distribusi royalti tahun 2022.

Lompatan angka tiap tahun memberi sinyal bahwa ekosistem musik Indonesia tengah bergerak ke arah yang lebih profesional. Bagi pencipta lagu maupun pelaku industri lainnya, perkembangan ini menjadi kabar baik karena menunjukkan adanya kepastian bahwa karya mereka benar-benar dihargai.

Peningkatan distribusi ini mencerminkan dua hal penting. Pertama, semakin banyak pengguna karya musik seperti konser, restoran, hotel, hingga platform digital yang taat membayar royalti. Kedua, kesadaran publik juga makin kuat bahwa musik adalah hasil karya intelektual yang pantas diberi penghargaan finansial.

Distribusi Penerima Royalti pada Pelaku Industri Kreatif

Penerima royalti terbesar di industri kreatif tahun 2024 adalah pencipta | GoodStats

Sementara itu, pembagian berdasarkan peran pada tahun 2024 masih memperlihatkan dominasi pencipta lagu. Dari total Rp54,24 miliar, sekitar Rp34,03 miliar atau 62,74% jatuh ke tangan pencipta. Angka ini menegaskan posisi penting pencipta sebagai fondasi utama industri musik. Tanpa karya mereka, roda industri tak akan berputar. Dominasi ini sekaligus menunjukkan bahwa sistem perlindungan hak cipta di Indonesia semakin kokoh.

Produser memperoleh bagian sebesar Rp10,64 miliar atau 19,62%, mencerminkan kontribusi vital mereka dalam menghadirkan musik yang berkualitas meski porsinya lebih kecil. Sedangkan performer atau para penyanyi dan musisi menerima Rp9,57 miliar atau 17,64%. Walaupun proporsinya tidak sebesar pencipta, peran performer tetap krusial karena mereka adalah wajah dari karya musik yang dikenal publik.

Secara teknis, penyaluran kepada pencipta dilakukan melalui LMK seperti KCI, WAMI, RAI, Pelari, dan Langga Kreasi Budaya. Produser menerima royalti lewat LMK SELMI dan ARMINDO, sedangkan performer melalui LMK ARDI, PAPPRI, PRISINDO, PROINTIM, dan SMI. Rincian ini menunjukkan betapa rumit sekaligus terorganisirnya sistem manajemen royalti di Indonesia, dengan berbagai lembaga yang mewakili kelompok kepentingan masing-masing.

Meski tren positif terlihat jelas, tantangan ke depan masih cukup besar. Percepatan distribusi, peningkatan transparansi, serta penyesuaian dengan era digital yang didominasi platform streaming harus menjadi fokus utama. Data pemutaran lagu yang akurat, kolaborasi lintas platform, serta literasi hak cipta bagi masyarakat luas akan menjadi kunci keberhasilan sistem ini di masa depan.

Secara keseluruhan, distribusi royalti musik Indonesia sepanjang 2022–2024 menampilkan perkembangan yang menggembirakan. Jumlah yang terus meningkat menunjukkan bahwa karya musik makin dihargai, sementara pembagian peran memperlihatkan pentingnya sinergi antara pencipta, produser, dan performer. Dengan total distribusi royalti Rp54 miliar lebih yang berhasil dibagikan pada 2024, industri musik Indonesia melangkah ke arah yang lebih sehat, berkelanjutan, dan adil bagi seluruh pihak yang terlibat.

Baca Juga: Fenomena Kafe Tanpa Musik Kian Ramai Imbas Royalti, Apa Kata Publik?

Sumber :
https://www.lmkn.id/distribusi/

https://www.bbc.com/indonesia/articles/cdx0nng45zdo

https://www.tempo.co/ekonomi/lmkn-sebut-jumlah-pelaku-usaha-yang-bayar-royalti-musik-minim-kesadaran-masih-rendah-2056669



Penulis: Nur Azis Ramadhan
Editor: Editor

Konten Terkait

Mayoritas Anak Muda Tidak Kuliah Akibat Faktor Finansial

Menurut Deloitte, 39% anak muda tidak melanjutkan kuliah karena faktor finansial.

Dibalik Polemik Penghapusan Jurusan Filsafat di Indonesia

Faktanya, dari 89 universitas negeri di Indonesia, hanya terdapat dua universitas yang membuka jurusan filsafat.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook