Pendidikan dipandang sebagai kunci penting untuk memutus rantai kerentanan sosial bagi anak-anak yang tumbuh tanpa dukungan keluarga inti. Menurut survei Litbang Kompas, sebanyak 72,2% publik mengungkap bahwa hak pendidikan atau sekolah menjadi prioritas utama yang harus diberikan kepada anak panti asuhan.
Selain pendidikan, kebutuhan sehari-hari seperti makanan yang cukup dan pakaian yang layak menempati posisi kedua dengan proporsi 70,6%. Angka yang hampir seimbang dengan pendidikan ini menunjukkan bahwa pemenuhan hak anak di panti asuhan tidak hanya berbicara tentang masa depan, tetapi juga tentang keberlangsungan hidup mereka sehari-hari.
Namun, ada hak lain yang masih kurang mendapat sorotan besar meski tidak kalah penting, yakni perlindungan dari tindak kekerasan dengan persentase 38,4% serta kesehatan raga dan jiwa dengan proporsi 37,7%. Perhatian publik tampaknya masih lebih terfokus pada aspek material daripada perlindungan dan kesehatan menyeluruh.
Angka yang relatif rendah ini dapat menjadi sebagai alarm penting, mengingat anak-anak panti asuhan rentan terhadap pelecehan, eksploitasi, perundungan, ataupun masalah kesehatan mental akibat kondisi sosial-psikologis yang dihadapi.
Pada Februari 2025 lalu, Menteri Sosial (Mensos) Republik Indonesia (RI) memberi sanksi tegas berupa penutupan terhadap sebuah panti asuhan di Surabaya, Jawa Timur, yang pemiliknya terlibat dalam kasus kekerasan seksual serta pencabulan terhadap anak asuhnya.
Ia menekankan pemerintah tidak akan menoleransi praktik kekerasan seksual hingga pencabulan di panti asuhan dan akan memastikan anak-anak yang menjadi korban mendapat perlindungan serta pendampingan yang layak.
"Kalau sudah ada kasus-kasus seperti itu, tidak bisa ditoleransi. Kami harus tutup," ujarnya setelah kegiatan penandatanganan MoU Kementerian Sosial (Kemensos) dan Forum Rektor Indonesia di Graha Unesa, Surabaya, Senin (10/2/2025).
Sementara itu, masih ada sebagian kecil pubik yang belum sepenuhnya memahami urgensi pemenuhan hak anak di panti asuhan, ditandai dengan 1,1% responden yang menyatakan tidak tahu.
Pengumpulan data dalam survei Litbang Kompas dilakukan dengan mewawancarai 512 responden dari 64 kota di 38 provinsi Indonesia dengan ketentuan responden dapat memilih lebih dari satu jawaban (multirespons). Survei ini dilaksanakan pada 14-17 Juli 2025 dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error sebesar ± 4,25%.
Bagaimana dengan Indeks Hak Asasi Anak Indonesia?
Data indeks hak asasi anak Indonesia periode 2015–2025 yang dirilis oleh KidsRights menunjukkan bahwa nilainya hanya bergerak dalam rentang sempit antara 0,65 hingga 0,71 dari skala 0,01 sampai 1. Angka ini mengindikasikan bahwa dalam kurun sedekade terakhir, perbaikan signifikan dalam pemenuhan hak anak belum sepenuhnya terwujud.
Peningkatan sempat terjadi pada tahun 2016, ketika nilai indeks mencapai titik tertinggi sebesar 0,71. Namun setelah itu, trennya cenderung menurun perlahan dan bertahan di kisaran 0,67-0,69 hingga akhirnya kembali ke nilai yang sama seperti awal periode 2015, yaitu sebesar 0,65 pada tahun 2024 dan 2025.
Angka ini masih kalah jauh jika dibandingkan dengan indeks hak asasi anak yang diperoleh negara se-Asia Tenggara lainnya, yaitu Thailand dan Malaysia sebagai pemegang skor tertinggi dengan perolehan nilai masing-masing mencapai 0,86 dan 0,8 pada tahun 2025.
Dengan skor tersebut, Thailand menempatkan dirinya pada urutan ke-10 untuk pemeringkatan nilai indeks hak asasi anak sedunia. Malaysia masih berada di 30 besar, duduk di bangku ke-27 dalam daftar ini. Adapun Indonesia hanya mampu bertengger di posisi ke-103.
KidsRights sendiri melakukan pemeringkatan tahunan dengan tujuan untuk menilai sejauh mana negara melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Indeks ini melibatkan 194 negara yang sudah mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Anak.
Terdapat lima aspek utama yang dinilai dalam pemenuhan hak asasi anak, yaitu hak hidup, kesehatan, pendidikan, perlindungan, dan lingkungan pendukung hak anak. Aspek pertama sampai keempat dinilai secara kualitatif dengan data resmi dari PBB dalam rentang 0,01-1
Sedangkan aspek terakhir dinilai berdasarkan Concluding Observations, yaitu catatan resmi yang dibuat oleh Komite PBB Hak Anak setelah meninjau laporan negara tentang kondisi anak. Catatan ini berisi penilaian, kritik, dan rekomendasi yang kemudian dipakai sebagai dasar skor dalam indeks dari rentang skor 1-5. Indeks hak asasi anak diperoleh dari rata-rata kelima aspek.
Dengan demikian, mandeknya nilai indeks hak asasi anak merupakan cerminan nyata dari kondisi di lapangan dengan anak-anak panti asuhan menjadi salah satu kelompok terdampak. Meningkatkan pemenuhan hak anak panti menjadi langkah konkret untuk memperbaiki skor indeks sekaligus mewujudkan cita-cita perlindungan anak yang inklusif dan berkeadilan.
Baca Juga: Indeks Hak Asasi Anak di ASEAN 2025
Sumber:
https://data.kompas.id/data-detail/kompas_polling/689c05fa0b25e839dfc46a69?query&subject&datefrom&dateto&author&publication&typesearch=5&size=10&collection=sta&page¤tpage=4&orderdirection=desc
https://www.kidsrights.org/
https://www.antaranews.com/berita/4638961/mensos-terapkan-sanksi-tegas-penutupan-panti-asuhan-terlibat-asusila
Penulis: Shahibah A
Editor: Editor