Tanggal 9 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai hari antikorupsi sedunia, sebuah kampanye global yang bertujuan meningkatkan kesadaran semua orang agar memiliki sikap antikorupsi dan memandang korupsi sebagai musuh bersama yang mesti dilawan dan diberantas.
Di Indonesia, praktik korupsi masih merajalela. Begitu pun dengan komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi yang ditunjukkan nampaknya masih jauh dari kata optimal, bahkan kian mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Indonesia catat penurunan skor pada 2022 lalu menjadi 34, turun 4 poin dari tahun sebelumnya. Dari segi peringkat, posisi Indonesia juga terlempar ke peringkat 110 secara global.
Selain itu, potensi kerugian negara akibat korupsi juga kian membengkak dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, angkanya sebesar Rp18,6 triliun, meningkat setahun setelahnya menjadi Rp29,4 triliun, dan pada 2022 lalu kembali naik hingga mencapai Rp42,7 triliun.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat total ada sebanyak 579 kasus dan 1.396 orang yang ditetapkan sebagai tersangka tipikor sepanjang 2022 lalu. Dari jumlah ini, sebagian besar penindakan dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), dengan rata-rata penanganan sebanyak 3 kasus di hampir seluruh provinsi.
Nilai kerugian negara dari kasus-kasus tipikor yang ditangani Kejagung sepanjang 2022 juga menjadi yang terbesar di antara institusi lainnya yakni Rp32,2 triliun, diikuti KPK sebesar Rp2,2 triliun, dan Kepolisian sebesar Rp1,3 triliun.
Sejumlah kasus korupsi “jumbo” yang ditangani Kejagung pada 2022 di antaranya adalah kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang merugikan keuangan dan perekonomian negara hingga Rp18,3 triliun, dan korupsi di PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. terkait pengadaan pesawat CRJ Bombardier dan ATR yang merugikan keuangan negara hingga Rp8,8 triliun.
Sementara itu di tahun 2023, KPK mencatat setidaknya ditemukan 128 tindak pidana korupsi hingga November.
Gratifikasi menjadi jenis perkara tipikor paling banyak yang terjadi sejauh ini di 2023, dengan 63 kasus. Diikuti tipikor pada pengadaan barang/jasa sebanyak 54 kasus dan tindak pidana pencucian uang sebanyak 8 kasus.
Salah satu dari deretan kasus ini menyeret Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang dibekuk KPK pada Kamis (12/10) lalu. Syahrul ditangkap setelah mangkir dari panggilan penyidik KPK yang menersangkakan dirinya atas dugaan gratifikasi, pengadaan barang, dan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian.
Teranyar, hasil pemeriksaan terhadap Syahrul juga menyeret nama Ketua KPK, Firli Bahuri, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada Rabu (22/11), atas dugaan kasus pemerasan dan gratifikasi, berkaitan dengan perkara dugaan korupsi Syahrul.
Fenomena yang terjadi belakangan, dipandang publik sebagai puncak dari melemahnya komitmen moral yang ditunjukkan pemerintah dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Koordinator ICW, Agus Sunaryanto menganggap, momentum hari antikorupsi sedunia yang seharusnya bisa dirayakan dengan sukacita, saat ini justru harus dirayakan dengan dukacita oleh publik Indonesia.
"Jadi pada satu titik kita mungkin boleh bergembira karena penegakan hukum itu tidak berhenti, tapi di sisi lain justru kita yang harus kita ratapi adalah orang-orang yang harusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum justru menjadi aktor yang terjerat dalam hukum itu sendiri," ucap Agus, dikutip Metrotvnews.com, Rabu (9/12).
Penulis: Raka B. Lubis
Editor: Iip M Aditiya