Pasca pandemi Covid-19, perekonomian Indonesia terus menunjukkan kondisi pemulihan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian nasional yang resilien ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang positif pada tahun 2021 sebesar 3,70%. Sebelumnya, nilainya terkontraksi cukup besar pada masa pandemi di tahun 2020 sebesar 2,07%.
Selain Indonesia, rupanya kondisi pemulihan ekonomi juga dialami oleh negara-negara di wilayah dalam lingkup ASEAN (Association of Southeast Asia Nation) lainnya. Bersumber dari laporan IMF (International Monetary Fund), hampir semua negara dalam lingkup ASEAN mengalami pertumbuhan ekonomi di tahun 2022.
“ASEAN-5 yang terdiri dari Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan positif sebesar 5,47% pada 2022. Angka ini bahkan lebih tinggi dibanding tahun 2019 sebelum pandemi,” tulis BPS dalam laporannya.
Sementara, pertumbuhan ekonomi tertinggi dialami oleh Malaysia dengan laju pertumbuhan 8,69% pada 2022. Sedangkan, Indonesia berada di peringkat keempat setelah Filipina dengan laju pertumbuhan sebesar 5,31%.
Dilaporkan, Myanmar yang sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 17, 94% mampu tumbuh positif sebesar 1,97% pada tahun 2022. Brunei Darussalam yang sebelumnya juga mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,59% juga mulai menunjukkan laju pertumbuhan. Meskipun, nilainya masih terkontraksi sebesar 1,51% pada 2022.
Lantas, bagaimana rincian pertumbuhan perekonomian nasional? Berikut selengkapnya.
PDB alami pertumbuhan sejak masa pandemi Covid-19
PDB (Produk Domestik Bruto) merupakan salah satu indikator penting untuk menggambarkan kondisi perekonomian nasional. Berdasarkan laporan BPS, PDB Indonesia per kapita pada tahun 2022 mencapai Rp71 juta atau sekitar US$4.783,9.
Sementara, PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp19.588,4 triliun dan pendapatan nasional tercatat sebesar Rp14,391,3 triliun. Adapun, selisih antara PDB dan pendapatan nasional meningkat sebesar 17,95% dari tahun 2021 hingga 2022.
BPS melaporkan, nilai PDB dan pendapatan nasional mengalami peningkatan sejak masa pandemi Covid-19. Tercatat, nilai PDB pada tahun 2021 sebesar 16.976,7 triliun dan pendapatan nasional sebesar 12.570,5 triliun.
Adapun, PDB menurut lapangan usaha menunjukkan besaran nilai yang diciptakan dari aktivitas produksi berbagai lapangan usaha dalam perekonomian. Lapangan usaha dalam perhitangan PDB nasional dikelompokkan ke dalam 17 kategori lapangan usaha.
BPS memaparkan, industri pengolahan secara konsisten menjadi lapangan usaha yang menyumbang proporsi terbesar terhadap PDB Indonesia sejak periode tahun 2018-2022. Pada tahun 2022, industri pengolahan berkontribusi sebesar 18,34% atau sekitar Rp3.591,8 triliun.
“Baik secara nominal maupun riil, industri pengolahan selalu menjadi lapangan usaha yang berkontribusi paling tinggi dalam perekonomian. Secara nominal, nilainya mencapai Rp3.591.774,7 miliar pada 2022. Sedangkan, secara riil nilainya Rp2.396.603,0 miliar pada 2022,” jelas BPS.
Ini disusul oleh industri perdagangan dan reparasi mobil-motor di posisi kedua dengan proporsi 12,85% atau Rp2.516,6 triliun. Selanjutnya, ada pula lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan dengan kontribusi 12,40% atau sebesar Rp2.428,9 triliun.
Di sisi lain, terdapat beberapa lapangan usaha yang justri mengalami perlambatan laju pertumbuhan. Salah satu di antaranya adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang tumbuh melambat dari 10,45% pada tahun 2021 menjadi hanya 2,74% pada tahun 2022.
Surplus neraca perdagangan 2022 raih rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir
Di tahun 2022, surplus neraca perdagangan Indonesia berhasil membukukan rekor tertinggi sejak tahun 2012 yang mencapai US$54,46 miliar. Jika dirinci, total nilai ekspor Indonesia sepanjang tahun 2022 dilaporkan mencapai US$291,98 miliar. Sementara, nilai impor Indonesia mencapai US$237,52 miliar.
BPS mencatat, penguatan kinerja ekspor di tahun 2022 paling banyak disumbang oleh nilai ekspor nonmigas yang naik sebesar 25,8% yoy (year-on-year) menjadi US$275,95 miliar. Kenaikan ekspor nonmigas tertinggi berdasarkan golongan barang HS 2 digit berasal dari komoditas bahan bakar mineral yang nilainya meningkat sebanyak US$22,15 miliar.
“Dibandingkan tahun 2021, ekspor bahan bakar mineral naik 67,46%. Sementara, volumenya hanya naik 7,17%. Jika meninjau negara tujuan, peningkatan terbesarnya ada di India, Jepang, dan China,” jelas Kepala BPS Margo Yuwono seperti yang dikutip dari Bisnis.com.
Peningkatan ekspor terbesar selanjutnya diikuti oleh komoditas besi dan baja senilai US$6,89 miliar. Disusul oleh komoditas nikel dan barang daripadanya sebesar US$4,69 miliar. Lalu, ada juga komoditas bijih logam, terak, dan abu yang mencatatkan peningkatan sebesar US$3,94 miliar.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya