Dalam beberapa tahun terakhir, pinjaman online (pinjol) telah menjadi salah satu solusi finansial yang praktis dan cepat diakses oleh masyarakat Indonesia. Kemudahan proses, minimnya persyaratan, hingga cepatnya mendapatkan dana yang dibutuhkan membuat layanan ini semakin digandrungi dari hari ke hari, dengan jumlah pengguna yang terus bertambah. Akibatnya, nilai transaksi pinjol pun terus meningkat.
Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai penyaluran fintech lending atau pinjol telah mencapai Rp27,92 triliun pada Maret 2025. Jumlah ini tercatat naik 3,8% dibanding bulan sebelumnya yang sebesar Rp26,9 triliun, sekaligus jadi rekor tertinggi pada 2025.
Pada Maret 2025, terdapat 15,4 juta akun penerima pinjol, naik 4,8% dibanding bulan Februari. Sebanyak 73% atau sekitar 11,31 juta akun berada di Jawa.
Jumlah Perusahaan Terus Turun
Sementara itu, laporan OJK juga mencatat penurunan jumlah perusahaan pinjol dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Desember 2019, terdapat 164 perusahaan pinjol yang terdaftar dalam negeri. Jumlah tersebut kemudian terus menurun di tahun berikutnya, menjadi hanya 149 perusahaan.
Pada 2021, jumlah perusahaan pinjol turun lagi ke 103 perusahaan, dan pada 2022 berkurang 1 menjadi 102 perusahaan. Penurunan terus terjadi hingga Februari 2025, di mana OJK mencatat terdapat 97 perusahaan pinjol di Indonesia.
Sengaja Gagal Bayar
Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar menyoroti fenomena di mana ribuan pengguna pinjol sengaja tidak membayar pinjamannya akibat dorongan dari tren di media sosial.
"Jadi ada kelompok gagal bayar itu ada di Youtube, Instagram, Facebook, dan lain-lain di sosial media. Bahkan di TikTok juga ada. Nah, ini sangat mengganggu kita dan sangat merugikan tentunya, merugikan industri kami," ungkapnya pada Detikcom, Senin (16/6/2025).
Dorongan ini juga semakin menjadi tren di mana-mana, dengan jumlah yang tidak membayar utangnya semakin meningkat.
"Ada, akhirnya banyak. Bukan ada lagi, banyak. Karena kalau kita lihat di Facebook, member mereka itu ribuan, bahkan ratusan ribuan yang menjadi member di sosial media itu, baik Instagram maupun Facebook dan beberapa sosial media yang lain. Jadi ada beberapa," jelasnya.
Fenomena ini mencerminkan tantangan yang dihadapi industri fintech lending yang terkenal akan kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan uang. Kemudahan ini justru banyak dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab, membuat pengguna pinjol yang benar-benar butuh menjadi korban.
Baca Juga: Kelas Menengah Mendominasi Pengguna Pinjol di Indonesia
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor