Kasus Kekerasan Seksual Capai 6 Ribu Per Tahun, Bagaimana Peran Pemerintah?

Capai 6.000 kasus per tahunnya, kekerasan seksual mendominasi kekerasan pada perempuan. Lantas, bagaimanakah peran pemerintah?

Kasus Kekerasan Seksual Capai 6 Ribu Per Tahun, Bagaimana Peran Pemerintah? Ilustrasi Kekerasan Seksual | Freepik

Di tengah maraknya isu feminisme dan kesetaraan gender, nyatanya masih ada hak perempuan yang harus diperjuangkan. Tingkat kesejahteraan perempuan masih rentan karena kerap mengalami kekerasan. Mengutip Halodoc, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa paling tidak sepertiga perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual.

Setiap Perempuan Rentan Mengalami Kekerasan 

Kasus kekerasan dapat terjadi di berbagai macam situasi dan lingkungan, mulai dari rumah tangga, keluarga, hingga hubungan pacaran. Aksi kekerasan pada perempuan tidak hanya dialami oleh kalangan remaja atau dewasa, tetapi oleh berbagai kalangan usia, baik anak-anak maupun dewasa.

Selain itu, pelaku juga tidak memandang status sosial ekonomi atau latar belakang korban. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi pelaku melakukan kekerasan terhadap perempuan, antara lain:

  1. Adanya pengaruh dari lingkungan
  2. Terobsesi untuk menjadi dominasi
  3. Kurang mengedepankan hati nurani
  4. Memiliki riwayat perilaku seks menyimpang

Laporan Kasus Kekerasan Perempuan Menurut Komnas Perempuan

Berdasarkan penjelasan di atas, Komnas Perempuan mengambil tindakan untuk mendata seluruh laporan kekerasan yang terjadi pada perempuan setiap tahunnya. Terdapat Catatan Tahunan (CATAHU) yang dipublikasikan setiap tanggal 8 Maret, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional. 

Pada 2022, CATAHU mengeluarkan laporan terkait pengaduan kekerasan perempuan. Terdapat dua bentuk pengaduan yang dilakukan, yakni terhadap Komnas Perempuan dan lembaga layanan.

Kasus kekerasan seksual menjadi yang paling sering dilaporkan, dengan total 6.330 kasus.
Kasus kekerasan seksual menjadi yang paling sering dilaporkan, dengan total 6.330 kasus | GoodStats

Sepanjang 2022, Komnas Perempuan menerima laporan 2.228 kasus kekerasan seksual dan 2.083 kasus kekerasan psikis. Selain itu, terdapat data laporan pengaduan dari lembaga layanan yang didominasi oleh kekerasan fisik sebesar 6.001 kasus, serta kekerasan seksual sebesar 4.102 kasus.

Apabila laporan pengaduan dari Komnas Perempuan dan lembaga layanan diakumulasikan, maka kasus kekerasan seksual berhasil menempati peringkat pertama, dengan total 6.330 kasus.

Baca Juga: Penghasilan Berkisar Rp3 Juta, Apakah Buruh di Indonesia Sudah Sejahtera?

Kekerasan Seksual Masih Kerap Terjadi Hingga Saat Ini

Data CATAHU di atas merepresentasikan realitas yang terjadi saat ini. Perempuan masih menjadi objek kekerasan dan belum mendapatkan ruang keamanan yang seutuhnya.

Pada tahun 2023, CATAHU mencatat sebanyak 289.111 kasus kekerasan terhadap perempuan masih terjadi di tanah air. Di balik angka tersebut, banyak korban menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan perlindungan dan pemulihan meskipun berbagai kebijakan telah tersedia.

Kini, kasus kekerasan bahkan terjadi di tengah lingkup pemerintah. Mengutip Kompas, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) telah mencopot jabatan Hasyim Asy’ari selaku ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Keputusan tersebut diambil akibat tindakan asusila, termasuk kekerasan seksual, yang dilakukan Hasyim kepada korban berinisial CAT yang diketahui merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.

Jumlah pelaku kekerasan semakin meningkat setiap tahunnya. Mengutip Komnas Perempuan, kekerasan perempuan terus terjadi akibat adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Tidak heran jika pelaku kebanyakan memiliki kekuasaan politik, pengetahuan, jabatan struktural, atau status sebagai tokoh keagamaan. 

Bagaimana Peran Negara dalam Mengentaskan Kasus Ini?

Pelecehan seksual, baik fisik maupun non-fisik, semakin banyak dilaporkan, menunjukkan pentingnya akan kesadaran hukum dan dukungan terhadap korban. Pemerintah dalam hal ini turut berupaya melindungi korban dan meminimasi kasus pelecehan seksual melalui penyusunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Dalam UU tersebut, terdapat upaya pemerintah untuk mencegah segala bentuk tindak pidana, penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban kekerasan seksual. Pengesahan UU tersebut menggambarkan komitmen pemerintah untuk menciptakan ruang yang lebih baik, terkhusus untuk perempuan.

Namun, penegakan hukum terhadap kekerasan seksual masih perlu ditingkatkan. Implementasi UU TPKS harus bisa dikuatkan kembali. Maka dari itu, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk saling bekerja sama menguatkan dan mengedepankan setiap hak-hak perempuan dengan cara:

  1. Menyediakan ruang kepemimpinan pada perempuan di lembaga/jabatan publik.
  2. Membangun mekanisme pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan kerja.
  3. Memastikan Proyek Strategis Nasional (PSN) dilaksanakan dengan menghormati hak asasi manusia dan melindungi kelompok rentan.
  4. Memastikan pengarusutamaan gender dalam setiap kebijakan dan program Kementerian/Lembaga.
  5. Meningkatkan alokasi dana APBN untuk layanan dan pemulihan korban.

Dengan begitu, upaya penanganan kasus kekerasan dapat membuahkan hasil yang lebih baik. Seluruh lapisan masyarakat, khususnya pemerintah perlu turut andil dalam mewujudkannya.

Baca Juga: Komnas Perempuan Catat 401.975 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Sepanjang 2023

Penulis: Zakiah machfir
Editor: Editor

Konten Terkait

Penyakit Jantung Jadi Penyakit yang Paling Ditakuti Orang Indonesia

Kekhawatiran terhadap penyakit fisik ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran akan pencegahan dan penanganan dini untuk menjaga kesehatan yang lebih baik.

Potensi Stress dan Gangguan Tidur Menjadi Kekhawatiran Masyarakat Indonesia

Dengan semakin beragamnya penyakit mental yang muncul, penting untuk lebih meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait kondisi ini.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook