Dalam struktur hierarki Gereja Katolik, kardinal memegang peranan penting sebagai penasihat utama Paus serta sebagai bagian dari College of Cardinals, yaitu lembaga yang memiliki hak istimewa dalam memilih Paus baru ketika terjadi kekosongan takhta suci.
Kardinal bukan sekadar jabatan kehormatan, melainkan posisi strategis yang memungkinkan seseorang berkontribusi dalam arah kebijakan dan masa depan Gereja Katolik secara global. Para kardinal umumnya berasal dari berbagai negara dan latar belakang, mencerminkan wajah universal Gereja yang tersebar di seluruh dunia.
Salah satu hak paling signifikan yang dimiliki oleh seorang kardinal adalah hak untuk memilih Paus baru dalam konklaf, yaitu proses pemilihan tertutup yang diadakan di Vatikan.
Namun, hak ini hanya berlaku bagi kardinal yang berusia di bawah 80 tahun pada saat kursi kepausan kosong. Ketentuan ini ditetapkan agar para pemilih memiliki kesiapan fisik dan mental dalam menghadapi proses yang intens dan penuh pertimbangan spiritual.
Menariknya, jumlah kardinal yang memiliki hak pilih atau disebut juga “kardinal elektoral” dapat berubah-ubah tergantung pada keputusan Paus yang sedang menjabat.
Jumlah Kardinal pada Masa Kepemimpinan Para Paus
Setiap Paus memiliki wewenang untuk mengangkat kardinal baru, biasanya melalui konsistori, dan keputusan tersebut sangat mencerminkan prioritas pastoral dan geopolitik Gereja. Misalnya, Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI, dan Paus Fransiskus memiliki pola tersendiri dalam memilih kardinal, baik dari segi jumlah maupun dari negara asal para kardinal tersebut.
Data dari Kantor Pers Tahta Suci Vatikan (The Holy See Press Office) menunjukkan jumlah kardinal yang diangkat oleh tiga Paus terakhir yaitu St. Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI, dan Paus Fransiskus berdasarkan status mereka sebagai pemilih atau non pemilih dalam konklaf hingga April 2025.
Terlihat bahwa jumlah kardinal pemilih paling banyak berasal dari pengangkatan Paus Fransiskus, yakni mencapai 108 orang. Ini merupakan jumlah yang sangat dominan dibandingkan dua pendahulunya, menandakan betapa aktifnya Paus Fransiskus dalam membentuk arah baru Gereja melalui penunjukan kardinal dari berbagai belahan dunia.
Sementara itu, jumlah kardinal pemilih dari masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI tersisa 22 orang, dan dari masa St. Yohanes Paulus II hanya 5 orang. Sebaliknya, jumlah kardinal non pemilih, yakni yang berusia di atas 80 tahun dan tidak lagi memiliki hak suara dalam pemilihan Paus, masih cukup banyak dari era dua Paus sebelumnya.
Paus Benediktus XVI memiliki 40 kardinal non pemilih, dan St. Yohanes Paulus II masih menyisakan 36. Hal ini menggambarkan kesinambungan sejarah kepemimpinan Gereja Katolik dan bagaimana figur-figur senior masih tetap dihormati meskipun sudah tidak aktif dalam proses pemilihan.
Persebaran Kardinal pada Setiap Benua
Eropa masih menjadi wilayah dengan jumlah kardinal terbanyak, yakni sebanyak 114 orang. Dominasi ini mencerminkan sejarah panjang Eropa sebagai pusat pertumbuhan dan kekuatan Gereja Katolik, mengingat Vatikan sendiri terletak di Roma, Italia.
Tradisi, institusi pendidikan teologi, dan jaringan keuskupan yang mapan menjadi alasan kuat mengapa Eropa tetap mendominasi dalam struktur hierarki Gereja.
Namun, jika melihat tren yang terjadi pada era Paus Fransiskus, tampak adanya upaya untuk menyeimbangkan representasi kardinal dari berbagai belahan dunia. Asia, misalnya, menempati posisi kedua dengan 37 kardinal, diikuti Amerika Selatan (32), Afrika (29), dan Amerika Utara (28).
Peningkatan jumlah ini menunjukkan perhatian khusus terhadap Gereja di kawasan Global South, di mana umat Katolik mengalami pertumbuhan yang pesat dan tantangan pastoral yang unik. Paus Fransiskus sendiri dikenal aktif mengangkat kardinal dari wilayah-wilayah yang sebelumnya kurang terwakili.
Sementara itu, wilayah dengan jumlah kardinal paling sedikit adalah Amerika Tengah (8) dan Oseania (4). Meski secara kuantitas rendah, pengangkatan kardinal dari kawasan ini tetap memiliki arti simbolis dan strategis, yakni sebagai bentuk pengakuan atas keberadaan umat Katolik di daerah-daerah minoritas.
Hal ini mencerminkan semangat universalitas Gereja Katolik, yang tidak hanya terpaku pada kekuatan tradisional di Eropa, melainkan terbuka terhadap keanekaragaman budaya dan realitas sosial umat Katolik di seluruh dunia.
Baca Juga: Paus Fransiskus Jadi Salah Satu Paus Tertua yang Pernah Memimpin
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor