Salah satu kunci menuju keberlanjutan lingkungan hidup dunia adalah dengan meregulasi mengenai kebijakan pengelolaan sampah-sampah di semua area. Sampah-sampah ini tidak selayaknya dibiarkan begitu saja, akan tetapi harus diatur sedemikian rupa agar tak menumpuk dan menyebabkan permasalahan lingkungan lainnya.
Membahas permasalahan sampah di Indonesia tentu tidak ada habisnya. Banyaknya laju pertumbuhan penduduk tentu bergerak lurus juga dengan banyaknya sampah yang dihasilkan per satu masyarakat Indonesia.
Angka Sampah Nasional RI
Data dari Ditjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mencatat bahwa terdapat 68,5 juta ton sampah telah dihasilkan di Indonesia selama tahun 2022. Angka setinggi itu ternyata masih belum sepenuhnya diproses, dengan rasio 64,52% (44,2 juta ton) sampah yang telah terkelola baik di bank sampah, industri, maupun berbagai elemen masyarakat.
Dalam informasi dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), profil rumah tangga menjadi kontributor paling besar dari sampah di tanah air. Rumah tangga menyumbang sekitar 38,3% dari semua sampah di Indonesia. Ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran di tingkat rumah tangga untuk memilah sampah dengan benar.
Pasar tradisional menempati urutan kedua dengan kontribusi sekitar 27,8% dari total sampah Indonesia. Sementara itu, pusat perniagaan memberikan kontribusi sebesar 14,4%, dan kawasan lain-lain berkontribusi sekitar 6,2%.
Dari sampah-sampah yang ada, posisi teratas jenis sampah RI didominasi oleh sisa makanan yang memberikan andil 40,8% dari total sampah di Indonesia. Material plastik menduduki peringkat berikutnya dengan kontribusi sekitar 17,8%. Kategori sampah berikutnya adalah material kayu, ranting, dan daun yang menempati peringkat ketiga dengan andil sekitar 13,2%.
Litbang Kompas bahkan melansir sebuah data yang menyatakan bahwa DKI Jakarta menduduki posisi pertama sebagai wilayah dengan timbulan sampah makanan tahunan tertinggi, mencapai angka 2.126.924 ton. Angka ini sangat jauh banyak dibanding daerah-daerah lain di Indonesia, seperti di Kota Surabaya yang memiliki angka timbulan sampah makanan tahunan sekitar 440.593 ton.
Kesadaran Memilah & Tidak Membakar Sampah
Banyaknya timbulan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia membutuhkan beberapa kesadaran dari beberapa pihak. Di lingkup masyarakat sendiri, diperlukan kesadaran untuk memilah sampah agar mempermudah jalannya proses daur ulang, yang akan membuat proses pemilahan menjadi efisien.
Akan tetapi, ternyata masih banyak masyarakat yang menyatakan enggan untuk memilah sampahnya. Data dari Lembaga Jajak Pendapat (Jakpat) mengungkapkan bahwa lebih dari separuh masyarakat Indonesia tidak memilah sampah mereka.
Dalam data tersebut, dijelaskan bahwa 61,6% responden menyatakan bahwa mereka ingin memilah sampah, namun mereka terhalang oleh kurangnya fasilitas yang mendukung. Sebanyak 47% responden menyatakan kekurangan waktu, serta 6,8% masyarakat tidak merasa bahwa pemilahan sampah merupakan tanggung jawab mereka.
Beberapa catatan yang harus diperhatikan di Indonesia adalah bagaimana masyarakatnya mengelola sampah masing-masing. Dalam rilis lain dari Lembaga Jajak Pendapat (Jakpat), dijelaskan bahwa 31,1% masyarakat masih melakukan pengolahan sampah dengan metode pembakaran. Sebagian masyarakat juga masih menimbun/mengubur sampah (8,7%), padahal metode ini berpotensi merusak ekosistem tanah. 3% masyarakat juga terdata membuang sampah langsung ke area selokan atau got.
Dari data-data di atas, masih diperlukan banyak sekali usaha dalam meningkatkan kesadaran untuk memilah sampah, tidak membakar, menimbun, maupun membuang sampah ke selokan karena justru hal ini akan merugikan dirinya sendiri.
Usaha Baru Pemerintah RI Mengonversi Sampah
Jajaran Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan kerjasama internasional dengan Pemerintah Swedia. Kerja sama ini akan menyetujui proyek pengolahan sampah di Indonesia menjadi energi baru dan terbarukan (EBT). Kerjasama penting ini dilakukan pada Rabu (23/8/2023) di Kantor KBRI Swedia, Jakarta.
Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, sampah-sampah di Indonesia sangatlah potensial untuk dikonversi menjadi energi. Sampah-sampah ini haruslah dikelola agar menjadi hal yang berguna melalui berbagai hal. "Salah satunya pemanfaatan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang menjadikan sampah sebagai sumber energi terbarukan," papar Basuki melansir iNews.
Diharapkan, kerjasama seperti ini membuka peluang baru bagi perkembangan timbulan sampah yang ada di tanah air. Permasalahan sampah menjadi hal yang sangat penting dan harus diatur sebaik-baiknya, agar Indonesia tak lagi masuk dalam jajaran penyumbang sampah terbesar di dunia, sekaligus mencegah generasi selanjutnya dari bencana pencemaran lingkungan.
Penulis: Pierre Rainer
Editor: Iip M Aditiya