Terdapat sejumlah perubahan yang terjadi di lingkungan kerja saat pandemi Covid-19 berlangsung, salah satunya ialah lokasi kerja. Jika dulunya mayoritas pekerjaan dilakukan di kantor atau sering disebut dengan work from office (WFO), berkat pandemi tren bekerja dari rumah menjadi semakin populer.
Tren ini terus berkembang tidak lagi hanya bekerja dari rumah atau work from home (WFH), namun bekerja dapat dilakukan di mana saja di luar kantor maupun kediaman. Sistem ini populer dengan istilah work from anywhere (WFA), di mana pekerjaan bisa dilakukan jarak jauh tanpa perlu ke kantor.
Sejak angka kasus Covid-19 di Indonesia menurun dan kian terkendali, pembatasan kegiatan masyarakat pun perlahan mulai dilonggarkan. Terdapat beberapa perusahaan yang kembali menerapkan sistem bekerja dari kantor dengan sejumlah penyesuaian di mana pekerja juga dapat bekerja di luar kantor pada hari atau jadwal tertentu sesuai dengan kebijakan perusahaan. Sistem kerja ini kemudian dikenal sebagai hybrid work.
Seluruh sistem kerja ini memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan pekerjaan. Sebuah survei dilakukan oleh Jakpat untuk menangkap fenomena tren di lingkungan kerja serta preferensi bekerja masyarakat pasca pandemi Covid-19.
Survei ini dilakukan pada 24 Juni hingga 4 Juli 2022 dengan melibatkan 1.436 responden berusia antara 18 hingga 44 tahun yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Adapun sebesar 79 persen responden berstatus pekerja penuh waktu atau full time dan sisanya 21 persen merupakan pekerja lepas atau freelancer.
Pasca pandemi, mayoritas responden sudah kembali bekerja di kantor
Berdasarkan hasil survei Jakpat, dalam 3 bulan terakhir mayoritas responden tepatnya 63 persen telah kembali menerapkan sistem kerja WFO. Sementara itu, 30 persen responden masih bekerja secara WFH, diikuti 23 persen responden bekerja secara hybrid dan sisanya 16 persen bekerja WFA.
Hal ini umum pada pekerja berstatus full time, sedangkan pada freelancer mayoritas bekerja secara WFH dengan raihan sebesar 52 persen. Mayoritas freelancer masih bekerja secara WFH karena memang kultur freelance yang biasanya tidak perlu untuk pergi ke kantor.
Adapun secara lebih rinci, seluruh tipe perusahaan telah menerapkan kembali sistem kerja WFO. Walaupun demikian, terdapat beberapa responden yang bekerja di startup serta perusahaan multinasional yang memiliki proporsi sistem kerja WFO dengan WFH yang cukup seimbang. Di samping itu, sistem kerja hybrid juga populer di ranah pekerja startup serta perusahaan multinasional.
WFO dinilai paling efektif, diikuti WFA
Temuan lebih lanjut hasil survei Jakpat mengungkapkan bahwa sistem kerja WFO dinilai oleh responden paling efektif dibandingkan sistem kerja lainnya. Adapun dari skala 1 sampai 5, sistem kerja WFO memperoleh skor sebesar 4,29, tertinggi dibandingkan yang lain.
Diikuti oleh sistem kerja WFA dengan raihan skor 4 dan hybrid dengan raihan skor 3,91 dari skala 1 hingga 5. Mayoritas responden menilai ketiga sistem kerja ini efektif dengan raihan persentase lebih dari 50 persen.
Sementara itu, sistem kerja WFH menempati posisi terakhir dengan raihan skor 3,67. Adapun perbandingan antara responden yang merasa sistem kerja WFH efektif serta kurang efektif memiliki persentase yang sama yakni masing-masing sebesar 40 persen.
Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan kelompok lainnya, mayoirtas generasi Z menilai sistem kerja WFH termasuk dalam kategori efektif. Di sisi lain, sistem kerja hybrid pun dinilai lebih efektif dibandingkan WFA dan WFH bagi para responden yang bekerja di startup.
Mayoritas pilih kembali bekerja ke kantor
Berikutnya, hasil survei Jakpat mengungkapkan bahwa mayoritas responden yakni sebesar 44 persen memilih WFO sebagai preferensi lokasi bekerja pasca pandemi Covid-19. Meskipun sistem kerja hybrid diprediksi menjadi tren, nyatanya para responden lebih banyak yang memilih untuk kembali bekerja ke kantor.
Alasannya, sistem kerja WFO dianggap lebih efektif dengan raihan sebesar 63 persen. Selain itu, sistem kerja WFO menawarkan komunikasi dan koordinasi antar rekan yang lebih baik karena dapat berinteraksi secara langsung. Berbagai alasan lainnya yakni fasilitas kerja lebih memadai, dapat bersosialisasi dengan rekan kerja, dan sebagainya.
WFO lebih digemari oleh responden dari kalangan generasi X, responden yang bekerja di BUMN dan perusahaan swasta nasional, responden yang mencari interaksi sosial, serta pekerja full time.
Sedangkan untuk WFH dan WFA sama-sama cenderung lebih digemari oleh generasi Z dan milenial, para freelancer, serta responden yang bekerja di perusahaan multinasional serta startup untuk sistem kerja WFA. Adapun sistem kerja hybrid enderung digemari generasi X serta responden yang bekerja di startup serta pemerintahan.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya