Lewat Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 15-16 Juli 2025, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin dari 5,50% pada bulan lalu, menjadi 5,25% di bulan ini.
Sebelumnya, pemangkasan juga dilakukan pada bulan Januari dan Mei. Sehingga, pemangkasan kali ini merupakan yang ketiga selama tahun 2025.
Pihak BI, yakni Perry Warjiyo selaku gubernur instansi menyatakan beberapa alasan yang mendorong penurunan BI Rate. Pertama, BI meyakini inflasi pada 2025 dan 2026 yang semakin rendah dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. “inflasi inti ke depan akan tetap berada di bawah titik tengah sasaran 2,5 persen” ungkap Perry dalam konferensi pers RDG yang disiarkan secara daring melalui kanal YouTube IDX Channel pada Rabu, 16 Juli 2025.
Selain itu, BI juga menyebutkan alasan lain adalah terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Bahkan, pada Juni 2025, BI mencatat nilai tukar rupiah menguat 0,34 persen dibandingkan dengan posisi akhir bulan sebelumnya
Sementara itu, alasan selanjutnya BI menilai penurunan BI Rate menjadi upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah prospek perekonomian global yang melemah. Saat ini, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,7-5 persen pada 2025.
Apa Dampaknya Terhadap Perekonomian?
Keputusan pemangkasan BI Rate yang di luar ekspektasi pasar ini ternyata disambut positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat hampir 1% tak lama setelah pengumuman, sementara pasar obligasi pemerintah juga mengindikasikan adanya penguatan.
Walaupun nilai tukar rupiah sempat sedikit melemah sebagaimana dilansir dari laman resmi Bloomberg Technoz, namun pergerakannya masih dalam batas wajar dan begitu negatif. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah bagaimana dampak kebijakan ini terasa di sektor riil dalam beberapa bulan ke depan.
Di sisi korporasi, khususnya sektor perbankan, melansir dari berbagai sumber resmi, kebijakan ini menimbulkan dua sisi dampak. Di satu sisi, bunga acuan yang lebih rendah dapat merangsang permintaan kredit karena biaya pinjaman menjadi lebih murah. Hal ini tentu bisa mendorong pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank-bank besar seperti BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI.
Sementara di sisi lain, penurunan suku bunga juga dapat menyebabkan tekanan margin karena potensi penurunan pendapatan bunga. “Bank Mandiri dan bank-bank sejenisnya diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang lebih rendah dari ekspektasi konsensus sebesar 5,6% karena meningkatnya tekanan margin setelah pemangkasan suku bunga oleh bank sentral pada 16 Juli,” jelas Sarah, selaku senior industry analyst di Bloomberg Intelligence dalam laporan yang dirilis pada Rabu, 16 Juli 2025.
Jika volume kredit tak meningkat secara signifikan, profitabilitas bisa terganggu. Maka, bank-bank besar perlu menyesuaikan strategi mereka untuk menjaga kinerja tetap stabil di tengah kondisi moneter yang lebih longgar.
Terlepas dari itu, BI menyatakan komitmennya untuk terus mencermati ruang penurunan suku bunga dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi sesuai dengan dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan dengan berbagai strategi untuk meningkatkan kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Juga: Bank Indonesia Jadi Kementerian/Lembaga Paling Berintegritas pada 2024
Sumber:
https://www.bi.go.id/id/statistik/indikator/bi-rate.aspx
https://www.youtube.com/live/RZTe0f3echY?si=COPBMLqMfd-RdXtc
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2715325.aspx
Penulis: Dilla Agustin Nurul Ashfiya
Editor: Muhammad Sholeh