Menteri Keuangan, Sri Mulyani, melaporkan penerimaan pajak dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Maret 2025 di Kantor Kemenkeu, Jakarta, pada Kamis (13/3/2025). Penerima pajak per Februari 2025 mencapai Rp187,8 triliun, angka tersebut mengalami penurunan sebesar 30,19% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa Februari 2025, pendapatan negara mencapai Rp316,9 trliun atau hanya sekitar 10,5% dari target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia 2025.
Perbandingan Realisasi APBN Februari 2024 - Februari 2025
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, pada Februari 2024 pendapatan negara tercatat sebesar Rp400,36 triliun atau 14,29% dari target APBN 2024. Sementara, pada penerimaan pajak di bulan Februari 2025 mencapai Rp187,8 triliun atau sebesar 8,6% dari target APBN 2025.
Maka terjadinya penurunan signifikan sebesar 30,09% dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun sebelumnya mencapai Rp269,02 triliun atau sekitar 13,53% dari target APBN 2024.
Di sisi lain, belanja negara hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp348,1 triliun atau 9,6% dari target APBN 2025 dan lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya mencapai Rp374,32 triliun atau 11,26% dari target APBN 2024.
Realisasi pada penerimaan dan belanja tersebut, APBN per Februari 2025 mencatatkan defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap PDB. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama di tahun sebelumnya, APBN masih mencatatkan surplus Rp26,04 triliun atau 0,11% terhadap PDB.
Sri Mulyani Mengimbau Masyarakat untuk Tidak Berlebihan
Sri Mulyani meminta masyarakat untuk tidak menanggapi secara berlebihan terkait dengan penurunan penerimaan pajak dalam dua bulan pertama di awal tahun 2025, dengan kekhawatiran berlebihan hanya akan berdampak negatif pada perekonomian. Menurutnya, penurunan pajak ini sejalan dengan pola tahunan, di mana setoran pajak pada Januari dan Februari cenderung lebih rendah.
Beberapa kebijakan yang berkontribusi terhadap penurunan penerimaan pajak antara lain relaksasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) serta penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Selain itu, keterlambatan harga komoditas, seperti batu bara, minyak, dan nikel ikut berperan penting dalam perekonomian nasional yang ikut turut memengaruhi penurunan penerimaan pajak.
“Kami juga melihat bahwa beberapa policy yang kami introduce seperti tarif efektif rata-rata (TER) menimbulkan perubahan atau shift dari sisi beberapa penerimaan negara terutama pada PPh 21, lalu ada restitusi yang cukup signifikan pada awal tahun, itu juga menyebabkan penurunan,” ujar Sri Mulyani.
Tanggapan Wakil Kementerian Keuangan Menilai Penurunan Penerimaan Pajak
Wakil Kementerian Keuangan, Anggito Abimanyu, menegaskan bahwa penurunan penerimaan pajak dalam dua bulan pertama merupakan hal normal dan hal ini mengikuti pola musiman yang spesifik.
Selama empat tahun terakhir, tren penerimaan pajak cenderung serupa, di mana terjadi peningkatan pada Desember akibat dari perayaan Natal dan Tahun Baru, lalu mengalami penurunan di bulan Januari dan Februari.
“Desember itu naik cukup tinggi karena ada efek Nataru (Natal dan Tahun Baru) akhir tahun, kemudian turun di bulan Januari dan Februari. Itu sama setiap tahun, jadi tidak ada hal yang anomali, sifatnya normal saja,” tutur Anggito.
Rendahnya penerimaan pajak pada awal tahun 2025 disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, perlambatan harga komoditas dibandingkan tahun 2024, beberapa komoditas mengalami penurunan, seperti batu bara, minyak brent, dan nikel.
Kedua, adanya sejumlah kebijakan pemerintah yang memengaruhi penerimaan pajak, salah satunya adalah penerimaan TER atas PPh Pasal 21 yang mulai berlaku pada Januari 2024.
Selain kebijakan TER, pemerintah juga memberlakukan relaksasi pembayaran PPN DN tahun 2025 yang memberikan tenggat waktu tambahan selama 10 hari. Dengan begitu, pembayaran untuk Januari bisa dilakukan hingga 10 Maret 2025.
Maka dari itu, jika dampak relaksasi ini diperhitungkan atau dinormalisasi, rata-rata PPN DN dari Desember 2024 - Februari 2025 dapat mencapai Rp69,5 triliun tapi ini masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Muhammad Sholeh