Kekerasan berbasis gender merupakan isu global yang hingga saat ini masih marak terjadi. Kekerasan berbasis gender mengacu pada perilaku-perilaku mengancam yang ditujukan kepada seseorang berdasarkan gendernya. Akar penyebab dari jenis kekerasan ini ialah ketidaksetaraan gender, penyalahgunaan kekuasaan, serta norma-norma yang merugikan.
Umumnya, kekerasan berbasis gender muncul dalam bentuk kekerasan terhadap pasangan, kekerasan terhadap anak, kekerasan seksual, hingga pernikahan di bawah umur. Kekerasan ini pun termanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, seksual, ekonomi, dan psikis.
Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di berbagai ranah. Komnas perempuan membagi ranah kekerasan ke dalam tiga bagian, antara lain ranah personal, ranah publik, dan ranah negara. Pembagian ranah ini didasarkan pada tempat dan konteks terjadinya kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Sejak Januari hingga November 2022, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah menerima sebanyak 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Dari angka tersebut, terdapat sebanyak 860 kasus kekerasan seksual terjadi di ranah publik dan 899 kasus terjadi di ranah personal.
Provinsi dengan kasus kekerasan berbasis gender terbanyak tahun 2021
Tidak dipungkiri bahwa kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya mengkhawatirkan. Apabila ditinjau dari provinsi, daerah mana sajakah dengan laporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terbanyak di Indonesia?
Berdasarkan data di atas, empat dari lima provinsi berada di Pulau Jawa. Provinsi dengan jumlah laporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan tertinggi pada tahun 2021 diduduki oleh Jawa Barat. Jumlah kasus yang terlapor baik melalui Komnas Perempuan, lembaga layanan, serta Badan Peradilan Agama (Badilag) mencapai 58.395 kasus.
Selain Jawa Barat, provinsi lainnya yang berada di Pulau Jawa yang termasuk ke dalam daftar di atas antara lain Jawa Timur (53.865 kasus), Jawa Tengah (52.901 kasus), dan DKI Jakarta (14.863 kasus). Urutan ke-4 ditempati oleh Sumatera Utara dengan jumlah laporan mencapai 17.081 kasus.
Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan
Data mengenai bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan berdasarkan kasus diambil dari dua sumber data utama, yaitu melalui lembaga layanan dan aduan ke Komnas Perempuan. Data ini terbagi ke dalam jenis kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
Pada data aduan melalui lembaga layanan di atas, jenis kekerasan berbasis gender terhadap perempuan tertinggi yaitu kekerasan fisik dengan persentase laporan kasus sebesar 40,2 persen. Kekerasan seksual berada di posisi ke-2 dengan persentase 25,7 persen.
Di bawah kekerasan seksual, terhadap kekerasan psikis dengan persentase laporan kasus sebesar 21,4 persen. Laporan dengan jumlah terendah pada data kekerasan berbasis gender berdasarkan bentuk yakni kekerasan ekonomi dengan persentase 12,6 persen.
Selain melalui lembaga layanan, para korban kekerasan berbasis gender juga melaporkan kasusnya ke Komnas Perempuan. Pada data pengaduan yang diterima Komnas Perempuan, jenis kekerasan psikis merupakan kekerasan yang paling banyak dilaporkan. Persentase kasus kekerasan berbasis gender jenis psikis sebesar 41 persen pada tahun 2021. Angka ini naik sebesar satu persen dari jumlah laporan kasus tahun lalu yang mencapai 40 persen.
Sama halnya dengan data lembaga layanan, jenis kekerasan seksual menempati peringkat ke-2 dengan jumlah laporan kasus tertinggi jika ditinjau dari jenisnya. Komnas perempuan menerima laporan kasus kekerasan seksual sebanyak 33,4 persen.
Sementara itu, kekerasan fisik berada di peringkat ke-3 sebagai jenis kekerasan yang paling banyak diadukan ke Komnas Perempuan, dengan persentase sebesar 14,7 persen. Kekerasan ekonomi kembali menempati posisi terakhir dengan persentase laporan kasus 10,4 persen.
Tren kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia kian meningkat
Baik data laporan dari lembaga layanan maupun Komnas Perempuan, keduanya mengalami peningkatan dari tahun lalu.
Satu-satunya jenis kekerasan berbasis gender ditinjau dari laporan data lembaga layanan yang mengalami penurunan hanyalah kekerasan seksual. Di tahun 2020, persentasenya 30 persen, sementara tahun 2021 turun menjadi 25,7 persen.
Terlepas dari itu, kasus kekerasan berbasis gender di tanah air masih layak mendapat perhatian khusus, terlebih dari para pemangku kebijakan melalui penetapan undang-undang yang berpihak pada korban. Harapannya, perubahan sistemik dapat terjadi dan diakselerasi dari tahun ke tahun.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya