Pemerintah berencana menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai Rp7,6 triliun.
Kebijakan pemutihan ini diharapkan membuka kembali akses layanan kesehatan bagi jutaan peserta mandiri, terutama kelas 3 yang paling banyak menunggak.
Data BPJS Kesehatan tahun 2025 menunjukkan bahwa PBI APBN menjadi kelompok peserta terbesar dengan proporsi 41,28 persen, yakni masyarakat miskin yang iurannya ditanggung pemerintah pusat.
Disusul oleh PBI APBD sebesar 21,53 persen, yaitu peserta dari kalangan tidak mampu yang dibiayai pemerintah daerah.
Sementara itu, PPU-BU atau pekerja penerima upah di sektor swasta menyumbang 16,57 persen dari total peserta. PBPU atau pekerja mandiri tercatat sebanyak 11,45 persen, menjadi kelompok yang paling sering mengalami tunggakan iuran, terutama pada kelas 3.
Adapun PPU-PN, yaitu ASN, TNI, dan Polri, mencakup 7,28 persen peserta, sedangkan kategori bukan pekerja hanya 1,89 persen.
Secara keseluruhan, lebih dari 60 persen peserta JKN ditanggung oleh pemerintah, sementara kelompok mandiri menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan pemutihan tunggakan iuran.
Kelompok Apa Saja yang Melakukan Tunggakan?
Sekitar 23 juta peserta memiliki tunggakan iuran dengan total nilai mencapai Rp7,6 triliun. Mayoritas penunggak berasal dari kelompok Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja mandiri, yang membayar iuran secara individu tanpa bantuan pemberi kerja.
"Tunggakan yang rencana pemutihan sekitar Rp7,691 triliun," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, Senin (13/10/2025).
Dari kelompok ini, kelas 3 menjadi yang paling banyak menunggak karena beban iuran dianggap berat dibanding kemampuan ekonomi mereka.
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, tunggakan banyak muncul sejak kenaikan iuran melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, terutama saat pandemi Covid-19.
Selain faktor ekonomi, sebagian peserta juga menunggak karena kecewa terhadap layanan sehingga enggan melanjutkan pembayaran.
Sementara itu, kelompok peserta lain seperti kelas 1 dan kelas 2 juga memiliki tunggakan, namun jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan peserta mandiri kelas 3 yang menjadi penyumbang utama total tunggakan nasional.
Bagaimana Langkah Pemutihan ini Dilakukan?
Kebijakan pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan menjadi wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin hak kesehatan warganya, khususnya bagi keluarga rentan yang kesulitan membayar iuran.
Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menilai langkah ini sebagai harapan baru agar masyarakat kembali dapat mengakses layanan JKN tanpa hambatan administratif, dengan catatan prosesnya harus terukur dan disertai edukasi agar peserta tetap disiplin membayar iuran.
"Kami melihat inisiatif ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya dari risiko kesehatan dan beban finansial yang menumpuk,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menekankan pentingnya tata laksana pemutihan yang transparan dan adil, serta perlunya BPJS Kesehatan memperkuat sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk memastikan kebijakan tepat sasaran.
Dengan pelaksanaan yang akuntabel, pemutihan tunggakan ini diharapkan tidak hanya meringankan beban masyarakat tetapi juga memulihkan marwah jaminan sosial sebagai pelayanan publik yang humanis dan berkeadilan.
Baca Juga: Rencana Kenaikan Iuran BPJS 2026 Keberlanjutan JKN dan DJS
Sumber:
https://www.dpr.go.id/
Penulis: Angel Gavrila
Editor: Muhammad Sholeh