Maraknya kasus kekerasan anak di Indonesia hingga saat ini masih menjadi keprhatinan bersama. Anak kerap menjadi korban kekerasan di lingkungan tempat tinggalnya dan menjadi pelampiasan amarah dan emosi. Kekerasan anak merupakan pengalaman yang sangat menyakitkan, belum lagi trauma yang dirasakannya.
Kabar baiknya, kasus kekerasan fisik ataupun psikis terhadap anak belakangan ini semakin banyak terungkap lantaran publik kini memiliki keberanian untuk melapor. Di sisi lain, perkembangan media sosial juga membuat banyak kasus kejahatan ini terungkap dan sulit disembunyikan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), jumlah kasus kekerasan anak terus meningkat tiap tahunnya. Tercatat, jumlah anak yang menjadi korban kekersan mencapai 21.241 anak pada tahun 2022. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 14.517 korban.
Dari banyaknya data korban yang melapor, KemenPPPA mencatat bahwa lokasi kejadian dengan persentase terbesar pada tahun 2022 berada di lingkungan rumah tangga dengan proporsi 53%. Dinilai, tingginya kasus kekerasan anak di tahun 2022 terjadi karena kesadaran masyarakat semakin meningkat untuk melapor.
Adapun, tren anak yang menjadi korban kekerasan sepanjang tahun 2023 ini dilaporkan berfluktuasi. Merujuk pada data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri, meskipun berfluktuasi namun angkanya masih tergolong tinggi, yakni di atas 800 kasus sepanjang periode Januari hingga Juli 2023.
Polri melaporkan, jumlah kasus kekerasan anak di Indonesia pada bulan Juli 2023 mencapai 898 anak. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan bulan Juni yang sebanyak 954 anak. Adapun, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dari periode Januari-Juli 2023 paling banyak terjadi di bulan Mei dengan jumlah 1.197 anak.
Jumlah anak yang menjadi korban kekerasan lebih banyak dari orang dewasa
Sepanjang periode Januari-Juli 2023, Polri melaporkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan di Indonesia merupakan kasus kekerasan terhadap anak dengan jumlah mencapai 6.490 korban dari total penindakan sebanyak 11.780 kasus.
Mengutip laporan, semua Kepolisian Daerah di Indonesia menangani sejumlah kasus kekerasan terhadap anak. Anak lebih rentan menjadi korban kejahatan dan kekerasan. Sementara itu, tindak kejahatan dan kekerasan terhadap anak lebih banyak dilakukan oleh orang dewasa.
Lebih lanjut, Polri juga mencatatkan sejumlah Polda dengan total anak yang menjadi korban kekerasan paling banyak. Hasilnya, Polda Sumatera Utara memiliki jumlah laporan kekerasan anak terbanyak sepanjang Januari-Juli 2023 mencapai 810 anak.
Disusul oleh Polda Sulawesi Selatan di urutan kedua dengan jumlah 512 anak. Berikutnya, ada Polda Jawa Barat dan Jawa Timur dengan total laporan kekerasan terhadap anak masing-masing mencapai 496 korban dan 495 korban.
Di sisi lain, Polri juga mencatat sejumlah Polda dengan jumlah anak terlapor atau jumlah anak yang menjadi pelaku kekerasan paling banyak. Polda Jawa Tengah menduduki posisi pertama dalam daftar dengan jumlah anak yang menjadi terlapor mencapai 32 anak.
Sementara, anak perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan dan kejahatan. Polri menyebut, jumlah anak perempuan yang menjadi korban kekerasan sebanyak 4.603 anak, lebih banyak dibandingkan jumlah anak laki-laki yang mencapai 1.863 anak.
“Anak perempuan lebih banyak menjadi korban kekerasan dan kejahatan, sementara anak laki-laki lebih banyak yang menjadi terlapor,” tulis Pusiknas Polri dalam laporannya.
Bagaimana upaya untuk meminimalisir kasus kekerasan anak?
Orang tua memiliki peran besar dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. Minimnya peran orang tua dalam mendampingi masa kecil anak rupanya membawa pengalaman mengatasi masa kritis yang rendah pada masa remaja dan dewasa terhadap krisis masa kecil yang dihadapinya.
Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya anak-anak yang menjadi korban kejahatan dan kekerasan, salah satunya adalah usia. Anak-anak memiliki keterbatasan tertentu, seperti keterbatasan untuk buka suara atau jujur terhadap apa yang dialaminya.
Di sisi lain, banyak keluarga atau kerabat yang enggan untuk melapor dan memilih untuk tutup mulut. Padahal jika terus dibiarkan, anak yang menjadi korban menanggung beban yang sangat berat, baik fisik hingga psikis.
Mengutip Tribunnews.com, United Nations Children’s Fund (UNICEF) Indonesia menekankan kepada orang tua dan masyarakat agar segera melapor jika mengetahui adanya kekerasan yang terjadi kepada anak dan perempuan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Sehubungan dengan ini, Naning Pudji Julianingsih selaku Spesialis Perlindungan Anak UNICEF Indonesia mengimbau kepada semua korban baik anak-anak maupun perempuan untuk jangan takut melapor. Hal ini dikarenakan Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak, dan Remaja (LPPAR) sudah siap untuk memberikan penanganan.
“Jika mengalami kekerasan dan kejahatan, jangan takut untuk melaporkan kepada instansi terkait yang menangani hal tersebut agar dampak yang ditimbulkan tidak semakin meluas dan membesar,” ujar Nunik seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya