Kekerasan Berbasis Gender Online Jadi Bentuk Kekerasan Seksual Terbanyak pada 2023

KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) tercatat menjadi kasus kekerasan seksual terbanyak di 2023, mencapai 442 kasus.

Kekerasan Berbasis Gender Online Jadi Bentuk Kekerasan Seksual Terbanyak pada 2023 Ilustrasi Kekerasan Berbasis Gender Online | Pexels

Kasus kekerasan seksual sampai saat ini masih terus terjadi di sekitar kita. Pada tahun 2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam SIMFONI-PPA mencatat terdapat 9.708 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah publik maupun ranah personal dengan korban yang didominasi perempuan.

“Jenis kekerasan yang paling umum adalah kekerasan seksual yang lebih dari 50% dari total kasus. Data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa jumlah kasus KBG terhadap Perempuan juga terus meningkat," tutur Ketua Komite III DPR RI, Hasan Basri pada siaran pers Kemen PPPA.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023, kekerasan seksual merupakan perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang karena ketimpangan relasi kuasa atau gender yang dapat mengakibatkan penderitaan psikis dan fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan atau pekerjaan.

Bentuk Kekerasan Seksual
Data bentuk kekerasan seksual Komnas Perempuan 2023 | GoodStats

Dalam CATAHU Komnas Perempuan, di tahun 2023, KSBE (Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik) atau istilah lainnya KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) tercatat menjadi bentuk kekerasan seksual yang paling banyak terjadi dengan jumlah 442 kasus, diikuti pelecehan seksual fisik sebanyak 345 kasus.

Kasus kekerasan seksual lain (tidak ada penjelasan terkait bentuk dan tindakan kekerasan seksual) menempati urutan ketiga dengan 227 aduan. Perkosaan merupakan bentuk kekerasan seksual dengan 211 kasus, kemudian persetubuhan dengan 67 kasus, disusul incest dengan 66 kasus.

Bentuk kekerasan seksual lain yang diadukan ke Komnas Perempuan adalah eksploitasi seksual dengan 64 kasus, diikuti pencabulan dengan 61 kasus, dan marital rape (kekerasan seksual dalam perkawinan) dengan 59 kasus.

Berdasarkan data tersebut, bentuk kekerasan seksual berbasis online menjadi bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi. Hal ini berbeda dengan tahun 2022 di mana KSBE berada pada urutan ketiga.

Bentuk Kekerasan Online pada Perempuan

KSBE merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi. Pada 2021, Komnas Perempuan mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan seksual yang menyasar pada perempuan dengan perangkat elektronik sebagai mediumnya.

  • Pelecehan siber (cyber harassment) merupakan bentuk KBGO dengan cara menggunakan teknologi untuk menghubungi seseorang dengan tujuan mengganggu atau mempermalukan korban dengan ancaman kekerasan fisik atau seksual melalui email, pesan teks online dan juga melalui situs jejaring sosial atau ruang obrolan.
  • Cyberflashing merupakan bentuk KBGO di mana korban menerima foto atau video seksual tanpa diminta dengan tujuan membungkam korban.
  • Publikasi informasi pribadi (doxing) yaitu pelaku menyebarkan foto atau vidio pribadi seseorang tanpa persetujuan dengan tujuan melecehkan.
  • Pemerasan seksual (sextortion) merupakan pemerasan dengan ancaman penyalahgunaan konten seks korban dengan tujuan memperoleh uang atau layanan seks dari korban.
  • Pengiriman pesan seksual (sexting) merupakan bentuk kekerasan menggunakan media elektronik dengan pelaku mengirimkan foto atau vidio yang mengandung pornografi kepada korban.

Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia Capai 12 Ribu di Tahun 2024

Penulis: Nafarozah Hikmah
Editor: Editor

Konten Terkait

Aplikasi Kencan Populer di Kalangan Milenial, Ini Alasannya

Dengan adanya dating apps, kini setiap orang dari berbagai generasi dapat dengan mudah terhubung untuk mencari teman dan jodoh.

Bagaimana Tingkat Partisipasi Warga Indonesia dalam Kegiatan RT/RW?

Survei menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan RT/RW cenderung rendah, hanya 8,1% responden yang tercatat rutin mengikutinya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook