Kejagung Jadi Lembaga Paling Dipercaya Buat Berantas Korupsi di Indonesia

Kejaksaan agung jadi lembaga paling dipercaya dalam pemberantasan korupsi dan menegakkan hukum di Indonesia.

Kejagung Jadi Lembaga Paling Dipercaya Buat Berantas Korupsi di Indonesia Kejaksaan Agung sebagai Lembaga Terpercaya di Indonesia | Kejaksaan Agung

Kasus korupsi yang lalu lalang terjadi kian membuat resah masyarakat. Seolah tak ada hentinya, korupsi terus digalakkan besar-besaran, secara turun temurun. Kini, perilaku korupsi telah menjadi budaya yang mengakar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan di kalangan masyarakat, korupsi semakin menjadi hal yang wajar.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat penurunan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) pada 2024. Indeks ini mengukur persepsi dan pengalaman antikorupsi di kalangan masyarakat. Penurunan IPAK menjadi 3,85 dari 5 poin menggambarkan praktik korupsi semakin dinormalisasikan di Indonesia. Korupsi, sebesar apapun bentuknya, lama kelamaan sudah dipandang normal.

Survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat pandangan negatif publik terhadap pemberian hukuman pelaku korupsi di Indonesia, salah satunya terhadap pelaku korupsi timah Harvey Moeis. Banyak responden yang menganggap hukuman yang diberikan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Hukuman ringan inilah yang seolah memotivasi orang lain untuk turut melakukan tindak pidana korupsi. Lagipula, hukuman yang diberikan pun tak seberapa. Apalagi, lembaga yang dipercaya buat memberantas korupsi pun beberapa kali ketahuan main uang dibalik layar.

Kejagung Dapat Kepercayaan Terbesar

Mayoritas responden lebih percaya pada Kejaksaan Agung (kejagung) dalam memberantas korupsi di Indonesia | GoodStats
Mayoritas responden lebih percaya pada Kejaksaan Agung (kejagung) dalam memberantas korupsi di Indonesia | GoodStats

Hasil survei LSI menyebutkan bahwa mayoritas responden lebih percaya pada Kejaksaan Agung (kejagung) dalam memberantas korupsi di Indonesia. Rinciannya, sebanyak 6% tercatat sangat percaya dan 67% mengaku cukup percaya. Hanya 23% responden yang mengungkapkan ketidakpercayaannya, terendah dari lembaga lain dalam survei. Kejagung dipandang dapat bertindak dengan adil dalam menuntut hukuman maupun menjatuhkan vonis bagi terdakwa.

“Penilaian publik terhadap lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi masih menempatkan Kejaksaan Agung di peringkat teratas dengan angka 73%," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan pada acara perilisan survei secara daring, Minggu (9/2/2025).

Di posisi kedua, pengadilan meraih tingkat kepercayaan 71%, di mana 6% di antaranya mengaku sangat percaya. Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tugas utamanya adalah memberantas korupsi, justru duduk di posisi ketiga dengan tingkat kepercayaan 69%. Terdapat 27% responden yang mengaku tidak percaya terhadap kinerja KPK dalam memberantas korupsi.

Terakhir, polri meraih skor terendah dalam hal pemberantasan korupsi, yakni di angka 66%. Tingkat ketidakpercayaannya jadi yang tertinggi, mencapai 32%.

Kejagung terpilih sebagai lembaga penegakan hukum terpercaya, dengan raihan 77% | GoodStats
Kejagung terpilih sebagai lembaga penegakan hukum terpercaya, dengan raihan 77% | GoodStats

Tidak hanya dalam memberantas korupsi, kejagung juga meraih kepercayaan tertinggi dalam menegakkan hukum di Indonesia. Kejagung terpilih sebagai lembaga penegakan hukum terpercaya, dengan raihan 77%. Tingkat ketidakpercayaannya juga rendah di angka 19%.

Tidak berbeda jauh dari sebelumnya, posisi kedua masih dipegang pengadilan dengan 73%, diikuti KPK dengan 72% dan polri di posisi terakhir dengan 71%. 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menyebutkan bahwa penanganan kasus korupsi yang lebih cepat dan komprehensif jadi faktor utama tingginya kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.

“Kejaksaan Agung menangani kasus korupsi secara kontinyu, langsung dilakukan penyelidikan, penetapan tersangka, penyidikan dan persidangan," tuturnya, mengutip Metro.

Sebaliknya, kasus korupsi yang ditangani KPK sering kali tidak berjalan sampai selesai, bahkan dinilai lamban.

"Kasus Harto itu kasus lama Harun Masiku beberapa tahun yang lalu, ada juga kasus AKBP Bambang yang disuap tapi tak bisa dilangsungkan persidangan, lalu kasus Gubernur Kalsel, Walikota Semarang dan lainnya, banyak yang tidak tuntas,” lanjut Hibnu.

“Apakah karena saking banyaknya perkara atau mungkin karena SDM-nya kurang, tetapi sampai sekarang pun sudah ditentukan tersangka, masih belum bisa dipanggil. Padahal prinsip hukum kita itu penyelesaian harus cepat dan selesai. Ketika suatu kasus hukum tidak diselesaikan, maka pandangan masyarakat menilai buruk,” ujarnya lagi.

Adapun survei dilakukan pada 20-28 Januari 2025, melibatkan 1.220 responden dari seluruh wilayah di Indonesia yang sudah berusia 17 tahun ke atas atau telah menikah. Margin of error survei di angka 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%.

Baca Juga: Publik Setuju Koruptor Dihukum 50 Tahun Penjara

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor

Konten Terkait

Survei LSI Sebut Publik Tidak Puas dengan Vonis Hukuman Harvey Moeis

Kini pengadilan memperberat vonis Harvey menjadi 20 tahun penjara. Apakah masyarakat masih merasa tidak puas dengan hukuman yang dijatuhkan?

Efisiensi Anggaran Tidak Perlu Dilakukan, Apa Alasannya?

Meskipun kebijakan efisiensi memiliki tujuan yang baik, implementasinya perlu dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook