Ribuan Warga RI Jadi Korban Kasus TPPO Tiap Tahunnya

Kasus TPPO marak dijumpai di Indonesia, apa yang harus dilakukan?

Ribuan Warga RI Jadi Korban Kasus TPPO Tiap Tahunnya Ilustrasi Pemaksaan Kerja pada Anak | Freepik
Ukuran Fon:

Kepolisian RI (Polri) mencatat, hingga 13 Maret 2025, ada 1.503 warga Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Jumlah ini bahkan lebih dari 50% korban TPPO pada tahun lalu.

Kasus, korban, dan tersangka TPPO beberapa waktu terakhir | GoodStats
Kasus, korban, dan tersangka TPPO beberapa waktu terakhir | GoodStats

Statistik 2025 hampir menyamai angka pada 2024, padahal angka tersebut baru memuat peristiwa pada Januari hingga Maret.

Sebelumnya, pada pertengahan 2023 lalu, Polri telah membentuk satuan tugas TPPO yang dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Irjen Asep Edi Suheri. Agar lebih optimal, Polri juga membentuk satuan tugas tersebut di tiap Polda.

Perdagangan orang atau human trafficking termasuk kejahatan terorganisir (organized crime). Kejahatan ini umumnya melibatkan eksploitasi ekonomi terhadap manusia. Aksi kriminal tersebut dapat terjadi dalam ranah ketenagakerjaan, perbudakan, penindasan, eksploitasi seksual, atau bahkan transaksi organ tubuh secara ilegal.

Tak hanya di lingkup nasional, kejahatan ini sudah mencapai lingkup internasional. Perdagangan orang juga dapat “menyelipkan” kejahatan lainnya, seperti penyelundupan barang, perdagangan obat-obatan terlarang, atau pencucian uang.

Apa yang Harus Pemerintah Lakukan?

Menurut naskah ilmiah Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI yang ditulis oleh Marfuatul Latifah (2023), pemerintah perlu melakukan upaya pidana maupun nonpidana secara paralel untuk memberantas TPPO.

Sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan TPPO dan bahayanya sangat diperlukan. Pengawasan terhadap situs yang mengarah pada TPPO juga dapat menjadi langkah antisipasi. Akan tetapi, Polri cukup kesulitan untuk memblokir situs TPPO berskala besar, karena kedudukan sindikat berada di luar negeri.

Selain itu, kini semakin banyak modus yang dilakukan. Misalnya, untuk kasus dalam negeri, Kementerian PPPA mencatat adanya modus iming-iming bekerja di kota untuk para anak dari desa. Setelahnya, para anak justru dieksploitasi dan diperdagangkan.

Oleh karena itu, pemberantasan TPPO tidak dapat selesai di pusat, melainkan harus turun ke unit terkecil di masyarakat. Kemudian secara pidana, Polri harus tegas menegakkan hukum terkait TPPO. Selain menghukum tersangka, menyelamatkan korban perlu jadi prioritas.

Menurut Ahli Hukum Pidana Nella Sumika Putri, suatu tindak pidana tidak dapat hanya dilihat dari kacamata hukum atau normatif semata. Dalam hal ini, meskipun harusnya persoalan TPPO bisa selesai dengan isu penegakkan hukum pidana, tapi ada persoalan lain yang sebenarnya menjadi pendorong dan sifatnya terstruktur.

"Mulai dari kebutuhan sosial ekonomi masyarakat yang terus meningkat, yang juga dipengaruhi oleh sistem pekerjaan yang tidak jelas. Rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada rendahnya tingkat pengetahuan, dan (hambatan) terserapnya sumber daya manusia di lahan pekerjaan memadai dengan gaji yang memadai," tutur Nella pada GoodStats (25/4).

Selain itu, rendahnya pengawasan birokrasi dalam konteks ketenagakerjaan dan perjalanan, menjadi faktor lain munculnya kejahatan.

Penegak hukum seringkali berhenti pada isu perdagangan orangnya semata dan tidak bertindak proaktif. Situasi ini menunjukkan adanya persoalan sistemik yang menghambat proses pemberantasan TPPO di Indonesia. 

"Harus ada upaya-upaya hukum lain yang bisa mendorong pengefektifan hukum ini," lanjut Nella.

Nella menekankan, UU TPPO merupakan salah satu cara, bukan satu-satunya cara memberantas TPPO. Ada peran kebijakan di bidang hukum administrasi, yang saat ini justru rentan dijadikan sebagai gerbang kejahatan.

"Harusnya kita juga melihat harmonisasi undang-undang terkait, jadi tidak hanya melihat TPPO dari satu sudut pandang undang-undang. Misalnya, (dari) undang-undang tenaga kerja, undang-undang keimigrasian, kemudian hukum acara pidana, termasuk undang-undang LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) apakah sudah seirama. Termasuk juga mengharmonisasi itu dengan aturan hukum yang lebih tinggi," jelas Nella.

Tantangan lainnya, karena TPPO merupakan kejahatan terorganisir, para pelaku sudah memiliki mekanisme untuk menghalang-halangi negara. Hal ini yang kemudian membuatnya merambat pada tindak pidana lain, seperti korupsi, gratifikasi, atau pencucian uang.

Pemerintah perlu melihat koordinasi ini secara konkret, sehingga dapat menemukan "celah". Dengan demikian, langkah antisipasi dan penanganan TPPO dapat dilakukan. Koordinasi ini dimulai sejak munculnya kegiatan yang berpotensi menjadi TPPO, hingga korban ditemukan. 

Selain secara top-down, perlindungan korban juga perlu dilakukan secara bottom-up. Tuntutan ekonomi membuat korban juga rentan kembali memilih jalan yang sama. Secara fisik, jaminan kesehatan atau prosedur dalam LPSK memungkinkan proses pemulihan kesehatan. 

Akan tetapi, untuk persoalan mental, perlu ada support system yang membantu korban untuk tidak kembali menjadi korban perdagangan.

Skor Kriminalitas Indonesia Tercatat Cukup Tinggi

Menurut catatan Global Organized Crime Index, Indonesia memperoleh skor kriminalitas 6,85 dari 10 pada 2023. Semakin tinggi skornya, artinya semakin besar aktivitas kriminalitasnya. Posisi Indonesia berada di peringkat ke-20 dunia dan ke-8 di Asia. Lebih tinggi, angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-2 se-Asia Tenggara.

Skor indeks kriminalitas ini disusun dari subkomponen criminal markets dan criminal actors. Salah satu jenis kejahatan terorganisasi dalam subkomponen criminal markets adalah perdagangan manusia.

Perdagangan manusia di Indonesia mencapai skor cukup tinggi, yaitu 7,50. Selain itu, ada pula jenis kejahatan penyelundupan manusia yang mencapai skor 6,50. Laporan tersebut mengukur ruang lingkup, skala, dan dampak dari setiap jenis kejahatan dalam criminal markets.

Perdagangan manusia menjadi masalah signifikan di Indonesia, yang menjadi sumber, wilayah transit, hingga tujuan aktivitas tersebut.

Perempuan dan anak-anak jadi pihak yang sangat rentan terhadap eksploitasi seksual, bahkan 10 dari 1.000 di antaranya menjadi korban setiap tahun. Anak-anak juga sering dimanfaatkan untuk perdagangan obat-obatan terlarang. Tak melulu “dijual” ke luar negeri, banyak perempuan yang dipekerjakan secara paksa di dalam negeri.

Pandemi membuat kelas pekerja semakin rentan, termasuk bagi perempuan dan anak-anak, sehingga menjadi target yang empuk.

Baca Juga: Angka Kriminalitas Indonesia Tertinggi Ke-2 di ASEAN

Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor

Konten Terkait

Apa Saja Kegiatan Pengembangan Diri Favorit Gen Z dan Milenial?

Dengan beragam pilihan yang tersedia, pengembangan diri telah menjadi perjalanan personal yang fleksibel dan menyenangkan.

Mayoritas Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kesehatan Dilakukan oleh Dokter

Komnas Perempuan mengungkapkan sekitar 9 dari 15 kasus kekerasan seksual di fasilitas kesehatan dalam 2020-2024 melibatkan dokter sebagai pelaku.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook