Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, banyak cara dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah dengan mencoba peruntungan di luar negeri. Dilansir dari berbagai sumber resmi, gaji yang layak menjadi alasan kuat mengapa banyak masyarakat mengumpulkan keberanian untuk meninggalkan tanah air dan bekerja di luar negeri.
Berdasarkan data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pada bulan Juni 2025, sebanyak 22.324 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mendapat penempatan di luar negeri dengan dominasi oleh pekerja perempuan sebesar 69,07% atau sekitar 15.419 orang.
Dalam laporan juga termuat negara-negara yang menjadi tujuan favorit para imigran. Dalam hal ini, Hong Kong menempati urutan pertama dengan total penempatan 7.327. Beberapa sumber mengatakan Hong Kong memiliki peraturan kerja yang baik, gaji tinggi juga tersedia perlindungan dan jaminan pekerja.
Di urutan selanjutnya menyusul Taiwan, negara yang djuluki Naga Kecil Asia dengan total penempatan mencapai 5.177 orang. Di belakangnya lagi mengikuti Malaysia, sebanyak 2.509 orang, Jepang sebanyak 1.674 orang dan Turki sebanyak 1.496 orang.
Baca Juga: Hong Kong Jadi Favorit Pekerja Migran Indonesia 2025
Jenis Pekerjaan yang Paling Umum Dicari Pekerja Indonesia di Luar Negeri
Di Luar Negeri, Migran Indonesia biasanya bekerja sebagai apa? Pertanyaan semacam itulah yang seringkali muncul ketika sedang mencari informasi tentang jenis pekerjaan yang paling umum dicari oleh para pekerja Indonesia di luar negeri.
Beragam jenis pekerjaan dijalani oleh para migran Indonesia, menyesuaikan kebutuhan “pasar” dan keterampilan yang dimiliki para pekerja. Disebutkan oleh BP2MI, sebagian besar dari migran Indonesia banyak terserap di sektor pekerjaan domestik dan perawatan.
Jenis pekerjaan yang paling umum adalah sebagai house maid atau asisten rumah tangga, dengan jumlah mencapai 7.363 orang. Pekerjaan ini mencakup tugas-tugas seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian, memasak, hingga merawat anak.
Selain itu, caregiver atau perawat lansia dan penyandang disabilitas juga menjadi pilihan pekerjaan yang cukup banyak dijalani, yakni sebanyak 2.881 orang. Negara-negara seperti Taiwan dan Jepang sering menjadi tujuan utama untuk jenis pekerjaan ini karena permintaan yang tinggi terhadap tenaga perawat dari luar negeri, sehingga menjadi peluang yang menjanjikan.
Di sektor lain, terdapat 1.448 orang yang bekerja sebagai worker atau pekerja umum. Migran bisa ditempatkan di pabrik, proyek konstruksi, atau sektor industri lainnya. Kemudian, ada 1.229 orang yang terdata sebagai domestic worker, istilah yang kadang tumpang tindih dengan house maid.
Sementara itu, 681 orang bekerja sebagai plantation worker atau pekerja perkebunan, biasanya di negara-negara seperti Malaysia yang memiliki industri kelapa sawit besar.
Pergi Migran, Pulang Juragan
Di balik pekerjaan yang seringkali terasa berat terlebih karena jauh dari keluarga, tersimpan impian besar untuk masa depan yang lebih baik. Banyak di antara para migran Indonesia yang pulang tidak dengan tangan kosong, melainkan membawa semangat baru untuk membangun kehidupan di tanah air.
Salah satu contoh inspiratif datang dari Edi Susanto, purna pekerja migran asal Karanganyar, Jawa Tengah. Usai kembali ke Indonesia setelah menjadi migran di Korea Selatan dan Jepang, Edi merintis usaha kuliner khas daerahnya yang diberi nama Gethuk Take. Produk ini kemudian berkembang menjadi oleh-oleh populer di kawasan wisata Tawangmangu.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut usaha purna pekerja migran itu sebagai simbol nyata slogan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI), yakni ‘Pergi Migran, Pulang Juragan’.
“Meninjau langsung usaha purna migran seperti Pak Edi ini yang jadi bukti nyata semangat ‘pergi migran, pulang jadi juragan’,” ujar Karding di lokasi kunjungan.
Karding memuji kreativitas dan ketekunan Edi yang berhasil membangun usaha dari hasil bekerja di luar negeri secara prosedural atau legal. “Pak Edi ini contoh nyata. Tidak langsung sukses, tapi melalui proses. Beliau kreatif dan gigih. Kami harap beliau juga bisa jadi mentor bagi purna migran lain yang ingin merintis usaha,” tambahnya.
Kisah serupa datang dari Cak Sukri, seorang purna migran yang kini tinggal di Indonesia dan menjalankan bisnis bersama istrinya. Dengan modal hasil kerja kerasnya di luar negeri, ia membangun usaha kecil-kecilan yang kini berkembang pesat. Disebutkan dalam website resmi BP2MI, omzet usahanya bahkan mencapai Rp 40–50 juta per bulan. Kisah Cak Sukri memperlihatkan bahwa dengan perencanaan dan kerja keras, penghasilan sebagai migran bisa diubah menjadi pendorong ekonomi di kampung halaman.
Dalam dinamika ketenagakerjaan Indonesia, menjadi migran adalah pekerjaan yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Para pekerja ini bukan hanya menyumbang devisa bagi negara, tetapi juga membawa pulang pengalaman, keterampilan, dan semangat wirausaha yang tumbuh dari ketekunan di tanah rantau.
Ketika mereka kembali dan memilih membangun usaha sendiri, sesungguhnya mereka sedang menjawab tantangan besar di negeri sendiri, yakni menciptakan lapangan kerja, menggerakkan roda ekonomi lokal dan memberi contoh nyata bahwa kerja keras akan menemukan jalannya.
Baca Juga: Peringkat Teratas Asal Pekerja Migran Indonesia Didominasi Provinsi di Pulau Jawa
Sumber:
https://www.bp2mi.go.id/uploads/statistik/images/data_10-07-2025_LAPBUL_Laporan_Publikasi_Data_PMI_Juni_2025.pdf
https://www.bp2mi.go.id/index.php/berita-detail/kunjungi-usaha-gethuk-take-milik-purna-pekerja-migran-di-karanganyar-menteri-karding-jadi-bukti-nyata-pergi-migran-pulang-juragan
https://www.bp2mi.go.id/berita-detail/cerita-cak-sukri-purna-pekerja-migran-sukses-dengan-omset-rp-50-juta-perbulan
Penulis: Dilla Agustin Nurul Ashfiya
Editor: Muhammad Sholeh