Peringkat Teratas Asal Pekerja Migran Indonesia Didominasi Provinsi di Pulau Jawa

Provinsi asal para PMI masih berfokus di Pulau Jawa, meninggalkan tanda tanya besar perihal gejala kesenjangan antar provinsi dalam pengetahuan informasi.

Peringkat Teratas Asal Pekerja Migran Indonesia Didominasi Provinsi di Pulau Jawa Ilustrasi Pekerja Imigran Indonesia Menunggu Pengecekan Oleh Petugas Malaysia/Sumber: Cassidy Brydon/Pinterest

“Kita sudah tidak lagi menggunakan istilah TKI karena sudah terdegradasi dan diasosiasikan dengan pekerja yang kurang mendapat harkat, korban eksploitasi, dan yang tidak memiliki kapasitas serta kompetensi” tegas Lasro Simbolon sebagai Deputi Penempatan dan dan Pelindungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI.

Pernyataan tersebut disampaikan pada perhelatan Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanganan TPPO di Lampung. Lasro menuturkan hal tersebut untuk menegaskan telah adanya “wajah baru” pada nuansa eksistensi Negara terhadap kondisi para pekerja migran.

Persepsi terhadap pekerja migran turut menjadi sasaran perubahan dan revitalisasi pemerintah nasional, demi mengoptimalisasi dan memajukan sistem proteksi terhadap pekerja migran.

BP2MI memiliki preferensi mengenai proteksi terhadap imigran, yaitu International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families.

Konvensi tersebut mengatur standardisasi proteksi mengenai imigran juga perlu dilakukan terhadap keluarganya, khususnya penghindaran terhadap eksploitasi saat proses migrasi

Indonesia meratifikasi konvensi tersebut kemudian menjadi UU Nomor Tahun 2012. Indonesia juga memiliki peraturan hukum mengenai perlindungan dan penempatan migran yang tertuang pada UU Nomor 18 Tahun 2007 sebagai perbaikan dari UU Nomor 39 Tahun 2004.

Lasro juga mengutarakan bahwa disahkannya UU Nomor 18 Tahun 2007 menjadi keseriusan Indonesia dalam melayani dan melindungi para pekerja migran, termasuk keluarganya dari proses pendaftaran hingga penempatan.

BP2MI sendiri menjadi pihak yang juga saat ini mengalami “reformasi identitas”. Perubahan dari penamaan lembaga sebagai BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) kepada BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia). Reformasi ini merujuk kepada eksistensi UU Nomor 18 Tahun 2007.

BP2MI sebagai lembaga yang menangani, melayani, dan mengatur proses migrasi pada pekerja migran memiliki tiga trilogi yaitu sosial, ekonomi, dan hukum.

Poin sosial sendiri seperti mengacu kepada pemenuhan dan kepastian proteksi asuransi yang perlu dimiliki oleh pekerja migran. Sedangkan poin ekonomi mengacu kepada upaya pemerintah meningkatkan literasi keuangan para pekerja migran sebelum berangkat ke penempatan. Poin hukum tentunya persoalan kesetaraan demokrasi maupun perlindungan hukum.

BP2MI juga menegaskan bahwa kelembagaannya mengedepankan kesetaraan dalam segala aspek, termasuk kesetaraan gender sebagai calon maupun pekerja migran dalm mengakses setiap haknya.

Hak para pekerja migran sebelum keberangkatan meliputi perlindungan administratif dan perlindungan teknis. Para pekerja migran secara teknis akan memperoleh hak berupa sosialisasi dan diseminasi informasi maupun peningkatan kualitas kerja serta pendidikan.

Perumusan aturan hingga hukum berlaku bagi para pekerja migran menjadi satu langkah progresif bagi pemerintah memenuhi hak para pekerja migran. Adanya aturan dan pengesahan hukum tersebut dapat menjadi suatu hal yang melatarbelakangi tingginya peningkatan jumlah PMI di luar negeri.

Adanya aturan yang jelas dan proteksi mendalam tentu menjadi kemudahan bagi pihak lembaga yaitu BP2MI, mitra lembaga di luar negeri, hingga para pekerja migran Indonesia dalam mengatur dan melaksanakan kegiatan atau proses migrasi para pekerja yang aman.

Situasi tersebut yang dapat diproyeksikan juga melatarbelakangi meningkatnya jumlah pekerja imigran 2023 pada catatan oleh BP2MI.

Berdasarkan data oleh BP2MI, terdapat 274.695 pekerja migran yang ditempatkan di luar negeri pada 2023. Mengacu pada total tersebut maka BP2MI melaporkan terjadinya peningkatan sebanyak 36,93% dibandingkan tahun sebelumnya, yang berjumlah 200.082 PMI.

BP2MI juga merilis sebaran provinsi sebagai asal para pekerja migran di Indonesia. Terdapat lima provinsi dengan status jumlah pekerja migran terbanyak yang telah bekerja di luar negeri pada 2023.

Fuad dkk. (2021) melalui penelitiannya menemukan bahwa kompetensi dan kompensasi menjadi dua faktorial dalam meningkatkan motivasi individu dalam menjadi pekerja migran.

Benny Rhamdani sebagai Kepala BP2MI pada kesempatannya melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kabupaten Bandung menyampaikan bahwa tingginya angka motivasi masyarakat Jawa Bara untuk menjadi PMI disebabkan oleh masalah yang terjadi di lingkup regional.

Adapun permasalahan yang disebutkan meliputi tingginya pengangguran dan sulitnya peluang kerja secara bersamaan. Dua faktor tersebut melatarbelakangi masyarakat untuk mencari peluang kerja ke luar negeri.

Namun apabila mengkaji ulang pemeringkatan pada data tersebut, terdapat fakta bahwa peringkat ketiga teratas “dikuasai” provinsi-provinsi di Pulau Jawa.

Padahal menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menemukan bahwa Jawa Timur menjadi provinsi dengan lowongan kerja terbanyak.

Apabila mengacu pada pernyataan Benny maka hal ini perlu diidentifikasi lebih dalam apa faktorial rendahnya angka pekerja migran dari provinsi luar Pulau Jawa. Informasi merupakan salah satu kiat yang dapat meningkatkan motivasi pada diri inidvidu.

Oleh karena itu, rencana aksi BP2MI khususnya perlu memfokuskan perihal bagaimana pemerintah dalam melakukan pemerataan mengenai pengetahuan dan informasi sebagai pekerja migran pada skala nasional.

Peningkatan kerjasama dan kolaborasi rencana kerja perlu diperhatikan antara BP2MI Pusat dan Daerah pada khususnya.

Mengingat kesetaraan juga menjadi salah satu nilai utama pada pribadi BP2MI sebagai suatu kelembagaan pemerintahan yang menyelenggarakan dan mengatur keperluan serta hak para pekerja imigran.

Pemerataan ini tentu menjadi suatu pertimbangan krusial, mengingat PMI juga dianggap menjadi salah satu “pahlawan devisa”, maka orientasi pengalaman ini tidak seharusnya didesiminasi secara tidak merata. Mengingat kompensasi dan kompetensi juga termasuk suatu indikator dalam progresivitas pekerja migran.

Apabila penyebaran asal pekerja migran Indonesia dapat merata di luar Pulau Jawa maka hal ini dapat menjadi penanda untuk memproyeksikan pemerataan kualitas pekerja Indonesia, dikarenakan oleh aturan tertulis pada badan BP2MI berupa pelatihan dan pendidikan bagi pekerja migran pun sebelum penempatan.

Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Menormalisasi Skincare bagi Kaum Pria

Tidak hanya wanita, skincare dibutuhkan oleh semua kalangan, termasuk laki-laki. Bahkan penggunaan skincare justru lebih dibutuhkan oleh laki-laki.

Makin Banyak Orang Pakai Mobil Listrik Saat Mudik Lebaran, Ini Buktinya!

Berdasarkan laporan PLN, jumlah transaksi mobil listrik di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) naik lima kali lipat saat mudik Lebaran 2024.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook
Student Diplomat Mobile
X