Dalam dunia pacuan kuda, ada satu gelar yang menuntut lebih dari sekadar kecepatan, sangat menuntut konsistensi, daya tahan, dan determinasi. Gelar ini adalah Triple Crown, merupakan simbol supremasi tertinggi, hanya bisa diraih oleh kuda pacu berusia tiga tahun yang berhasil menaklukkan tiga kejuaraan utama dalam satu musim yang sama. Tidak heran jika Triple Crown dijuluki sebagai “gelar dewa” dalam olahraga ini, begitu langka, begitu prestisius.
Asal-usul Gelar Triple Crown
Secara historis, Triple Crown pertama kali populer di Amerika Serikat pada 1930 melalui tulisan Charles Hatton, meski pacuan-pacuan yang menjadi syaratnya sudah ada sejak abad ke-19. Di AS, Triple Crown diraih jika seekor kuda menang di tiga ajang legendaris, yaitu Kentucky Derby (1.600 m), Preakness Stakes (1.900 m), dan Belmont Stakes (2.400 m), yang digelar dalam rentang waktu dua bulan. Hingga kini, hanya 13 kuda yang berhasil meraihnya, menegaskan betapa sulitnya tantangan tersebut.
Tradisi serupa juga berkembang di negara lain seperti Inggris, Jepang, Australia, hingga Hong Kong, dengan karakteristik jarak dan tantangan yang berbeda. Jepang bahkan memiliki Triple Tiara untuk kuda betina, sementara Australia mengenal versi khusus sprinter.
Triple Crown di Indonesia
Di Indonesia, semangat Triple Crown hidup dalam format tiga seri, yaitu
- Serie I (April, 1.200 meter)
- Serie II (Mei, 1.600 meter)
- Indonesia Derby (Juli, 2.000 meter)
Gelar ini hanya bisa diraih oleh kuda pacu usia tiga tahun, yang artinya, mereka hanya punya satu kali kesempatan dalam hidup untuk menaklukkannya. Berbeda dengan negara lain, panjang lintasan di Indonesia dirancang lebih pendek untuk menyesuaikan stamina dan ketahanan kuda lokal.
Hingga 2025, hanya dua kuda yang berhasil menorehkan namanya dalam daftar kehormatan Triple Crown Indonesia, yaitu Manik Trisula (2002) dan Djohar Manik (2014). Beberapa kuda sempat mendekati kejayaan itu, namun gagal di salah satu seri. Itulah mengapa kemenangan terbaru menjadi sangat bersejarah.
Baca Juga: Simak Anggaran PON dari Tahun ke Tahun
King Argentin, Mahkota Ketiga untuk Indonesia
Pada Minggu, 27 Juli 2025, Indonesia kembali mencatat sejarah ketika King Argentin, kuda asal Jawa Barat, menjuarai Indonesia Derby 2.000 meter di Lapangan Pacuan Sultan Agung, Bantul. Kemenangan ini menutup rangkaian gelar Triple Crown setelah sebelumnya menjuarai dua seri awal di bulan April dan Mei.
King Argentin menunjukkan kegigihan luar biasa. Meski sempat tertinggal di awal, kuda ini mampu bangkit dan melesat di putaran akhir untuk mengunci posisi pertama. Dengan ini, ia menjadi kuda ketiga yang menyapu bersih tiga balapan berjenjang dalam satu musim, mengakhiri penantian 11 tahun Indonesia untuk melihat lagi seorang juara Triple Crown.
Pemiliknya, Kusnadi Halim, menyebut bahwa gelar ini merupakan buah dari penantian panjang. “Pada 2005 dan 2015, kuda kami nyaris juara, tapi gagal di leg terakhir. Tahun ini kami berhasil mengukir sejarah,” ujarnya.
Lebih dari Sekadar Balapan
Triple Crown bukan hanya tentang memenangkan balapan, tapi juga tentang ketangguhan fisik, strategi, tim solid, dan ketahanan psikologis seekor kuda. Ajang ini juga menjadi tonggak penting dalam pengembangan ekosistem olahraga pacuan kuda di Indonesia.
Event IHR–Indonesia Derby 2025, yang merupakan bagian dari 10 rangkaian acara tahun ini, menarik lebih dari 36.000 penonton dan menggelontorkan total hadiah Rp1,2 miliar. PORDASI dan SARGA.CO sebagai promotor olahraga ini pun optimistis bahwa popularitas pacuan kuda akan terus meningkat di Tanah Air.
Keberhasilan King Argentin membawa Triple Crown kembali hidup di Indonesia. Tak hanya menjadi simbol kejayaan seekor kuda, Triple Crown kini juga menjadi cermin bahwa dengan dedikasi, strategi, dan keberuntungan yang berpihak, sejarah bisa terulang, bahkan setelah penantian panjang lebih dari satu dekade.
Sumber: https://news.sarga.co/id/event/hasil-lengkap-drawing-ihr-indonesia-derby-2025-cek-gate-kuda-jagoan-kalian-mvk.html?screen=1
Penulis: Rayhan Adri Fulvian
Editor: Muhammad Sholeh