Provinsi dengan Prevalensi Overweight dan Obesitas Tertinggi di Indonesia

DKI Jakarta memiliki prevalensi overweight dan obesitas tertinggi di Indonesia pada 2023. Faktor gaya hidup dan pola makan tidak sehat jadi penyebab utama.

Provinsi dengan Prevalensi Overweight dan Obesitas Tertinggi di Indonesia Ilustrasi Pria Obesitas | Freepik

Obesitas dan overweight merupakan suatu kondisi kompleks yang ditandai oleh penumpukan lemak berlebih yang mengarah kepada berbagai permasalahan kesehatan.

World Health Organization (WHO) menyatakan langkah diagnosis overweight dan obesitas, yaitu dengan mengukur berat dan tinggi badan, serta menghitung indeks massa tubuh (IMT). Untuk orang dewasa, WHO mendefinisikan IMT lebih dari atau sama dengan 25 sebagai overweight dan obesitas bila IMT lebih dari atau sama dengan 30.

Secara global, 43% orang dewasa di atas usia 18 tahun dinyatakan overweight dan obesitas di tahun 2022, yang meningkat dari 25% pada tahun 1990. Prevalensi obesitas global meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2022 menurut WHO dan UNICEF.

10 Provinsi di Indonesia dengan Prevalensi Overweight dan Obesitas di Atas Rata-Rata Nasional Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 | GoodStats

Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, prevalensi overweight dan obesitas mencapai 37,8%. Terdapat tiga belas provinsi di Indonesia dengan prevalensi overweight dan obesitas yang lebih tinggi dari capaian nasional. SKI tahun 2023 juga memperkirakan satu dari tiga orang dewasa berusia lebih dari 18 tahun di Indonesia mengalami overweight atau obesitas.

DKI Jakarta memimpin dengan prevalensi tertinggi sebesar 48%, diikuti oleh Sulawesi Utara (47,5%) dan Papua (45,5%). Papua Tengah dan Kepulauan Riau juga mencatat angka yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 44,5% dan 44,2%.

Provinsi lainnya yang masuk dalam daftar ini termasuk Papua Barat, Papua Barat Daya, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Aceh, dan Jawa Barat, dengan prevalensi obesitas berkisar antara 40,9% hingga 43,4%.

Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan RI, pola makan yang tidak sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, misalnya tekanan sosial, ketersediaan makanan di wilayah tersebut, budaya makan, serta faktor ekonomi seperti harga makanan dan keterbatasan akses. Mendukung informasi tersebut, siaran pers UNICEF di tahun 2022 menyatakan bahwa akses yang makin mudah dan biaya yang semakin terjangkau atas makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula, dan garam adalah penyebab utama malnutrisi.

Prevalensi overweight dan obesitas yang tinggi mencerminkan bahwa kedua hal ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Tidak hanya dipengaruhi oleh makanan saja, Kementerian Kesehatan juga menggaungkan gerakan untuk menurunkan angka tersebut dari faktor-faktor lainnya seperti gaya hidup sedentari dan kurangnya aktivitas fisik, yang menjadi salah satu faktor terbesar peningkatan prevalensi obesitas di perkotaan. 

“80% PTM disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat sebagai dampak modernisasi seperti kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur dan buah, makanan tinggi gula, garam dan lemak, merokok dan minuman beralkohol, sehingga sebagian besar PTM sebenarnya dapat dicegah,” ujar Dirjen P2P Kementerian Kesehatan RI.

Laporan-laporan dari lembaga seperti Kementerian Kesehatan dan Bappenas dalam kebijakan ketahanan pangan 2020-2024 juga mengakui adanya tantangan dalam ketersediaan pangan berkualitas dan terjangkau untuk daerah perkotaan.

Kondisi-kondisi tersebut memiliki implikasi ekonomi dalam bentuk biaya kesehatan langsung yang harus ditanggung untuk pengobatan dan perawatan di fasilitas kesehatan. Menurut data di Laporan Pengelolaan Program dan Laporan Keuangan BPJS Kesehatan di tahun 2022, biaya pelayanan di tahun tersebut mencapai Rp24,06 triliun dengan total 23,27 juta kasus. Mayoritas penyakit yang ditanggung merupakan penyakit tidak menular yang memiliki hubungan erat terkait pola makan dan merupakan dampak dari overweight maupun obesitas.

UNICEF menyerukan agar semua pihak—pemerintah pusat dan daerah, masyarakat sipil, dan pelaku sektor swasta—bersama-sama memprioritaskan kebijakan dan program untuk menurunkan angka overweight dan obesitas di Indonesia.

Kebijakan dan program ini mencakup menekan konsumsi makanan tidak sehat, memberi dan membaca label gizi dengan jelas, mengakhiri pemasaran produk tidak sehat, menerapkan pajak pada makanan/minuman tidak sehat, subsidi untuk makanan sehat, dan meminta tanggung jawab perusahaan untuk menawarkan pilihan produk yang lebih sehat.

Baca Juga: Tren Kematian Akibat Obesitas di Indonesia Belum Ada Tanda Penurunan

Penulis: Debora Karyoko
Editor: Editor

Konten Terkait

Simak Data Ketenagakerjaan RI, Lulusan SMU-SMK Paling Banyak Menganggur

Sebanyak 139,9 juta penduduk Indonesia telah bekerja dan 7,9 juta penduduk Indonesia masih mengganggur. Pengangguran didominasi lulusan SMU dan SMK.

Mengamati Indeks Literasi dan Masyarakat Digital Indonesia, Sudah Berapa?

Seiring dengan meningkatnya ILDI 2022 dan IMDI 2024, Menkominfo mengajak generasi muda untuk berkontribusi membangun literasi digital di Indonesia

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook