Memasuki 2025, Indonesia menghadapi ragam tantangan penuh ketidakpastian. Situasi ekonomi global yang penuh tekanan memengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri, meningkatkan harga kebutuhan pokok, tingkat pengangguran, hingga angka PHK. Di sisi lain, pengaruh geopolitik akibat kebijakan para penguasa dunia membuat masyarakat semakin dipenuhi kekhawatiran. Meski geliat pembangunan masih berjalan, suasana hati publik tak sepenuhnya sejalan dengan agenda optimisme pemerintah.
Survei Indeks Optimisme Indonesia 2025 yang dirilis GoodStats menyoroti adanya penurunan tingkat optimisme di kalangan masyarakat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Indeks optimisme Indonesia berada pada angka 5,51 pada 2025, jatuh dari capaian 2023 yang sebesar 7,77. Hal ini mencerminkan tergesernya harapan responden akan kondisi hidup yang lebih baik, digantikan oleh keraguan terhadap masa yang akan datang.
Indeks Optimisme Indonesia 2025
Indeks optimisme Indonesia 2025 diukur berdasarkan 8 dimensi, masing-masing dimensi dibangun oleh 2-3 aspek khusus. Ukuran optimisme pada indeks ini memanfaatkan skala likert 1-10, dengan rincian sebagai berikut.
- 1-2: Sangat pesimis
- 3-4: Pesimis
- 5-6: Netral
- 7-8: Optimis
- 9-10: Sangat optimis
Skor indeks optimisme 2025 diperoleh dari rata-rata skor setiap dimensi pembentuknya. Hal ini berarti, semakin tinggi skor, maka semakin tinggi pula tingkat optimisme responden.
Tahun ini, indeks optimisme Indonesia berada di angka 5,51, yang berada pada kategori netral. Padahal pada 2023, Indonesia masih masuk kategori optimis dengan skor 7,77.
Publik Paling Optimis pada Budaya dan Teknologi
Dimensi budaya dan kreativitas meraih skor 6,75 pada 2025, jadi yang tertinggi dari delapan dimensi dalam pengukuran. Capaian ini sama dengan tahun 2023, di mana dimensi kebudayaan juga meraih skor tertinggi. Optimisme yang tinggi ini mencerminkan harapan akan budaya Indonesia, termasuk film, musik, hingga pakaian, yang semakin dikenal luas.
Sebanyak 70,2% responden mengaku optimis bahwa budaya Indonesia akan dikenal lebih luas, dan 51,6% optimis generasi muda akan terus mampu melestarikan budaya lokal. Hal ini mencerminkan harapan besar yang ditaruh masyarakat Indonesia akan kemajuan budaya lokal Indonesia di panggung global.
Sementara itu, dimensi teknologi dan inovasi juga meraih indeks optimisme yang tinggi, dengan skor 6,69, kedua tertinggi pada 2025. Hal ini menunjukkan bahwa harapan terhadap kemajuan teknologi dan inovasi oleh anak muda akan mampu meningkatkan daya saing ke tingkat global.
Kedua unsur penyusun dimensi ini meraih skor tinggi, dengan 66,8% responden optimis anak muda Indonesia bakal memimpin inovasi dan 52,2% optimis teknologi lokal akan mampu bersaing di panggung global. Optimisme yang tinggi ini memupuk harapan bahwa anak muda mampu membawa nama Indonesia lebih dikenal melalui inovasinya.
Optimisme Politik Terendah: Tantangan Besar di Wajah Pemerintahan RI
Di sisi lain, dimensi politik dan pemerintahan mencatatkan indeks optimisme terendah, hanya sebesar 3,87 poin. Dimensi ini juga satu-satunya yang masuk kelompok pesimis di antara delapan dimensi lain dalam daftar.
Hal ini melanjutkan hasil dari tahun 2023, di mana dimensi politik dan hukum meraih skor terendah, hanya 5,72 poin. Praktik korupsi yang masih mendarah daging, kurangnya transparansi hingga minimnya perhatian pada suara rakyat mendorong anjloknya skor di dimensi ini.
Mirisnya, 60,1% responden pesimis bahwa pemerintah akan lebih transparan dan akuntabel, 67,4% pesimis bahwa korupsi bakal semakin berkurang, dan 53,3% responden pesimis bahwa masyarakat akan punya suara yang lebih besar dalam kebijakan publik.
Skor ini menekankan perlunya gerakan perubahan dalam mengubah wajah pemerintah Indonesia di mata masyarakatnya, menjadi pemerintah yang lebih banyak mendengar dan berpihak pada rakyat, alih-alih mengutamakan kepentingan pribadi.
Kalau Dimensi Lain?
Dimensi lain, meski skornya lebih tinggi dibanding dimensi politik dan pemerintahan, masih masuk pada kategori netral. Hal ini turun dari capaian 2023, di mana hampir seluruh dimensi masuk kategori optimis dengan skor indeks di atas 7.
Harapan Ekonomi Menipis
Dimensi ekonomi tahun ini mencatatkan skor 5,16, masuk kelompok netral. Skor ini turun drastis dari tahun 2023, di mana dimensi ekonomi yang ketika itu digabung dengan dimensi kesehatan, berhasil menorehkan skor 8,31, masuk kategori sangat optimis.
Penurunan ini salah satunya akibat rendahnya tingkat optimisme untuk unsur-unsur pembentuknya. Setiap unsur memperoleh indeks optimisme yang rendah, mulai dari peluang kerja (4,85), pertumbuhan ekonomi (4,95), hingga daya beli masyarakat (5,68).
Sekitar 7 dari 10 responden juga mengaku mengalami atau menyaksikan PHK dalam 6 bulan terakhir, mendorong rendahnya optimisme akan peluang kerja. Di sisi lain, harga kebutuhan pokok yang semakin tinggi dan tidak dibarengi dengan upah yang mencukupi mendorong melemahnya daya beli. Menurut Numbeo, daya beli Indonesia bahkan jadi yang terendah ketujuh di dunia pada pertengahan 2025, menyoroti urgensi untuk membenahi kondisi ekonomi nasional.
Optimisme Pendidikan Juga Rendah
Dimensi lain, yakni pendidikan, juga menorehkan skor rendah sebesar 5,51. Terlihat bahwa pemerataan kualitas pendidikan masih menjadi tantangan utama, memperoleh skor terendah 5,09.
Unsur lain seperti kualitas tenaga pendidik dan relevansi sistem pendidikan mendapat skor sedikit lebih tinggi dibanding unsur pemerataan kualitas.
Dalam hal ini, pemerataan akses pendidikan berkualitas menjadi tantangan utama yang dihadapi sektor pendidikan, khususnya di daerah terpencil dan tertinggal, yang masih sulit mengakses sekolah dengan fasilitas lengkap dan guru berpengalaman.
Optimisme Pemerataan dan Kualitas Kesehatan Rendah
Indeks optimisme untuk dimensi kesehatan mencapai 5,52 pada 2025. Kebanyakan responden tercatat pesimis akan layanan kesehatan yang terjangkau, berkualitas, dan merata aksesnya.
Kendati demikian, sekitar 45,1% responden yakin bahwa kesadaran akan pentingnya hidup sehat akan terus meningkat, membuat indeks optimismenya jadi yang tertinggi dari unsur lain pada dimensi kesehatan.
Kondisi Sosial & Toleransi Dinilai Netral
Indeks optimisme untuk dimensi sosial & toleransi meraih skor 6,06, masuk kategori netral. Pemakaian media sosial meraih optimisme terendah, sedangkan unsur kesetaraan gender mendapat skor tertinggi.
Secara umum, unsur kesetaraan gender mendapat skor 6,40, dengan 52,6% responden optimis kesetaraan gender di Indonesia akan semakin terwujud. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), indeks kesetaraan gender (IKG) di Indonesia pada 2024 adalah 0,421 turun dari 2023 yang sebesar 0,447. Penurunan ini menggambarkan perbaikan dalam kesetaraan gender.
Selain itu, 51,7% responden optimis toleransi antar kelompok akan meningkat. Meski begitu, optimisme terhadap penggunaan media sosial yang beradab dan positif masih rendah, di angka 33,1%. Sosial media sebagai wadah kebebasan berekspresi sering kali disalahgunakan untuk menyebar konten hoaks, misinformasi, hingga hal-hal negatif yang memengaruhi pengguna lain. Mereka yang belum cukup dewasa untuk memilih dan memilah konten bisa terkena paparan negatif.
Pengaruh Geopolitik di Indonesia
Terakhir, dimensi geopolitik dan hubungan internasional meraih skor 5,30. Rendahnya optimisme ini didorong oleh ketidakpastian kondisi global saat ini, yang turut memengaruhi dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Unsur dengan optimisme terendah diraih oleh dampak konflik global, dengan hanya 24% responden optimis dampak konflik global takkan merugikan Indonesia secara langsung, baik dari segi ekonomi maupun kesejahteraan. Penerapan tarif timbal balik Trump hingga dampak negosiasi Prabowo-Trump sejatinya memengaruhi kondisi nasional saat ini.
Sementara itu, sekitar 33,1% responden optimis Indonesia mampu menjaga stabilitas nasional dan 38,4% yakin Indonesia dapat menjaga perdamaian kawasan.
CEO GNFI Wahyu Aji menegaskan bahwa menjaga optimisme bukan berarti menutup mata terhadap realita saat ini. Justru sebaliknya, indeks optimisme 2025 yang rendah bukan berarti masyarakat tidak mencintai negaranya, melainkan ungkapan akan harapan yang belum terpenuhi.
“Kami melihat menjaga optimisme bukan berarti menutup mata dari kenyataan. Justru dari data inilah kita bisa kembali menyusun narasi optimisme yang lebih membumi,” tutur Aji, Kamis (7/8/2025).
Metodologi Penelitian
Survei Indeks Optimisme 2025 dilaksanakan pada 3 Juni-3 Juli 2025, melibatkan 1.020 responden secara kuantitatif melalui online survey.
Responden berasal dari berbagai kelompok usia, pendidikan, dan pekerjaan, membuat hasil survei lebih komprehensif, mencakup pandangan seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Simak survei lengkapnya di sini.
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor