Studi ilmiah yang dilakukan Universitas Tadulako bersama Nexus3 Foundation menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Teluk Weda terpapar merkuri dan arsenik. Kandungan logam berat dalam tubuh ini dapat difaktori oleh apa yang dikonsumsi masyarakat.
Merkuri merupakan logam berat yang sangat berbahaya dan mengancam kesehatan manusia secara signifikan. Sementara itu, arsenik dalam tubuh berpotensi mengakibatkan diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular, serta masalah kesuburan.
Ambang batas aman konsentrasi merkuri dalam darah adalah 9 µg/L. Akan tetapi, konsentrasi merkuri dalam tubuh 13 masyarakat Desa Gemaf mencapai 9,6 µg/L-19,3 µg/L. Kemudian, konsentrasi merkuri dalam tubuh 9 masyarakat Desa Lelilef mencapai 10 µg/L-14,3 µg/L.
Untuk kadar konsentrasi arsenik dalam tubuh, masih tergolong aman jika tidak melebihi 12 µg/L. Sebanyak 12 masyarakat Desa Gemaf memiliki konsentrasi arsenik hingga 13,2 µg/L-43,7 µg/L. Kemudian, ada 3 masyarakat Desa Lelilef dengan konsentrasi arsenik melebih ambang batas aman, berada di rentang 15,9 µg/L-27,2 µg/L.
Masyarakat dengan konsentrasi merkuri melebihi ambang batas aman diketahui mengonsumsi makanan laut kurang lebih 2-3 kali sehari.
Di samping itu, konsentrasi nikel, talium, timbal, dan kadmium dalam 46 darah masyarakat (responden) masih di bawah nilai ambang batas aman.
Ada Apa di Teluk Weda?
Teluk Weda atau Weda Bay terletak di Desa Lelilef Sawai, Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Pulau Sulawesi dan Halmahera memiliki cadangan nikel terbesar, sehingga mampu dijadikan andalan untuk perekonomian negara.
Sejak negara melarang ekspor mineral mentah ke luar negeri pada 2020, berbagai kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah mineral dengan skema hilirisasi dan insentif diterapkan. Oleh karena itu, banyak investasi dan proyek pembangunan smelter di dalam negeri. Per 2024, ada 44 smelter nikel di Indonesia.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2032, kawasan industri berbasis nikel ditekankan di wilayah Sulawesi dan Halmahera.
Maluku Utara menjadi daerah dengan sumber daya nikel paling luas di Indonesia. Kawasan Industri Weda Bay adalah salah satu yang terus didorong dan kini merupakan salah satu tambang nikel terbesar di dunia.
Tambang nikel tersebut berada di bawah naungan PT Weda Bay Nickel (WBN). Sahamnya dimiliki oleh perusahaan Tiongkok Tsingshan (51,3%), perusahaan Prancis Eramet (37,8%), dan pemerintah Indonesia melalui PT Aneka Tambang Tbk (10%).
WBN bersama 3 hingga 4 perusahaan lainnya mengoperasikan tambang dan smelter nikel di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Akan tetapi, pengawasan dan pencegahan pencemaran belum optimal, sehingga memunculkan keluhan serta pelanggaran hak asasi manusia. Dalam hal ini, kesehatan masyarakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tertulis bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan masyarakat di wilayah operasionalnya.
Selain itu, pelaku usaha wajib memberi kompensasi dan asuransi kepada masyarakat terdampak.
Tak hanya dari aspek kesehatan, tambang nikel di Weda Bay juga telah berdampak secara ekonomi dan lingkungan. Kecelakaan industri dan banjir di permukiman terjadi berkali-kali.
Menurut Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, temuan Universitas Tadulako dan Nexus3 Foundation menunjukkan gentingnya dampak pertambangan nikel terhadap lingkungan. Lebih dari itu, Arie menilai kerusakan ini tak hanya dipermukaan, sebab sudah terbukti ditemukan efeknya dalam tubuh manusia.
Hal ini juga menjadi penanda, proses pengelolaan dan pemantauan aktivitas pertambangan yang tidak dilakukan secara optimal.
Temuan di Lingkungan Weda Bay
Sampel air dan sedimen yang diambil dari Sungai Sagea dan beberapa air sungai di sekitar lokasi tambang, menunjukkan hasil yang ironi. Sedimen Sungai Ake Jira dan Ake Sagea mengandung nikel, besi, kadmium, kobalt, dan kromium yang sangat tinggi dibandingkan sedimen pembandingnya.
Aliran air dari kawasan pertambangan di hulu sungai berpotensi menimbulkan konsentrasi beberapa logam berat tersebut.
Akan tetapi, peneliti juga menyebut perlu dilakukan penelitian kembali untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah pertambangan skala besar dibuka.
Sementara itu, hasil pemantauan pada air sungai, ketiga sungai menunjukkan konsentrasi logam berat yang sangat rendah.
Pengujian pada Hasil Laut Kawasan Weda
Semua sampel ikan laut yang diperoleh dari rumah nelayan Desa Gemaf dan pasar tradisional Desa Lelilef terkonfirmasi mengandung logam berat. Merkuri (Mg) dan Arsenik (Ag) ditemukan di setiap ikan yang diuji.
Penelitian ini menguji 16 ikan, di mana 9 di antaranya dari Gemaf dan 7 lainnya dari Lelilef.
Konsentrasi merkuri pada ikan yang diuji berada di rentang 0,02-0,28 mg/kg (ppm), yang tertinggi ditemukan di ikan barakuda. Kemudian, konsentrasi arsenik pada ikan berada di rentang 0,43-3,03 mg/kg (ppm), tertinggi pada ikan sorihi.
Industri Nikel yang Diagungkan
Indonesia termasuk negara yang berperan penting dalam ekspor-impor nikel. Indonesia bahkan memiliki endapan nikel terbesar di dunia, mencapai 23% total cadangan global. Berdasarkan laporan Federal Institute for Geosciences and Natural Resources, Indonesia berkontribusi hingga 55% dalam produksi nikel global pada 2023.
Prediksinya, Indonesia mampu memproduksi 65% pasokan nikel global pada akhir dekade ini.
Hilirisasi nikel juga menjadi salah satu program yang getol digaungkan saat ini. Akan tetapi, tanggung jawab perusahaan dan negara atas hak asasi manusia belum sepenuhnya dikerahkan.
Menurut Arie, tanggung jawab terhadap lingkungan sudah diserahkan pada perusahaan sejak awal proses pendirian, melalui dokumen-dokumen lingkungan.
“Jadi dia seharusnya sudah memiliki tanggung jawab sebelum dia melakukan aktivitas pertambangan, misalnya. Nah ini yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 1999 dan itu sangat jelas untuk mencegah kerusakan lingkungan,” jelas Arie kepada GoodStats, Jumat (13/6).
Aturan ini sekaligus menuntut tanggung jawab perusahaan atas dampak yang dirasakan manusia di sekitarnya. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga harus berperan sebagai pengawas.
Akan tetapi, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat penting yang harus diperhatikan perusahaan pun seringkali hanya dilihat sebagai dokumen administratif. Kasusnya di Raja Ampat, pemerintah daerah bahkan tidak memiliki dokumen AMDAL perusahaan. Dengan demikian, pemerintah tidak melakukan fungsi pengawasan yang harusnya dijalankan.
“Kualitas AMDAL semakin kecil, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak teridentifikasi dari awal,” tambah Arie.
Gerakan Perubahan oleh Publik
Kemarahan publik terlihat dari bagaimana #SaveRajaAmpat digaungkan. Menurut Arie, kerusakan yang terjadi di Sulawesi dan daerah tambang nikel lainnya juga akan terjadi di Raja Ampat.
Suara masyarakat melalui media sosial menjadi “senjata” yang paling bisa dilakukan saat ini. Terbukti dengan pencabutan empat izin perusahaan tambang di Raja Ampat. Meskipun demikian, Arie mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah dan turut meminta pemerintah mengevaluasi izin perusahaan serta mengevaluasi program hilirisasi.
Greenpeace Indonesia menawarkan solusi efisiensi energi, mengurangi permintaan terhadap mineral-mineral kritis. Transisi energi berupa kendaraan listrik, belum sepenuhnya optimal karena baterainya masih dihasilkan dari mineral kritis.
Recycle juga dapat menjadi solusi, menggunakan kembali bahan-bahan nikel yang sudah tersedia. Kemudian, perlu dibangun noble zone, sehingga wilayah adat, wilayah kaya biodiversitas, serta wilayah bernilai konservasi tinggi dapat dilindungi.
“Bukan berarti wilayah yang tidak memiliki nilai konservasi tinggi itu bisa dieksploitasi, itu dikaitkan dengan permintaan yang harus dipastikan untuk diturunkan,” tutur Arie.
Kebijakan transportasi umum adalah salah satu cara untuk mendorong efisiensi energi ini.
Selain penolakan, sebagian masyarakat memang mendukung aktivitas pertambangan. Ini disebabkan ketergantungan secara ekonomi. Akan tetapi, Arie menyebut bahwa masyarakat dan pemerintah memiliki opsi untuk menjalankan ekonomi hijau.
Pengembangan pariwisata hijau di Raja Ampat misalnya, sudah menjadi contoh. Berdasarkan data, Arie menyampaikan bahwa keuntungannya lebih besar daripada bergantung pada aktivitas pertambangan.
Ekonomi hijau dan berkelanjutan inilah yang menjadi PR agar dikembangkan ke depannya.
Baca Juga: 7 Perusahaan Tambang dengan Keuntungan Terbesar di Asia
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor