Menurut data International Diabetes Federation (IDF) dalam laporannya bertajuk IDF Diabetes Atlas edisi ke-11, jumlah penderita diabetes pada beberapa negara diperkirakan akan meningkat dalam seperempat abad ke depan.
Pada tahun 2050, Indonesia sendiri diproyeksikan memiliki 28,6 juta penderita diabetes, menempatkannya di peringkat kelima jumlah kasus diabetes terbanyak di dunia.
Secara global, China diproyeksikan menjadi negara dengan penderita diabetes terbanyak pada tahun 2050, mencapai 168,3 juta jiwa.
Pemeringkatan disusul oleh India sebanyak 156,7 juta jiwa. Sementara itu, negara tetangga Pakistan menjadi pelengkap posisi tiga besar dengan 70,2 juta penderita.
Amerika Serikat berada di urutan berikutnya dengan 43 juta kasus. Adapun keberadaan Indonesia setelahnya menjadikan tanah air sebagai satu-satunya negara asal Asia Tenggara dalam daftar ini. Jumlah penderita diabetes di Indonesia diproyeksikan naik 8,2 juta sejak 2024.
Bahkan, prevalensi diabetes nasional pun diperkirakan terus memuncak. Tercatat, prevalensi diabetes di Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2011. Persentase ini meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 2024 mencapai 11,3%. Proyeksi tahun 2025 menyebut prevalensi diabetes di Indonesia akan menyentuh 12,6%.
Dari wilayah Afrika Utara, Mesir menempati posisi keenam dengan 24,7 juta penderita, diikuti oleh Brasil asal Amerika Selatan dengan jumlah pasien penderita diabetes yang diproyeksikan mencapai 24 juta penduduk.
Kembali ke Asia Selatan, Bangladesh berada di bangku kedelapan angka dengan 23,1 juta pasien diabetes, disusul Meksiko dari Amerika Tengah yang mencatatkan jumlah penderita sebesar 19,9 juta jiwa.
Turki yang berasal dari Asia Barat menutup pemeringkatan dengan total 14,1 juta pasien, sekaligus semakin menguatkan kawasan Asia sebagai pusat utama epidemi diabetes dunia pada tahun 2050.
Adapun jumlah penduduk yang diperhitungkan dalam ini merupakan populasi warga yang berusia dewasa hingga lansia, yaitu 20-79 tahun.
Berapa Banyak Konsumsi Gula Maksimal per Hari?
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang dewasa per hari adalah 10% dari total energi, yaitu 200 kilokalori (kkal). Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan atau 50 gram (g) per orang per hari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata konsumsi gula pasir masyarakat Indonesia dalam seminggu cenderung menurun selama satu dekade terakhir. Mulanya pada tahun 2014, konsumsi per kapita tercatat sebesar 122,9 g. Angka ini terus mengalami kenaikan hingga mencapai puncak tertingginya pada tahun 2016 hingga mencapai 143,2 g.
Sementara itu, konsumsi pada periode berikutnya cenderung menurun, dengan laju per tahunnya sebesar 2-9 g. Meski tidak signifikan, konsumsi gula pasir masyarakat Indonesia kembali mengalami peningkatan pada tahun 2021 dan menyentuh 128,1 g. Besaran ini lanjut menyusut hingga mencapai 103 g pada 2024, sekaligus sebagai titik terendah konsumsi gula pasir dalam sepuluh tahun ke belakang.
Secara umum, konsumsi gula pasir oleh penduduk Indonesia dalam seminggu pada sedekade terakhir berada dalam kisaran 103-143 g, dengan rata-rata secara keseluruhan sekitar 109 g per minggunya.
Jika dirata-ratakan per hari, angka tersebut setara dengan 15,5 g per orang per hari. Jumlah ini jauh di bawah batas konsumsi gula harian yang direkomendasikan Kemenkes, yaitu maksimal 50 g per hari.
Walaupun konsumsi gula nasional secara statistik belum berlebihan, risiko penyakit diabetes tetap perlu mendapat perhatian serius karena angka ini belum memperhitungkan gula tambahan dari minuman manis kemasan, makanan olahan, serta jajanan modern yang kini semakin populer di masyarakat.
Apa Saja Penyebab Diabetes?
Dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepulauan Seribu, dr. Nur Rahmah Oktariani mengatakan konsumsi gula berlebihan yang menyebabkan penyakit diabetes tidak hanya didapat dari makanan atau minuman manis, namun juga dari gula tambahan seperti makanan berbahan tepung-tepungan.
“Sebenarnya selama ini kita mikirnya yang namanya gula itu dari makanan manis, dari minuman manis. Tapi kita lupa ada sumber gula yang lain, terutama dari karbohidrat yang kita konsumsi, apakah itu dari nasi, dari kentang, dari tepung-tepungan gitu, itu juga menghasilkan karbohidrat,” paparnya dalam diskusi mengenai diabetes yang diikuti secara daring di Jakarta, mengutip Antara, Senin (14/4/2025).
Ia mengatakan pola hidup yang sering mengombinasikan nasi sebagai karbohidrat utama dengan sumber karbohidrat lainnya dari tepung-tepungan dapat meningkatkan risiko diabetes melitus lebih tinggi, seperti dari bakso, bihun, dan minuman kemasan
Selain menjaga asupan gula dan karbohidrat, setiap orang juga perlu meningkatkan asupan protein, lemak, buah dan sayur untuk sumber serat yang akan mengontrol gula darah agar lebih baik serta sumber antioksidan untuk menghilangkan racun dari makanan yang dikonsumsi.
Adapun bagi individu yang sudah terkena diabetes, ia menyarankan untuk dapat meningkatkan pola aktivitas dengan olahraga rutin 30-45 menit setiap hari, seperti aerobik, joging, jalan cepat, atau berenang.
Baca Juga: Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia: Angka Resmi Riskesdas dan IDF 2025
Sumber:
https://diabetesatlas.org/resources/idf-diabetes-atlas-2025/
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/OTUwIzE=/rata-rata-konsumsi-per-kapita-seminggu-beberapa-macam-bahan-makanan-penting--2007-2022.html
Penulis: Shahibah A
Editor: Editor
