Peringatan Hari Buruh 2025 di Jakarta diramaikan aksi massa dan Mobile Truck Gig yang digelar di Senayan Park hingga Gedung DPR RI, dimulai pukul 10.00 WIB. Ribuan buruh yang tergabung dalam GEBRAK (Gerakan Buruh Bersama Rakyat) berkumpul untuk menuntut penghentian badai pemutusan hubungan kerja (PHK) serta perbaikan kesejahteraan pekerja di tengah krisis kapitalisme yang kian meruncing.
Acara dimeriahkan penampilan band seperti The Jansen, The Brandals, Usman and The Blackstones, Methosa, Baromil, Suden, dan Jati Andito, namun berakhir ricuh saat penampilan The Jansen pada lagu kedua dihentikan aparat sekitar pukul 17.00-17.22 karena massa dianggap memicu kerusuhan, hingga akhirnya dipaksa bubar.
Husein dari Front Muda Revolusioner Jakarta, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan membangun kesadaran kelas buruh untuk melawan sistem kapitalisme. Ia menyoroti UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan pekerja dengan menekan upah dan menambah beban kerja, serta mendorong revolusi sosialis sebagai solusi. Menurutnya, buruh memiliki peran historis untuk mengambil alih kekuasaan dan membangun sistem yang lebih adil, bukan sekadar melawan rezim atau menuntut kebijakan parsial.
Baca Juga: Gelombang PHK di Awal 2025
Janji Prabowo
Presiden Prabowo Subianto, dalam peringatan Hari Buruh 2025 pada Kamis (1/5) di Lapangan Monas, Jakarta, mengumumkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional sebagai komitmen untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Dewan ini akan melibatkan tokoh-tokoh buruh dari seluruh Indonesia untuk mengkaji persoalan mendasar, mengevaluasi regulasi yang merugikan buruh, dan mendukung penghapusan sistem outsourcing. Prabowo juga mengumumkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK untuk mencegah PHK sepihak serta percepatan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan pekerja sektor perikanan.
Meski disambut sorak sorai buruh, Husein memandang janji-janji ini dengan skeptis, menilainya sebagai manuver populis untuk menutupi krisis kapitalisme. Hal ini sama seperti janji-janji politik Presiden Prabowo Subianto sebelumnya dan menjadi sorotan dalam aksi Hari Buruh 2025.
Program populis seperti makan gratis yang digaungkan Prabowo dikritik sebagai upaya menutupi krisis kapitalisme, sementara efisiensi anggaran justru memperburuk kondisi pekerja. Buruh juga memprotes kebijakan yang dinilai mengembalikan pengaruh militer, seperti pengesahan undang-undang TNI, yang dianggap mengancam demokrasi dan memperlemah posisi rakyat.
Husein menilai bahwa kebijakan-kebijakan ini mencerminkan ketidakmampuan sistem kapitalisme mengatasi krisis yang telah berlangsung sejak 2008. Ia menyebut program populis hanya sebagai kedok untuk menyelamatkan kepentingan kelas penguasa, sementara buruh terus terpinggirkan.
“Jadi kita lihat manuver-manuver politik dari kelas penguasa yang semakin lama semakin mencirikan, membuat program-program populis seperti makan gratis dan lain-lain, dan juga di saat yang bersamaan melakukan efisiensi anggaran,” ujar Husein setelah ditemui langsung oleh tim GoodStats di depan tokok buku dan majalah kecil yang ia jual di depan gerbang DPR RI, Kamis (1/5).
Penduduk Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama
Husein menegaskan bahwa kapitalisme terus mempolarisasi masyarakat menjadi dua kelas: proletar dan borjuis, dengan kelas menengah yang semakin tergerus. Ia menyoroti bahwa bahkan pekerja kreatif seperti ilustrator kini terproletarisasi, dengan upah lebih rendah dari buruh pabrik.
“Selama Anda mendapatkan upah, Anda adalah kelas pekerja. Nah, semakin lama kapitalisme akan semakin membagi masyarakat ke dalam dua kelas, yaitu kelas proletar dan kelas borjuis,” kata Husein.
Struktur pekerjaan di Indonesia mencerminkan dominasi kelas buruh yang rentan terhadap eksploitasi. Data menunjukkan bahwa 29,80% penduduk bekerja sebagai tenaga produksi, operator alat angkutan, dan pekerja kasar, sementara 27,39% bergerak di sektor pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Tenaga usaha penjualan mencakup 20,61%, diikuti tenaga profesional dan teknisi (7,34%), tenaga jasa (6,55%), serta tenaga tata usaha (5,47%), dengan hanya 1,26% di posisi kepemimpinan.
Hari Buruh di DPR RI
Aksi Hari Buruh di depan Gedung DPR RI menjadi puncak peringatan Mayday 2025, menggabungkan unjuk rasa dengan Mobile Truck Gig sebagai bentuk ekspresi perlawanan. Namun, suasana memanas saat aparat menghentikan penampilan The Jansen karena dianggap memicu kerusuhan.
Husein menyayangkan aksi tahun ini kurang revolusioner dibandingkan tahun sebelumnya, yang ditandai dengan massa lebih besar dan semangat yang lebih radikal, seperti spanduk “Mayday Revolution” dan aksi mars yang masif.
Menurut Husein, kekurangan utama adalah minimnya gagasan dari pemimpin buruh untuk mengarahkan energi massa ke transformasi sosial. Ia menekankan bahwa buruh harus mengambil alih alat produksi dan menampar kelas penguasa, bukan hanya menuntut pemerintah.
“Kita harus memberitahu kepada Prabowo, Gibran, dan lain-lain, bahwa kitalah sebenarnya yang berkuasa disini. Yang dicuri hasilnya dan alat produksinya oleh kelas kapitalis,” tegas Husein.
Badai PHK
Husein mengaitkan PHK masif ini dengan krisis kapitalisme global yang berakar sejak 2008, yang terus memperburuk kesejahteraan buruh. Ia menegaskan bahwa solusi bukanlah menuntut perbaikan parsial, melainkan menghancurkan sistem kapitalisme melalui revolusi sosialis.
“Makanya ada undang-undang cipta kerja. Tapi sebenarnya apa? Kita gak lihat pekerjaan baru. Tapi upah dikurangin, tapi beban kerja ditambah,” ungkap Husein.
Tren PHK dalam lima tahun terakhir menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan. Pada 2020, PHK mencapai 3,6 juta orang, turun ke 538.305 pada 2021, lalu terus menurun hingga 25.114 pada 2022 dan 26.400 pada 2023. Namun, angka melonjak menjadi 80.000 pada 2024, dan hingga Februari 2025, telah tercatat 18.610 pekerja kena PHK. Badai PHK ini menjadi isu sentral Hari Buruh, dengan buruh menilai UU Cipta Kerja gagal menciptakan lapangan kerja baru, malah memperparah kondisi dengan upah rendah dan beban kerja berat.
Baca Juga: Sejumlah Pabrik Manufaktur Tutup di Paruh I 2025, 12 Ribu Pekerja Ter-PHK
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor