GoodStats kembali meluncurkan Indeks Optimisme 2025, sebagai bagian dari pengukuran persepsi optimisme masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Terdapat 8 dimensi yang diukur dalam indeks kali ini, yang dimana setiap dimensi didukung oleh 2 hingga 3 unsur untuk memberikan hasil yang lebih komprehensif.
Adapun dimensi yang dijadikan dasar adalah dimensi ekonomi, pendidikan, kesehatan, teknologi dan inovasi, politik dan pemerintahan, budaya dan kreativitas, sosial dan toleransi, serta geopolitik dan hubungan internasional.
Indeks Politik Jadi yang Terendah di 2025
Dalam rilis tersebut, tercatat bahwa indeks optimisme pada 2025 adalah 5,51, dari skala 1-10. Indeks tersebut mengalami penurunan dari tahun 2023 yang pernah mencapai 7,77. Itu berarti, responden tergolong netral mengenai hal-hal yang akan terjadi di Indonesia.
Lebih lanjut, adapun dimensi dengan indeks tertinggi adalah indeks budaya dan kreativitas, yang memiliki indeks sebesar 6,75. Sementara itu, dimensi dengan indeks paling rendah adalah politik dan pemerintahan, yang menyentuh angka 3,87. Indeks politik dan pemerintahan mengalami penurunan dibanding tahun 2023 (5,72).
Tidak ada satu dimensi yang disimpulkan sebagai optimis, dan indeks politik serta pemerintahan merupakan satu-satunya dimensi yang dinyatakan pesimis pada tahun ini.
Pesimisme akan Berkurangnya Korupsi
Dalam dimensi yang kelima yaitu politik dan pemerintahan, unsur yang mendapat persentase pesimis tertinggi adalah korupsi, yaitu sebanyak 67,4%. Hanya 14,4% responden yang merasa optimis akan berkurangnya tindak korupsi di tanah air.
Aspek lainnya seperti keyakinan bahwa masyarakat memiliki ruang suara yang lebih besar dalam kebijakan publik, mendapat persen optimisme sebesar 22,4%, tertinggi dibanding unsur lainnya. Sebanyak 53,3% responden masih pesimis akan hal tersebut.
Terakhir, sebanyak 60,1% responden pesimis akan keyakinan bahwa pemerintah akan lebih transparan dan akuntabel. Hal tersebut mencerminkan bahwa meskipun Indonesia telah menetapkan pemimpin-pemimpin baru, segala hal yang terjadi setelahnya justru meningkatkan pesimisme di kalangan masyarakat.
Sejak pertama kali survei untuk Indeks Optimisme digelar, dimensi ini konsisten menjadi titik terlemah dalam persepsi publik. Kekecewaan tampak mengakar, terutama karena janji perbaikan tata kelola, pemberantasan korupsi, dan partisipasi publik belum banyak terwujud di lapangan.
Indeks yang rendah bukanlah tanda apatisme, melainkan cerminan sistem yang dianggap stagnan. Temuan ini sepatutnya menjadi peringatan keras agar pembenahan dilakukan segera, bukan malah menormalisasikannya.
Adapun Survei Optimisme 2025 dilakukan pada 3 Juni hingga 3 Juli 2025, dengan jumlah responden sebanyak 1.020. Survei dilakukan dengan metode kuantitatif online survey serta Forum Group Discussion (FGD).
Baca Juga: Tambahan Dana Bantuan Partai Politik Dinilai Rawan Korupsi
Penulis: Pierre Rainer
Editor: Editor