Gelombang PHK di Awal 2025

PHK masih jadi momok besar di Indonesia. Lalu, apakah kebijakan tarif impor Amerika Serikat akan berpengaruh?

Gelombang PHK di Awal 2025 Ilustrasi Pekerja Terkena PHK | Freepik
Ukuran Fon:

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, ada lebih dari 18 ribu tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang Januari hingga Februari 2025. Lonjakan tinggi khususnya terjadi pada bulan Februari.

Gelombang PHK ini banyak muncul dari sektor manufaktur, salah satunya raksasa tekstil Sritex yang harus merumahkan lebih dari 10 ribu tenaga kerjanya. Sejumlah perusahaan manufaktur lainnya juga berhenti beroperasi pada awal 2025.

Puluhan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan tiap tahun | GoodStats
Puluhan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan tiap tahun | GoodStats

Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, sektor pengolahan atau manufaktur juga menyumbang angka PHK terbesar pada 2024.

Dua sektor lain penyumbang PHK terbesar adalah sektor aktivitas jasa lainnya, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

PHK di sektor pengolahan atau manufaktur mencapai 24.013 tenaga kerja, sektor jasa lainnya mencapai 12.853 tenaga kerja, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 3.997 tenaga kerja.

Jawa Tengah Sumbang Angka PHK Terbanyak

Menurut data Kemnaker, hingga Februari tahun ini, PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah. Kemudian disusul oleh Riau dan Jakarta. Sementara ini, Jawa Tengah naik satu peringkat, setelah pada 2024 lalu menempati posisi kedua. Ada 13.130 pekerja ter-PHK di Jawa Tengah tahun lalu.

PHK PT Sritex catatkan jumlah besar untuk Jawa Tengah | GoodStats
PHK PT Sritex catatkan jumlah besar untuk Jawa Tengah | GoodStats

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Sebut Angka Berbeda

Sementara itu, data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunjukkan bahwa ada 60 ribu tenaga kerja ter-PHK sepanjang Januari-Februari 2025. Pihak KSPI juga menyebut, perbedaan data antara KSPI dengan Kemnaker sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Kemnaker memperoleh data dari perusahaan, sementara KSPI memperoleh data dari para pekerja. Sumber data yang berbeda ini disebut sebagai akar berselisihnya angka dalam laporan masing-masing.

Pada intinya, KSPI menuntut keseriusan pemerintah mengawal kasus PHK yang terjadi di Indonesia.

Risiko PHK Sudah Diwanti-wanti Sejak Awal

Laporan ilmiah Komisi IX DPR RI oleh Hartini Retnaningsih menyebutkan beberapa perkara yang perlu diperhatikan, sebagai langkah antisipasi PHK di tahun ini. Pemerintah perlu memperhatikan dan membuat kebijakan khusus dalam mendukung sektor industri yang rentan PHK. 

Beberapa sektor yang dimaksud adalah sektor pengolahan, jasa, pertanian, kehutanan, dan perikanan, keamanan, jalan tol, ritel, telekomunikasi, rumah sakit, dan perbankan.

Kemudian, pemerintah perlu meninjau kembali syarat PHK pada PP Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Pemerintah juga dinilai perlu mengeluarkan kebijakan impor yang tidak merugikan pasar lokal, mendukung pengembangan pasar baru di ranah internasional, melakukan antisipasi terhadap pergerakan geopolitik global, serta berinovasi terhadap pelaksanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar berjalan optimal.

Langkah antisipasi tersebut merupakan evaluasi fenomena PHK pada 2024 lalu. 

Sejumlah faktor yang mempengaruhinya kala itu adalah kebijakan pemerintah terlalu fokus untuk menarik investasi baru dan mengesampingkan yang sudah ada; daya beli masyarakat lemah; serta investasi mesin dan teknologi baru yang cukup terlambat di sektor-sektor utama.

Faktor lainnya adalah kebijakan impor mengganggu pasar lokal; keterlambatan adanya kebijakan kredit peralatan dan mesin dengan bunga rendah; perubahan skema JKP yang membuatnya kurang maksimal.

Apakah Kebijakan Tarif Impor AS Picu PHK?

Menurut Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus, kebijakan tarif Trump dapat berbuntut pada fenomena PHK. Penurunan jumlah produksi barang ekspor dari Indonesia akan berdampak pada penurunan produktivitas tenaga kerja.

"Kalo volume produksi dikurangi, apa yang terjadi? Yang terjadi adalah tenaga kerja yang dipakai juga akan dikurangi, listrik yang dipakai akan dikurangi, segala macamnya akan dikurangi," tutur Heri pada GoodStats, Rabu (9/4/2025).

Beberapa sektor yang cukup terdampak kebijakan ini adalah mesin dan peralatan listrik, produk alas kaki, pakaian dan aksesoris pakaian, lemak serta minyak hewani dan nabati, juga karet. Produk-produk tersebut tercatat paling banyak diimpor oleh Amerika Serikat. Total keseluruhan impor Amerika Serikat terhadap Indonesia, nilainya mencapai US$29,5 juta pada 2024.

Heri melanjutkan, meskipun Amerika Serikat menjadi pasar strategis, Indonesia masih memiliki peluang untuk melebarkan pasar impor ke negara lain, seperti Afrika dan Timur Tengah.

Baca Juga: Korban PHK Dijamin 60% Gaji Selama 6 Bulan, Simak Aturannya

Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor

Konten Terkait

Penjualan Motor Domestik Turun 6% per Maret 2025

Volume penjualan sepeda motor domestik turun ke angka 541 ribu pada Maret 2025. Meski begitu, target penjualan 6,5 juta unit masih tetap optimis tercapai.

Utang Pinjol Jawa Barat Capai Rp19 Triliun, Tertinggi per 2025

Jumlah utang pokok yang masih berjalan dari pinjol mencapai Rp78,5 triliun pada Januari 2025, sekitar 25% berasal dari Jawa Barat.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook