Isu kejahatan seksual khususnya kasus pencabulan dan pornografi telah lama menjadi penyakit sosial yang mengakar di masyarakat Indonesia. Fenomena ini tidak hanya merusak moral dan etika, tetapi juga meninggalkan luka dan trauma mendalam bagi para korban. Pornografi juga dapat menjadi pintu berbagai kejahatan lainnya seperti pelecehan, perzinaan, hingga KDRT.
Berdasarkan data dari Penegakan Hukum Pornografi oleh Bareskrim Polri, pada tahun 2024 terdapat 1.433 kasus pencabulan terhadap anak, 271 kasus pornografi online, 2.896 kasus persetubuhan terhadap anak, dan 32 kasus pornografi online terhadap anak.
Adapun pada Semester I 2025, ini kejahatan tindak pencabulan dan pornografi menunjukkan angka yang fluktuatif.
Jumlah kasus paling banyak tercatat pada Februari dan Mei 2025, mencapai 234 kasus. Sementara itu, jumlah penindakan pada 1 sampai 25 Juni 2025 telah mencapai 68,8% dari jumlah penindakan sebulan penuh di Mei 2025. Secara keseluruhan terdapat 1.231 kasus penindakan terhadap kejahatan cabul dan pornografi pada 2025, dengan rincian kasus tindak pidana cabul berjumlah 943 dan kejahatan pornografi berjumlah 288 kasus.
Terdapat 31 polda yang melakukan penindakan terhadap kasus cabul dan pornografi, adapun wilayah dengan jumlah paling banyak penindakan kasus pencabulan dan pornografi adalah Provinsi Sumatra Utara sebanyak 126 kasus, disusul Sulawesi Selatan (97 kasus), Jawa Timur (90 kasus), Aceh (89 kasus), dan Nusa Tenggara Timur (85 kasus).
Meskipun tren kejahatan pencabulan dan pornografi ini mengalami penurunan pada Juni 2025, tidak menutup kemungkinan adanya fenomena gunung es yang masih menjadi PR besar bagi pemerintah. Kemungkinan masih banyak di luar sana kasus yang masih belum terdata dan korban yang takut untuk melapor.
Oleh karena itu Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyampaikan urgensi sinergi lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penanganan pornografi dalam Rapat Koordinasi Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) yang diselenggarakan pada Sabtu, 19 April 2025.
Woro menekankan pentingnya pendekatan pentahelix yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media massa dalam mencegah dampak negatif pornografi. Pembangunan sumber daya manusia di Indonesia diharapkan dapat melahirkan generasi yang sehat secara moral dan mental.
Selain itu, pemerintah daerah juga diminta mengintegrasikan program literasi digital dan edukasi bahaya pornografi ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Kegiatan seperti kampanye 'Satu Jam Tanpa Gawai', pelibatan tokoh agama dan masyarakat, serta kolaborasi antara sekolah dan orang tua merupakan langkah strategis yang perlu diperluas.
Baca Juga: Konten Pelecehan Seksual Anak Indonesia Terus Meningkat
Sumber:
https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/polisi_jerat_pesta_gay_berkedok_family_gathering_dengan_kasus_pornografi
https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-perkuat-upaya-pencegahan-dan-penanganan-pornografi
https://www.kemenkopmk.go.id/respons-ancaman-pornografi-kemenko-pmk-dorong-percepatan-pembentukan-gugus-tugas-di-tingkatdaerah#:~:text=Mari%20implementasikan%20UU%20No.%2044,kota%20se%20Indonesia%20melalui%20daring.
Penulis: Silmi Hakiki
Editor: Editor