Memasuki usia matang, banyak orang yang semakin memikirkan soal pernikahan. Menikah berarti membuka lembaran baru dalam kehidupan, menua bersama pasangan hidup, orang pilihan yang dicintai, dan tentu bukan keputusan yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, mulai dari persatuan 2 keluarga yang berbeda, perbedaan budaya, kebiasaan, dan lain sebagainya.
Untuk itu, banyak yang beranggapan bahwa usia memainkan peran penting dalam keberhasilan suatu pernikahan. Populix dalam survei terbarunya mengungkapkan usia ideal untuk menikah menurut responden Indonesia. Survei ini melibatkan 1.038 responden Indonesia dan dipublikasikan pada Februari 2025. Hasilnya, sebanyak 61% responden Gen Z dan Milenial di Indonesia memilih usia 25-30 tahun sebagai usia paling ideal untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Selain itu, usia 20-25 tahun dipandang ideal oleh 32% responden. Hanya segelintir yang memilih pernikahan di atas usia 30 tahun, dan tidak ada yang ingin menikah di usia di bawah 20 tahun.
“Hal ini menunjukkan adanya pergeseran tren nikah muda yang semakin ditinggalkan,” tulis Populix dalam keterangan resminya, Rabu (12/2/2025).
Sementara itu, dari 156 responden yang masih belum memiliki pasangan, 54% mengaku belum berencana menikah karena memang belum menemukan pasangan yang tepat. Alasan lain dibalik menunda pernikahan adalah keinginan untuk fokus pada karier (53%), fokus ke hal lain di luar karier seperti hobi dan keluarga (44%), dan merasa sudah cukup dengan kehidupan yang dijalani saat ini (17%).
Kalau Rekomendasi Pemerintah?
Pemerintah menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa usia minimal perkawinan di Indonesia adalah 19 tahun, baik untuk perempuan maupun laki-laki. Sebelumnya, batas minimal usia menikah untuk perempuan adalah 16 tahun. Maraknya pernikahan anak membuat batas usianya kemudian diganti.
Seseorang di usia ini dipandang sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri. Sementara itu, mereka yang masih di bawah 19 tahun dianggap masih di bawah umur dan berada dalam perlindungan UU Perlindungan Anak, sehingga belum sah di mata hukum buat menikah.
Apabila terdapat penyimpangan usia, maka orang tua pria maupun wanita bisa mengajukan dispensasi pada pengadilan, asal disertai dengan bukti yang cukup.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa usia ideal untuk menikah buat perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki di 25 tahun. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan kalau kebanyakan perempuan di Indonesia menikah pertama kali di usia 19-24 tahun.
Usia Mental Lebih Penting Dibanding Biologis
Di sisi lain, Elly Nagasaputra, MK, CHt, konselor pernikahan dari www.konselingkeluarga.com menyebutkan bahwa sejatinya usia mental seseorang jauh lebih penting ketimbang usia biologis ketika menyangkut pernikahan.
“Jadi, tidak ada peraturan baku bahwa di usia sekian, seseorang adalah usia ideal untuk menikah, karena setiap orang itu unik dan spesifik, jadi setiap manusia memiliki perkembangan dan juga tingkat kedewasaan mental dan emosional yang berbeda-beda untuk tiap usia,” terangnya pada GoodStats, Rabu (19/2/2025).
Kedewasaan secara mental tidak dapat diartikan secara gamblang melalui usia. Mereka yang masih muda bisa saja lebih dewasa secara mental ketimbang mereka yang sudah berusia di atas 40 tahun, dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan karakteristik tiap individu.
Jadi Syarat Menikah Itu Apa?
Lebih lanjut, Elly menegaskan bahwa syarat menikah yang utama itu bukan dilihat dari usia biologis, melainkan dari kedewasaan mental setiap individu. Mereka yang berencana untuk menikah harus sudah mandiri dalam tiga aspek utama.
“Yang pertama, mandiri secara finansial, artinya si pria dan wanita yang mau menikah, mereka harusnya sudah mampu memiliki penghasilan sendiri,” ungkapnya.
Menurutnya, mereka yang memutuskan untuk menikah harus bisa membiayai keluarga mereka secara independen, tanpa bergantung pada orang tua maupun pihak lain. Jangan sampai isu finansial malah jadi penghalang keharmonisan rumah tangga ke depannya, apalagi sampai mengambil utang guna memenuhi kebutuhan.
Syarat kedua berkaitan dengan kemandirian secara mental dan emosional. Hal ini penting dalam memastikan hubungan suami istri terjalin baik dengan komunikasi terbuka.
“Artinya orang itu sudah matang, sudah mampu untuk mengelola emosinya dengan baik, mampu untuk menjalin komunikasi secara dewasa dengan pasangannya, mampu juga membahas konflik maupun masalah yang terjadi,” tutur Elly.
Terakhir, kemandirian secara fisik. Kemandirian ini berkaitan dengan bagaimana calon pasangan harus memiliki tempat tinggal yang terpisah dari orang tua maupun keluarga besar lainnya ketika hendak menikah. Pasangan yang masih tinggal seatap dengan anggota keluarga lain akan sulit menahkodai rumah tangganya sendiri. Mereka cenderung tak punya otoritas dan takkan belajar untuk mengelola rumah tangganya sendiri.
“Mereka (harus) mandiri, mereka menjadi kepala rumah tangga dan ratu rumah tangga,” tegasnya.
Lebih lanjut, Elly merekomendasikan konseling pranikah untuk dilakukan setiap calon pasangan sebelum lanjut ke jenjang pernikahan.
“Konseling pranikah sangat penting sebelum menikah untuk mencegah hal-hal negatif di kemudian hari, hal-hal yang mungkin mereka akan sulit handle, untuk mencegah potensi-potensi perselingkuhan, dan juga perceraian,” ujar Elly.
Baca Juga: Tingginya Kasus Perkawinan Anak di Jawa Timur: 70% Dipicu oleh Alasan Cinta
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor