Perkawinan anak merupakan masalah sosial yang masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Menurut UU No 16 tahun 2019 Pasal 7 ayat (1), perkawinan hanya diijinkan apabila pria dan wanita telah mencapai usia 19 tahun.
UU tersebut merupakan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sebelumnya, perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita sudah berumur 16 tahun.
Pada tahun 2020, terdapat 63.680 kasus perkawinan anak di Indonesia berdasarkan banyaknya permohonan dispensasi kawin. Angka tersebut naik sebesar 173% setelah undang-undang tersebut disahkan pada tahun 2019, dimana sebelumnya hanya ada sebanyak 23.145 kasus.
Di sisi lain, meskipun kasus perkawinan anak sejak tahun 2020 hingga 2022 terus menurun, tetapi jumlah kasus yang diajukan masih terhitung tinggi. Pada tahun 2021 ada sebanyak 61.449 kasus dan pada tahun 2022 ada sebanyak 52.095 kasus.
Jika dilihat secara regional, provinsi yang memiliki kasus terbanyak berdasarkan permohonan dispensasi kawin adalah Jawa Timur. Berdasarkan rekap permohonan dispensasi kawin dari Direktorat Jenderal Pengadilan Agama, pada tahun 2022 ada sebanyak 15.339 permohonan yang diputuskan di Jawa Timur atau 29,44% dari kasus nasional.
Provinsi lain yang juga memiliki kasus perkawinan anak yang tinggi adalah Jawa Tengah yaitu sebanyak 12.035 kasus, Jawa Barat 5.778 kasus, Sulawesi Selatan 2,663 kasus, dan Sumatera Selatan 1.343 kasus. Adanya selisih yang jauh, menunjukkan bahwa permohonan dispensasi kawin di Jawa Timur sangat tinggi.
Adapun 3 daerah di Jawa Timur dengan kasus tertinggi adalah Malang sebanyak 1.415 kasus, Jember 1.388 kasus, dan Kraksaan sebanyak 1.141 kasus.
Data dari Direktorat Jenderal Pengadilan Agama menunjukkan bahwa alasan utama untuk perkara dispensasi kawin di Jawa Timur adalah karena cinta, dengan jumlah kasus mencapai 10.836 atau 70,64% dari total kasus.
Sementara itu, alasan kehamilan menempati urutan kedua dengan 3.393 kasus. Selain itu, terdapat 977 kasus yang diajukan karena alasan ekonomi, dimana keluarga atau individu merasa pernikahan dapat membantu memperbaiki kondisi keuangan mereka.
Alasan terakhir yang tercatat adalah alasan intim, yang menyumbang 133 kasus. Data ini mencerminkan berbagai faktor sosial dan personal yang mendorong anak-anak di bawah umur untuk menikah, menunjukkan kompleksitas masalah perkawinan anak di Jawa Timur.
Penulis: Icen Ectefania Mufrida
Editor: Editor