Kekerasan terhadap anak merupakan masalah sosial yang serius di Indonesia. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan sejumlah organisasi untuk menanggulangi masalah ini, angka kekerasan anak masih terus meningkat, menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Kekerasan terhadap anak tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga pada kondisi psikologis, sosial, dan perkembangan masa depan. Kekerasan fisik seperti pemukulan dan penyiksaan meninggalkan bekas fisik dan luka psikologis yang akan dibawa anak bahkan sampai dewasa.
Selain itu, anak-anak, terutama perempuan, sering kali menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang terdekat dan bahkan keluarga sendiri. Kekerasan jenis ini meninggalkan trauma mendalam yang tidak akan hilang seumur hidup.
Penelantaran Juga Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Kurangnya perhatian, pemenuhan kebutuhan dasar, dan perawatan yang memadai tanpa disadari termasuk bentuk kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Penelantaran ini umumnya terjadi pada anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan atau dalam keluarga yang tidak stabil.
Selain penelantaran, kekerasan emosional yang didapati anak juga menjadi salah satu bentuk kekerasan yang sangat berbahaya. Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kekerasan emosional memiliki dampak yang sangat mendalam pada perkembangan psikologis anak. Kekerasan verbal seperti penghinaan, ancaman, atau merendahkan harga diri dapat mengganggu kesejahteraan mental anak.
Angka Kekerasan Terhadap Anak di Indonesia
Berdasarkan data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ribuan anak tercatat menjadi korban kekerasan di berbagai provinsi di Indonesia setiap tahunnya.
Terhitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak di Indonesia mencapai 15.267 anak. Catatan SIMFONI-PPA ini sendiri mencakup berbagai jenis kekerasan yang dialami anak, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking, hingga penelantaran.
Grafik di atas memperlihatkan sebaran kasus kekerasan anak di berbagai wilayah di Indonesia tahun 2024. Kasus tertinggi terjadi di Jawa Barat dengan jumlah korban 1.261 anak. Jawa Timur menyusul di posisi kedua, masih di atas 1.000 korban (1.086 korban).
Berikut 10 wilayah dengan korban kekerasan anak terbanyak di Indonesia:
- Jawa Barat: 1.261 korban
- Jawa Timur: 1.086 korban
- Jawa Tengah: 779 korban
- Sumatera Utara: 740 korban
- Riau: 560 korban
- Aceh: 487 korban
- Sulawesi Selatan: 486 korban
- Kalimantan Timur: 484 korban
- Banten: 460 korban
- Nusa Tenggara Barat: 458 korban
Meski wilayah Jawa memiliki jumlah korban yang tinggi, persentase korban per 10.000 anak di Jawa relatif rendah jika dibandingkan wilayah lain. "Rate" merujuk pada tingkat atau rasio kejadian kekerasan terhadap anak per 10.000 anak di suatu wilayah. Angka tersebut menunjukkan seberapa umum kejadian kekerasan terjadi terhadap anak di daerah tersebut.
Rasio tertinggi di Pulau Jawa dimiliki oleh Jawa Timur dengan angka 1,06%. Artinya, dari setiap 10.000 anak di Jawa Timur, sekitar 1,06 anak menjadi korban kekerasan, atau secara lebih sederhana, sekitar 100 anak per 1 juta menjadi korban kekerasan di provinsi tersebut. Angka ini belum sebanding jika dibandingkan dengan persentase wilayah lainnya di luar Jawa.
Berikut 10 wilayah dengan rasio korban kekerasan anak tertinggi di Indonesia:
- Kalimantan Utara: 7,99%
- Sulawesi Utara: 5,53%
- Maluku Utara: 4,64%
- Kalimantan Timur: 4,49%
- Kepulauan Riau: 4,35%
- Sulawesi Tengah: 3,62%
- Daerah Istimewa Yogyakarta: 3,18%
- Kalimantan Selatan: 3,17%
- Gorontalo: 2,84%
- Nusa Tenggara Barat: 2,76%
8 dari 100 Anak di Kalimantan Utara Menjadi Korban Kekerasan
Secara keseluruhan, rate paling tinggi diraih oleh Kalimantan Utara. Wilayah ini memiliki rate korban di angka 7,99%, yang berarti bahwa hampir 8 dari setiap 100 anak di Kalimantan Utara pernah menjadi korban kekerasan.
Tingginya angka kekerasan terhadap anak ini cukup disayangkan mengingat dampak jangka panjangnya yang sangat serius. Anak-anak yang mengalami kekerasan fisik mungkin menderita cedera, cacat, atau bahkan kematian. Belum lagi trauma psikologis dari kekerasan emosional dan seksual yang dapat menyebabkan gangguan mental yang bertahan hingga dewasa.
Kekerasan juga memengaruhi kemampuan sosial yang turut memengaruhi masa depan anak. Selain itu, korban kekerasan anak memiliki kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan ketika dewasa.
Pemerintah Indonesia melalui KemenPPPA, telah menjalankan berbagai inisiasi untuk mengatasi kekerasan terhadap anak. Seperti, peningkatan edukasi dan kesadaran publik tentang hak-hak anak dan dampak kekerasan, memperkuat layanan perlindungan anak, hingga layanan konseling dan dukungan hukum.
Meskipun demikian, meningkatkan kesadaran masyarakat terkait perlindungan anak tetap menjadi fokus utama agar upaya menghapuskan kekerasan dapat berjalan efektif.
Baca Juga: 56,7% Orang Tua di Indonesia Tidak Memantau Pertumbuhan Anaknya Sesuai Standar
Penulis: Afra Hanifah Prasastisiwi
Editor: Editor