Anak Indonesia Rawan Jadi Perokok Aktif

Sebanyak 3,65% penduduk usia 18 tahun ke bawah menjadi perokok aktif, faktor psikologis paling tinggi karena ingin tahu rasa rokok.

Anak Indonesia Rawan Jadi Perokok Aktif Anak Indonesia rawan jadi perokok aktif (foto hanya ilustrasi)| Pikist

Merokok merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia, baik pada ruang pribadi maupun tempat publik. Data perokok aktif di Indonesia yang semakin meningkat angkanya menunjukkan seberapa besar kontribusi industri tembakau bagi perekonomian Indonesia.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi masyarakat Indonesia usia 15 tahun ke atas yang merokok di tahun 2023 berada pada angka 28,62%. Data ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,36% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa perokok aktif tidak hanya terjadi pada kelompok usia angkatan kerja saja, tetapi juga pada kelompok anak usia di bawah umur.

Pada tahun 2023, BPS juga mencatat sebanyak 3,65% penduduk usia 18 tahun ke bawah menjadi perokok aktif. Anak dengan rentang usia 16-18 tahun menjadi perokok aktif dengan proporsi terbesar yaitu 9,3%.

Hal ini tentunya menjadi sangat miris, mengingat aktivitas merokok dapat membahayakan kesehatan, baik bagi perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. 25 jenis penyakit berbahaya yang bersifat mematikan juga terbukti dapat timbul dari aktivitas merokok.

Mengutip dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, setiap tahun, angka kematian yang disebabkan rokok semakin bertambah. Namun bukannya semakin berkurang, jumlah perokok malah semakin bertambah dan bahkan usia seseorang merokok pun juga semakin muda.

Lantas apa yang membuat anak dan remaja Indonesia kecanduan dalam merokok?

Melalui sebuah penelitian ilmiah pada Jurnal Humaniora Vol.3 No.2, disebutkan terdapat beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Berikut adalah hasil penelitiannya.

Berdasarkan hasil survei penelitian pada 75 responden, tiga faktor psikologis terbesar yang mempengaruhi remaja memulai merokok adalah untuk mengetahui rasa rokok sebanyak 28%, agar terlihat dewasa sebanyak 8% dan agar mendapatkan kenikmatan sebanyak 5,3% responden.

Dalam penelitian yang sama, disebutkan juga bahwa 48% atau sekitar 36 orang remaja memulai melihat perilaku merokok pertama kali dari lingkungan sekitarnya. Selain itu, mereka juga melihat perilaku ini dari teman, orang tua, dan saudara kandung mereka sendiri.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa lingkungan dan relasi hubungan seorang remaja, dapat mempengaruhi mereka untuk memulai aktivitas merokok. Dimana sebagian besar responden penuh rasa ingin tahu terhadap rasa dari rokok itu sendiri.

Mengingat aktivitas merokok dapat membahayakan kesehatan, maka sangat penting untuk melakukan upaya pencegahan perilaku merokok pada masa remaja.

"Upaya ini dapat dilakukan dengan adanya pendidikan tentang bahaya rokok, promosi gaya hidup sehat, dan peraturan yang ketat terkait penjualan rokok kepada remaja. Orang tua dan pendidik juga berperan penting dalam memberikan edukasi dan dukungan kepada remaja untuk mengubah perilaku merokok," tulis Kementerian Kesehatan pada laman website-nya.

Selain itu, Pemerintah juga harus memiliki komitmen yang tinggi dalam mengendalikan industri tembakau di Indonesia, terutama mengenai harga rokok yang masih rendah di pasaran. Sehingga remaja masih dapat dengan mudah membeli dan mengonsumsi rokok.

Penulis: Nur Aini Rasyid
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Bangga Buatan Indonesia: Media Sosial Dorong Anak Muda Pilih Produk Lokal

Sebanyak 69,3% anak muda Indonesia mengaku mengikuti influencer yang sering mempromosikan produk lokal di media sosial.

Benarkah Gen Z Problematik di Dunia Kerja?

Ramai di media sosial mengenai gen Z yang disebut-sebut tidak becus dalam bekerja. Lantas, apakah hal tersebut benar adanya?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook