10 Negara Pengguna Teknologi Pencarian Visual Tertinggi, Ada Indonesia!

Menurut Data Reportal, warganet RI ada di urutan ke-6 negara yang banyak memakai alat pencarian visual di ponselnya tiap bulan.

10 Negara Pengguna Teknologi Pencarian Visual Tertinggi, Ada Indonesia! Ilustrasi Penggunaan Teknologi Pencarian Visual | Tumisu/Pixabay

Perkembangan era digitalisasi membuat setiap orang semakin mudah untuk mengakses berbagai informasi. Penggunaan fitur-fitur canggih dalam ponsel pintar tersebut makin diminati masyarakat dunia secara luas.

Salah satu fitur yang banyak digemari adalah penggunaan alat pencari informasi yang dapat dilakukan dengan cara memindai objek melalui kamera bawaan ponsel sehingga memungkinkan pengguna internet untuk membuat penelusuran visual.

Melansir laporan terbaru dari Data Reportal oleh Kepios yang berkolaborasi dengan We Are Social dan Meltwater pada 23 Oktober 2024, terdapat 10 negara yang pengguna internetnya kerap memakai alat pencarian informasi berbasis visual ini pada setiap bulannya (April-Juni 2024).

Warganet Indonesia ada di urutan ke-6 sedunia yang sering pakai teknologi pencarian visual di 2024 | GoodStats
Warganet Indonesia ada di urutan ke-6 sedunia yang sering pakai teknologi pencarian visual di 2024 | GoodStats

Pengguna internet di Brasil mendominasi hal ini, ada sebanyak 46,7% warganetnya yang memanfaatkan alat pencari informasi berbasis gambar di ponsel mereka tiap bulannya. Kemudian, 45% dari warganet asal Kolombia juga menggunakan alat tersebut.

Urutan ketiga dipegang oleh Meksiko yang 44,7% warganetnya memakai alat pencari informasi berbasis gambar, diikuti oleh Chili dengan jumlah 42%.

Selanjutnya, warganet asal Argentina ada sebanyak 38,8% yang memanfaatkan teknologi pencarian visual. Selisihnya sangat tipis dengan warganet Indonesia yang berjumlah 38,6% yang menggunakan kecanggihan teknologi tersebut.

Di urutan ketujuh, ada sebanyak 33,9% warganet Filipina yang memakai teknologi berbasis visual tersebut. Sementara, warganet Vietnam menyusul di angka 33,8%.

Pada dua urutan terakhir, ada warganet Taiwan sebanyak 33,3%, serta warganet Portugal sejumlah 33,1%.

Catatan persentase tersebut dihimpun dari para pengguna internet global berusia 16 tahun ke atas.

Meluasnya Penggunaan Teknologi Pencarian Visual untuk Beragam Kebutuhan

Salah satu merek terpopuler dalam pencarian visual adalah Google Lens. Sejak peluncurannya pada 2017 silam, berdasarkan catatan di Play Store, aplikasi ini telah diunduh sebanyak lebih dari 1 miliar kali.

Google Lens akan merilis fitur yang memungkinkan pengguna mencari informasi melalui video yang direkam beserta pertanyaan yang diajukan oleh penggunanya. Melansir TechCrunch, menurut Direktur Manajemen Produk Google Lens Lou Wang, fitur tersebut saat ini baru tersedia dalam Bahasa Inggris saja pada perangkat Android dan iOS. Pihaknya akan terus melakukan pemutakhiran agar fitur tersebut dapat diakses siapapun.

Menurutnya, fitur ini menggunakan Gemini yang dirancang khusus untuk memahami video dan pertanyaan pengguna yang relevan. Gemini adalah sistem kecerdasan buatan dari Google yang dipakai di berbagai produknya.

“Katakanlah Anda ingin mempelajari lebih dalam mengenai ikan yang menarik. [Lens] akan memberi rangkuman yang menjelaskan mengapa mereka berenang bersama dalam lingkaran, diikuti dengan lebih banyak sumber dan informasi yang bermanfaat.” ungkapnya dalam konferensi pers.

Di samping itu, Lens kini juga dapat mengenali produk saat penggunanya sedang mencari suatu barang. Aplikasi tersebut akan memunculkan hasil pencarian dengan informasi seperti harga, ulasan, stok terbarunya, bahkan opsi untuk membandingkan harga produk yang serupa.

Pemanfaatan Teknologi Pengenalan Visual di Indonesia

Di Indonesia, teknologi pengenalan visual ini juga sudah banyak digunakan. Perihal penerapannya di industri jasa, verifikasi penumpang di Kantor Imigrasi dan Pelabuhan Pusat Batam telah menggunakan sistem teknologi pengenalan wajah (face recognition) untuk mempermudah pengawasan perbatasan.

Teknologi tersebut dinilai bisa meningkatkan efisiensi pemeriksaan identitas penumpang via autogate dengan kamera HID U.ARE.U, meminimalisasi risiko pemalsuan, dan mengurangi waktu tunggu pada proses perjalanan lintas negara.

“Para pengunjung yang melewati perbatasan sangat menghargai efisiensi face recognition lewat sistem Autogate ini,” ujar Silmy Karim eks Dirjen Imigrasi yang kini menjadi Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, pada Industry.

“Selain mempermudah dan mempercepat pemeriksaan, sistem ini juga mengutamakan keamanan negara dengan menghubungkan sistem perbatasan antar negara dengan basis data Interpol dan informasi perlindungan negara lainnya. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya orang asing yang terlibat tindak pidana atau kegiatan ilegal tertentu masuk ke negara kita,” tambahnya.

Menurut guru besar Ilmu Hukum Siber Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Sinta Dewi, penggunaan teknologi pengenal wajah yang sudah diberlakukan juga di beberapa stasiun KA dan bandara internasional ini perlu dijalankan dengan cermat dan dilindungi dengan ketat.

Pasalnya, fasilitas tersebut juga bersangkutan dengan data personal masyarakat seperti informasi kesehatan, data biometrik dan genetika sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Pengelolaan data spesifik itulah yang urgensinya harus diutamakan karena modus kejahatan siber kini mudah membocorkan data pribadi jika tidak diiringi perlindungan ketat.

“Memang UU Perlindungan Data Pribadi ini menjadi pekerjaan rumah (bagi PT. KAI atau pihak bandara). Di dalam mengelola face recognition harus lebih hati-hati,” tuturnya dalam Kanal Media Unpad.

Baca Juga: Sektor Pemerintahan Menjadi Sektor dengan Kebocoran Data Terbanyak

Penulis: Laksita Indah Kirana
Editor: Editor

Konten Terkait

Simak Perkembangan Pemilik Telepon Seluler RI Berdasarkan Kelompok Umur

Ponsel sudah menjadi kebutuhan wajib bagi banyak orang di seluruh dunia. Di Indonesia, kepemilikan tertinggi atas ponsel berasal dari kalangan muda

Survei APJII: 82,6% Penduduk Daerah Tertinggal Sudah Memiliki Akses Internet

Hanya sebagian kecil masyarakat di wilayah tertinggal yang belum memiliki akses terhadap internet, yakni sebesar 17,4%.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook