Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat 22,32 juta entitas penerima pinjaman online (pinjol) di Indonesia pada Desember 2024. Total utang pokok yang belum dibayar (outstanding loan) dari kelompok tersebut mencapai Rp77,02 triliun.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan utang pinjol terbesar, mencapai Rp19,56 triliun, sekitar 25% dari total utang nasional pada periode tersebut.
Masih didominasi Jawa, Jakarta duduk di posisi kedua dengan total nilai utang mencapai Rp12,54 triliun, diikuti Jawa Timur dengan Rp9,57 triliun dan Jawa Tengah dengan Rp6,43 triliun. Sumatra Utara menjadi provinsi dengan utang pinjol tertinggi di luar Jawa, nominalnya mencapai Rp2,66 triliun.
Sebaliknya, provinsi di Papua mendominasi jajaran provinsi dengan utang pinjol terkecil, dipimpin oleh Papua Pegunungan dengan nilai Rp3,18 miliar, diikuti Papua Selatan dengan Rp8,89 miliar dan Papua Barat Daya dengan Rp14,17 miliar.
Pada tahun lalu, tingkat keberhasilan bayar (TKB90) berada di angka 97,40%, yang berarti 97 dari 100 pengguna pinjol berhasil membayar utangnya dalam jangka waktu maksimal 90 hari setelah jatuh tempo. Proporsi kredit macet (TWP90) ada di angka 2,60%, hanya sekitar 3 dari 100 pengguna pinjol yang gagal membayar kembali utangnya di atas 90 hari setelah jatuh tempo.
Nilai Penyaluran Sentuh Rp28 Triliun
Lebih lanjut, OJK mencatat nilai penyaluran pinjol mencapai Rp28 triliun pada Desember2024, menjadi yang tertinggi sepanjang tahun tersebut.
Pada bulan tersebut, terdapat 14,53 juta akun yang menerima pinjaman, naik 7,15% secara bulanan. Tidak hanya itu, nilai penyaluran pada Desember 2024 juga naik 6,46% secara bulanan dari November yang sebesar Rp26,3 triliun. Mayoritas penerima berasal dari Jawa, dengan total 10,73 juta akun,
Risiko Pinjol
Pinjol memang menawarkan solusi mudah yang praktis, namun bukan berarti tidak ada risiko dibalik penggunaannya. Kemampuan diri untuk bisa melunasi utang harus diperhatikan sebelum mengambil pinjaman. Tidak jarang, banyak yang gagal membayar kembali utangnya akibat beragam faktor, mulai dari tidak ada uang, kurangnya manajemen keuangan yang baik, hingga syarat peminjaman yang tidak betul-betul dipahami.
Ketia iCT Watch Indriyatno Banyumurti mengungkapkan bahwa risiko gagal bayar utang pinjol sejatinya cukup tinggi. Gangguan psikologis hingga ancaman hukum menanti bagi mereka yang tidak berhasil melunasi kembali utangnya. Konten gagal bayar pun banyak digaungkan di media sosial, menambah kecemasan publik.
"Kenapa sih ada promosi gagal bayar (galbay)? Perlu disampaikan juga konten-konten untuk meng-counter konten tersebut. Bahwa kalau memang berniat gagal bayar, sampai diniatkan seperti itu, ini ada risiko hukumnya lho," ungkap Indrayatno dalam podcast Fintech Verse 360kredi pada Minggu (9/3/2025).
Gagal bayar juga mengakibatkan penurunan skor kredit SLIK OJK untuk penggunanya, yang mengakibatkan kesulitan pengajuan kredit ke depannya. Untuk itu, pengguna pinjol diharapkan dapat bijak dalam mengelola keuangan dan memastikan kemampuan untuk membayar kembali sudah terjamin ketika memutuskan untuk meminjam.
Baca Juga: 25% Warga Indonesia Tergoda Pinjol untuk Modal Usaha
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor