Air merupakan komponen terpenting bagi kehidupan seluruh makhluk di bumi. Namun, ketersediaan air bersih kini menjadi tantangan utama permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Permasalahan krisis air bersih bahkan masuk ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh 193 negara di dunia. Untuk itu, diperlukan strategi konkret dan aksi nyata untuk mengatasi krisis air bersih di berbagai negara.
Merujuk laporan teranyar dari UNICEF, sebanyak 739 juta atau sekitar 1 dari 3 anak di seluruh dunia tinggal di daerah yang mengalami kelangkaan air parah, di mana ancaman perubahan iklim diprediksi bakal memperburuk keadaan ini. Selain itu, beban ganda berupa berkurangnya ketersediaan air dan layanan air minum yang tidak memadai juga akan memperparah situasi, sehingga menempatkan anak-anak pada risiko yang lebih besar.
"Situasi kelangkaan air yang parah bisa mempengaruhi pertumbuhan dan kesejahteraan anak, menyebabkan kerawanan pangan, kekurangan gizi, serta mudah terjangkit penyakit," papar UNICEF.
Jika ditinjau berdasarkan kawasan, anak-anak yang tinggal di wilayah Asia Selatan dilaporkan mengalami kelangkaan air terparah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lain. Kawasan yang terdiri dari 8 negara, yakni Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Nepal, Maladewa, Pakistan, dan Sri Lanka tersebut merupakan rumah bagi lebih dari seperempat anak di dunia yang mengalami krisis air parah.
"Sebanyak 347 juta anak di bawah usia 18 tahun mengalami kelangkaan air yang tinggi dan sangat tinggi di Asia Selatan. Angka ini menjadi yang tertinggi di dunia," ungkap UNICEF.
Menyusul Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Utara menjadi kawasan dengan jumlah anak yang mengalami kelangkaan air terekstrem selanjutnya. UNICEF mencatat, angkanya mencapai 109,4 juta anak sepanjang tahun 2022. Lalu, ada kawasan Asia Timur dan Pasifik dengan jumlah anak yang terdampak sebanyak 98,4 juta jiwa.
Diikuti oleh kawasan Afrika Barat dan Tengah dengan jumlah anak yang mengalami permasalahan krisis air mencapai 60 juta anak. Di sisi lain, Amerika Utara dan Eropa Barat mencatatkan jumlah yang lebih sedikit, dengan total anak terdampak kelangkaan air ekstrem masing-masing sebanyak 13 juta jiwa dan 10,5 juta jiwa pada 2022.
Dalam laporannya, UNICEF menyerukan kepada para pemimpin dunia dan komunitas internasional untuk segera mengambil solusi konkret demi mewujudkan kesejahteraan anak-anak pada gelaran COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Jika tidak segera melakukan perubahan, maka jumlah anak yang terdampak krisis air akan terus bertambah.
"Jika kita tidak bertindak sekarang, anak-anak akan terus menderita. Pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil wajib bekerja sama dalam meningkatkan pengelolaan air dan merancang layanan yang tahan terhadap guncangan iklim," tegas Direktur Regional UNICEF di Asia Selatan, Sanjay Wijesekera.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Editor