Kementerian UMKM RI melaporkan, sebanyak Rp486,1 miliar utang UMKM telah dihapuskan melalui skema Hapus Tagih Piutang Macet UMKM. Dalam laporan tersebut, jumlah debitur paling banyak berasal dari Jawa Barat.
Akan tetapi, capaian tersebut masih sangat jauh dari jumlah potensi hapus tagih piutang ter-restrukturisasi. Terdapat 1.097.155 debitur dengan nilai piutang mencapai Rp14,8 triliun, berdasarkan potensi hapus tagih piutang non-restrukturisasi.
Kemudian, berdasarkan UU Pengambangan dan Penguatan Sektor Keuangan, harus dilakukan upaya restrukturisasi dan upaya penagihan maksimal oleh pihak bank, sebelum debitur tersebut masuk dalam daftar program penghapusan tagih piutang ini.
Setelah dirampingkan dengan aturan tersebut, ada 67.668 debitur dengan nilai piutang Rp2,7 triliun, yang kemudian akan dihapuskan utangnya. Dari jumlah tersebut, baru 19.375 atau 28,77% debitur yang utangnya telah dilunaskan. Sisanya menuju 67 ribu debitur masih dalam proses di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Total debitur dengan nilai piutang yang tercatat merupakan nasabah dalam 5 tahun ke belakang. Hal ini disebabkan, berdasarkan PP Nomor 47 Tahun 2024, debitur untuk program ini maksimal memiliki utang Rp500 miliar dan sudah dihapusbukukan selama 5 tahun ke belakang sejak PP diberlakukan.
Apa Kendala untuk Mencapai Nilai Potensi?
Adanya syarat restrukturisasi membuat cakupan program ini semakin kecil. Pasal 62D UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN membantu supaya cakupannya lebih besar, yaitu dengan pemberian hak pada BUMN untuk memberikan hapus buku atau hapus tagih.
Akan tetapi, butuh aturan turunan berupa peraturan menteri untuk melaksanakannya. Proses panjang ini yang kemudian belum bisa mengoptimalkan cakupan program. Pasal 62H UU tersebut juga menyebutkan keterlibatan Danantara untuk menyetujui skema ini.
Peraturan menteri ini juga baru diproses setelah habis masa berlaku PP Nomor 47 Tahun 2024 pada 5 Mei lalu.
Selain itu, anggaran juga sempat sedikit menghambat program ini, sebab bank terkait harus mengalokasikan budget untuk mendukung program. Meskipun begitu, persoalan anggaran ini telah selesai.
Kendala-kendala lain yang dijumpai di antaranya, BRI sebagai mitra terbesar, sedang menghadapi kepentingan internal pasca pergantian direksi setelah rapat umum pemegang saham (RUPS). Oleh karena itu, proses legalisasi untuk program ini cukup terhambat.
Sebagai tambahan informasi, sejauh ini realisasi hapus tagih piutang melalui BRI menjadi yang paling besar, yaitu 12.176 debitur dengan nilai piutang Rp380,4 miliar. Kemudian, disusul oleh Bank Mandiri dengan 7.176 debitur dengan nilai piutang Rp101 miliar.
Berikutnya, BNI sebanyak 19 debitur dengan nilai piutang Rp4,51 miliar piutang dan BTN sebanyak 4 debitur dengan Rp67,7 juta nilai piutang.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor