Sebagai negara kepulauan yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, Indonesia menempati salah satu wilayah paling aktif secara geologis di dunia.
Letaknya yang berada di sepanjang Ring of Fire (Cincin Api Pasifik) menjadikan Tanah Air ini rentan terhadap berbagai aktivitas seismik. Aktivitas gempa terjadi hampir sepanjang tahun dan tersebar di berbagai wilayah, terutama di daerah-daerah yang berada dekat dengan zona subduksi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS), Indonesia telah dilanda sebanyak 683 kejadian gempa bumi untuk periode Januari hingga Mei 2025, dalam minimal magnitudo 4 dan kedalaman episentrum (titik pusat) gempa bumi maksimal sejauh 300 km.
Adapun pemilihan rentang magnitudo dan kedalaman ini dilakukan karena gempa dengan besaran magnitudo 4 ke atas dan kedalaman kurang dari 300 km umumnya dapat dirasakan oleh manusia di permukaan bumi dan berpotensi menimbulkan dampak kerusakan.
USGS mencatat kejadian gempa bumi periode Januari hingga Mei 2025 memperlihatkan wilayah Indonesia bagian barat dan timur mendominasi aktivitas seismik. Sepanjang 5 bulan pertama 2025, gempa bumi dengan magnitudo 4 hingga 6 melanda ratusan titik, terutama di daerah yang berdekatan dengan zona subduksi lempeng.
Terdapat beberapa area paling rawan gempa bumi pada periode ini, mencakup wilayah pesisir barat Sumatera, bagian selatan Pulau Jawa, Pulau Sulawesi bagian utara dan tengah, Kepulauan Maluku, dan Papua bagian barat dan utara.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menekankan bahwa Papua merupakan salah satu daerah dengan aktivitas kegempaan tertinggi di Indonesia akibat pertemuan lempeng tektonik serta adanya sejumlah sesar aktif.
Terdapat 8 sumber gempa utama di Papua, termasuk Sesar Sorong, Sesar Yapen, dan Sesar Mamberamo yang memiliki potensi besar menimbulkan gempa bumi merusak.
Ia juga menyoroti fenomena seismic gap, yaitu wilayah yang jarang terjadi gempa bumi dalam jangka waktu lama. Sebenarnya, zona tersebut sedang mengalami akumulasi energi tektonik yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan dalam bentuk gempa besar. Hal ini menjadi perhatian serius bagi para ahli geologi dan pemangku kebijakan dalam upaya mitigasi bencana.
“Kesiapsiagaan harus dimulai dari sekarang. Tidak hanya dengan standar bangunan tahan gempa, tetapi juga dengan pelatihan evakuasi rutin, pemasangan jalur dan rambu evakuasi yang jelas, serta edukasi kepada masyarakat mengenai tindakan sebelum, saat, dan setelah bencana terjadi,” imbaunya dalam Seminar Nasional Kebumian I Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTPP) Universitas Papua (UNIPA), Selasa (18/2/2025).
Sebaliknya, Pulau Kalimantan terlihat relatif aman dari aktivitas gempa, mengingat lokasinya yang jauh dari zona tumbukan lempeng aktif.
Sebagian besar gempa yang terjadi berkekuatan magnitudo 4 dan 5. Namun, terdapat pula titik merah di peta yang menandakan gempa magnitudo 6 sebagai gempa yang berpotensi lebih merusak, khususnya di sekitar Laut Banda dan Sulawesi.
Periode Februari-Maret Jadi Puncak Gempa Bumi
Selama periode Januari hingga Mei 2025, jumlah kejadian gempa bumi di Indonesia menunjukkan tren menurun setelah sempat mencapai puncaknya pada bulan Februari dan Maret.
Data USGS menunjukkan bahwa pada bulan Januari terjadi 128 gempa bumi, lalu meningkat signifikan menjadi 163 kejadian gempa bumi pada Februari dan tetap stabil di angka yang sama pada Maret.
Namun, jumlah tersebut kemudian turun menjadi 139 gempa di April. Penurunan kembali terjadi di Mei hingga mencapai angka 90 kejadian gempa bumi.
Meskipun terjadi penurunan, potensi gempa tetap perlu diwaspadai mengingat frekuensi tinggi masih terjadi di bulan-bulan awal tahun.
Penurunan jumlah gempa di bulan April dan Mei pada 2025 dapat menjadi pertanda sementara dari stabilitas lempeng tektonik, namun belum tentu mencerminkan penurunan risiko jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pihak berwenang untuk tetap meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat kesiapsiagaan bencana.
Baca Juga: Rekap Bencana Alam April 2025, Provinsi Mana yang Paling Rawan?
Penulis: Shahibah A
Editor: Editor