Pembangunan manusia dan kemiskinan adalah dua indikator penting yang saling berhubungan satu sama lain guna menggambarkan kesejahteraan dan mengukur kinerja pemerintah dalam membangun negara.
Pembangunan yang dimaksud di sini berkaitan erat dengan sumber daya manusia, meningkatkan harapan hidup melalui tiga dimensi penting. Pertama dari dimensi kesehatan dengan keterjangkauan fasilitas kesehatan, gizi yang memadai, dan sanitasi yang baik.
Kedua ada dimensi pendidikan dengan pemerataan fasilitas, kesempatan bagi tiap individu untuk mendapatkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup. Terakhir, dimensi ekonomi dengan mendorong pendapatan per kapita untuk mengurangi angka kemiskinan supaya masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan dan memperbaiki kualitas hidup.
Apabila program pembangunan manusia tidak didukung dengan baik oleh negara, maka jumlah kemiskinan akan terus meningkat dan memunculkan berbagai masalah yang beruntun seperti naiknya angka kriminalitas, tingginya pengangguran, hingga konflik sosial.
Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa wilayah Indonesia masih memiliki penduduk miskin yang cukup tinggi.
Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi, mencapai 29,66% pada 2024, disusul oleh Papua Tengah dengan 27,6%. Selanjutnya, ada Papua Barat dengan 21,09%, diikuti oleh Papua Selatan dengan 19,35%, dan Nusa Tenggara Timur sebanyak 19,02%.
BPS mengukur kemiskinan yang terjadi di Indonesia melalui pendekatan pengeluaran minimum untuk membeli kebutuhan dasar seperti makanan dan non-makanan.
Makanan yang dimaksud merupakan makanan pokok seperti beras dan makanan umum yaitu tahu, tempe, telur, sayur, dan minyak goreng. Sementara kebutuhan non-makanan adalah transportasi, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, dan pakaian.
Wilayah Papua masih mendominasi provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi. Data di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat membutuhkan program pemberdayaan masyarakat yang terdistribusi dengan baik ke seluruh wilayah. Selain itu, ketepatan program juga penting untuk diperhatikan.
“Sepanjang program yang dikembangkan pemerintah itu bersifat amal karitatif seperti bantuan tunai dan sejenisnya, maka upaya pengurangan kemiskinan tidak akan efektif. Program seperti itu hanya memperpanjang nafas, bukan memberdayakan masyarakat miskin untuk mandiri,” ucap Prof. Dr. Bagong Suyanto, Pakar Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, Selasa (20/05/2025), dikutip dari laman resmi Unair.
Kemiskinan yang terjadi mencerminkan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok serta keterbatasan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut selaras dengan indeks pembangunan manusia yang diperoleh provinsi-provinsi tersebut.
Tercatat di BPS, pada tahun 2024 semester 2, provinsi dengan indeks pembangunan manusia (IPM) terendah dipegang oleh Papua Pegunungan yang juga merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi, skor indeksnya mencapai 53,4. Papua Tengah menyusul dengan skor 59,8.
Provinsi dengan IPM terendah ketiga diisi oleh Papua Barat yang menyentuh angka 67, disusul oleh Nusa Tenggara Timur dengan indeks 67,4.
Berikutnya, ada Papua Selatan yang memperoleh indeks 68, diikuti Sulawesi Barat dengan angka 68,2. Terakhir, penutup 7 provinsi dengan IPM terendah di Indonesia adalah Papua Barat Daya yang memperoleh indeks 68,6.
Metode yang digunakan oleh BPS merupakan metode baru di mana yang berubah adalah indikator angka melek huruf diganti dengan angka harapan lama sekolah dengan harapan bisa mendapatkan representasi yang lebih relevan di bidang pendidikan dan metode penghitungan indeks.
IPM ketujuh provinsi tersebut masih di bawah rata-rata IPM nasional yaitu 75,02. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi dari pembangunan manusia belum merata dan masih banyak masyarakat yang sulit untuk mendapatkan akses pelayanan dasar.
Maka dari itu, meskipun perkembangan IPM Indonesia menunjukkan tren yang positif, perlu diperhatikan kembali bahwa masih ada beberapa daerah dengan IPM di bawah rata-rata yang membutuhkan pelayanan dasar di sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kualitas hidupnya.
Baca Juga: Simak Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2020–2024
Penulis: Nabilla Nurtsaniya
Editor: Editor