Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran dana judi online sebanyak Rp359,8 triliun sepanjang 2024. Jumlah ini mengalahkan rekor tahun 2023 yang mencapai Rp327 triliun.
Sebagian aktivitas transaksi dilakukan melalui dompet digital, perbankan, dan QRIS. Rinciannya, transaksi Rp26,8 triliun deposit dilakukan melalui dompet digital dan perbankan, kemudian sebanyak Rp24,4 triliun melalui QRIS.
Dengan total perputaran dana tersebut, terdapat 209.572.573 transaksi berlangsung. PPATK juga mengungkapkan, ada 16,3 juta masyarakat Indonesia yang terlibat dalam judi online.
Menurut Dosen Administrasi Keuangan dan Perbankan Universitas Indonesia, Vindaniar Yuristamanda Putri, judi online cepat bertumbuh karena iklan yang masif dan akses yang mudah.
Dengan banyaknya informasi dan kemudahan akses, masyarakat rentan mencobanya hingga kecanduan. Ketika merasakan “kemenangan” dan memperoleh hasil berlipat ganda, pemain cenderung melakukannya kembali hingga tanpa sadar menghabiskan asetnya.
“Hal inilah yang akhirnya menimbulkan permasalahan ekonomi di kalangan masyarakat hingga permasalahan psikologis bagi para pemainnya,” tutur Vindaniar, dalam situs resmi Universitas Indonesia.
Penanganan Konten Perjudian oleh Komdigi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) merilis informasi bahwa pihaknya telah menangani lebih dari 1 juta konten perjudian, dalam rentang 20 Oktober 2024 hingga 8 Maret 2025. Tepatnya adalah 1.118.849 aksi perjudian.
Sementara ini, penanganan konten tersebut paling banyak terjadi pada November 2024, yaitu mencapai 250.475 aksi. Terbaru, selama 1-8 Maret 2025, sudah ada 41.602 konten perjudian yang ditangani Komdigi.
Konten-konten tersebut paling banyak ditemukan di situs dan IP, totalnya mencapai 1.017.274 konten.
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring menjadi acuan pemerintah untuk tegas menghapus tindak pidana ini. Judi online juga harus diwaspadai karena rentan mengakibatkan tindak kriminalitas lainnya.
“Judi online bukan hanya merugikan perekonomian negara, tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas. Oleh karena itu, kami memperkuat Desk Pemberantasan Judi Online dengan pendekatan berbasis teknologi serta kerja sama lintas sektor agar upaya ini berjalan lebih efektif,” ungkap Meutya Hafid, dalam situs resmi Komdigi.
Menurut keterangan Komdigi, ke depannya peran pemuka agama, pendidikan, hingga keluarga akan dilibatkan untuk mencegah dan memberantas judi online.
Baca Juga: Tidak Hanya Pertengkaran, Judi & Mabuk Juga Jadi Alasan Banyaknya Perceraian di Indonesia
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor