Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah salah satu inisiatif pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan ketenagakerjaan. Sejak diluncurkan pada 2022 melalui amanat Undang-Undang Cipta Kerja, JKP dirancang guna melindungi pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Pekerja yang terdaftar program JKP akan menerima uang tunai, pelatihan kerja, hingga akses informasi ke pasar kerja ketika mengalami PHK. JKP dapat diklaim dengan menyertakan bukti PHK dari dinas ketenagakerjaan daerah atau akta pengadilan hubungan industrial. Pada dasarnya, program ini bertujuan untuk mempercepat transisi para pekerja ter-PHK untuk kembali ke dunia kerja.
Sayangnya, pemanfaatan JKP hingga 2025 ini masih tergolong rendah. Jutaan pekerja masih belum memanfaatkan program ini, entah akibat syarat administratif yang belum terpenuhi, kendala validasi data, maupun ketidaktahuan akan keberadaan program JKP.
Lebih dalam, fenomena ini menggarisbawahi tantangan lama dalam sistem pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia, mulai dari kurangnya pemahaman pekerja terkait hak-haknya hingga kurang optimalnya koordinasi antar lembaga terkait.
Baru 9,6 Juta
Menurut Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), pada empat bulan pertama 2025, terdapat 16,4 juta pekerja yang telah menjadi peserta JKP, setara dengan 63% dari total pekerja di Indonesia. Ini berarti, ada sekitar 9,6 juta pekerja penerima upah yang belum terdaftar JKP.
Peserta JKP naik 2 juta orang dalam 4 bulan pertama tahun ini. Rata-rata jumlah klaim hingga April 2025 mencapai 13.210 per bulan, naik tajam dari 844 klaim per bulan pada 2022, 4.478 klaim pada 2023, dan 4.816 klaim pada 2024. Kenaikan ini diakibatkan PHK yang semakin meningkat akhir-akhir ini.
Salah satu penyebab masih banyaknya PPU yang belum menjadi peserta JKP adalah persyaratan yang diajukan. Untuk bisa menjadi peserta JKP, pekerja harus terdaftar terlebih dahulu di lima program BPJS, yakni di Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Syarat ini berlaku untuk karyawan di perusahaan besar. Sedangkan karyawan di perusahaan kecil tidak wajib mendaftar di JP.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan sosialisasi di berbagai daerah, melibatkan perusahaan, serikat pekerja, hingga dinas ketenagakerjaan setempat guna meningkatkan pemanfaatan JKP.
“Program JKP ini penting bagi pekerja, terutama yang mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),” kata Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Ungaran, Suharno Abidin, Rabu (27/11/24).
Selain itu, melalui PP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, BPJS Ketenagakerjaan meningkatkan manfaat uang tunai bagi pekerja yang ter-PHK mencapai 60% dari upah selama enam bulan, upah dibatasi maksimal Rp5 juta. Sistem baru ini menggantikan skema lama yang memberi manfaat sebesar 45% dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan berikutnya.
Hal ini diharapkan dapat mendorong partisipasi yang semakin tinggi dari para pekerja untuk turut bergabung dalam JKP, guna meminimalisir risiko ekonomi akibat kehilangan pekerjaan.
Baca Juga: Update Tenaga Kerja Ter-PHK di Indonesia: Capai Lebih dari 20 Ribu Korban
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor