Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani di Indonesia. Sederhananya, NTP menggambarkan perbandingan antara harga yang diterima petani dari hasil produksinya dengan harga yang harus dibayar untuk kebutuhan konsumsi dan biaya produksi.
NTP di atas 100 mengindikasikan pendapatan yang relatif lebih besar dibanding pengeluaran mereka, menandakan kondisi yang lebih sejahtera. Sebaliknya, jika NTP rendah, maka terdapat tekanan ekonomi yang dirasakan petani akibat ketidakseimbangan antara pendapatan dan biaya hidup.
Sepanjang 2025, perkembangan NTP menjadi sorotan penting dalam membaca dinamika sektor pertanian nasional. Perubahan harga komoditas, biaya produksi yang fluktuatif, serta dampak kebijakan pangan dan iklim ekonomi global menjadi faktor-faktor yang memengaruhi keseimbangan ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa NTP per Agustus 2025 naik 0,63% dibanding bulan lalu menjadi 124,36, tertinggi sepanjang 2025. Hal ini menunjukkan bahwa indeks harga yang diterima petani naik lebih tinggi dibanding indeks harga yang dibayar.
Kenaikan NTP pada September 2025 dipengaruhi oleh naiknya NTP di empat subsektor pertanian, mulai dari subsektor tanaman pangan (naik 0,26%), tanaman perkebunan rakyat (1,57%), peternakan (1,51%), dan perikanan (0,07%). Subsektor tanaman hortikultura jadi satu-satunya yang turun, yakni sebesar 1,63%.
Dari bulan ke bulan, NTP pada tahun 2025 cenderung stabil. Pada Januari, NTP ada di angka 123,68, yang kemudian turun tipis bulan berikutnya menjadi 123,45. NTP kembali naik menjadi 123,72 pada Maret 2025, namun turun pada April menjadi 121,06. Selama dua bulan berikutnya, NTP terus stagnan di angka 121, yang kemudian naik menjadi 122,64 pada Juli. Kenaikan terus berlanjut hingga Agustus 2025 menjadi 123,57.
Pada September lalu, indeks harga yang diterima petani (It) naik 0,71% dibanding bulan Agustus menjadi 155,04. Kenaikan ini diiringi oleh kenaikan It di empat subsektor mulai dari tanaman pangan (naik 0,32%), tanaman perkebunan rakyat (1,68%), peternakan (1,62%), dan perikanan (0,17%).
Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani (Ib) naik 0,08% menjadi 124,67. Nilai Ib dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang dan jasa konsumsi masyarakat, khususnya petani, serta fluktuasi harga barang dan jasa untuk memproduksi hasil pertanian.
Seluruh subsektor pertanian mengalami kenaikan Ib, mulai dari tanaman pangan (naik 0,05%), tanaman hortikultura (0,06%), perkebunan rakyat (0,11%), peternakan (0,11%), dan perikanan (0,1%).
Baca Juga: 5 Provinsi dengan Nilai Tukar Petani Tertinggi
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/10/01/2467/perkembangan-nilai-tukar-petani-dan-harga-beras.html
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor